SEJARAH TARI GENDING SRIWIJAYA - TERTAWA DAN MENAGIS

Tuesday, 10 March 2020

SEJARAH TARI GENDING SRIWIJAYA

Tari Gending Sriwijaya merupakan tarian khas sumatera selatan. Secara harafiah Gending Sriwijaya berarti “Irama Kerajaan Sriwijaya”. Tari ini melukiskan kegembiraan gadis-gadis Palembang saat menerima kunjungan tamu yang diagungkan.

Munculnya tari ini berawal dari permintaan pemerintahan Jepang yang ada di Karesidenan Palembang kepada Hodohan (Jawatan Penerangan Jepang) untuk menciptakan sebuah lagu dan tari untuk menyambut tamu yang berkunjung ke Sumatera Selatan dalam acara resmi. Permintaan ini mulai digagas sejak akhir 1942 hingga tahun 1943. Sempat tertunda beberapa waktu karena berbagai persoalan politik baik di Jepang maupun di tanah air.

Setelah tertunda beberapa waktu, pada bulan Oktober 1943 gagasan mencari lagu ditindaklanjuti kembali. Letkol O.M. Shida memerintahkan Nuntjik A.R. (Wakil Kepala Hodohan pengganti M.J. Su’ud) yang pada saat itu sudah dikenal sebagai seorang sastrawan dan wartawan. Kemudian mengajak Achmad Dahlan Mahibat, seorang komponis putra Palembang asli yang pandai bermain biola dari kelompok seni (toneel) Bangsawan Bintang Berlian dibawah pimpinan pasangan suami isteri Haji Gung dan Miss Tina, untuk bersama-sama menggarap lagu tersebut.

Setelah penggarapan lagu selesai, maka dilanjutkan dengan penulisan syair lagu Gending Sriwijaya oleh A. Dahlan Mahibat yang kemudian syair tersebut disempurnakan oleh Nungtjik A.R., setelah lagu dan syair Gending Sriwijaya selesai diciptakan, maka tari penyambutan harus segera dibuat. Berbagai konsepsi telah dicari dan dikumpulkan dengan mengambil bahan-bahan dari tari-tari adat Palembang yang sudah ada.

Seorang penari profesional yang dianggap ahli dalam hal adat budaya Palembang, Miss Tina haji Gung mengurusi properti dan busana yang akan dipakai dalam pementasan Tari Gending Sriwijaya yang dibantu oleh Sukaenah A. Rozak seorang ahli tari sebagai model, dan pengarah gerak oleh budayawan RM Akib dan R Husin Natodoradjo. Latihan diadakan di gedung Bioskop Saga. Kemudian pada bulan Mei 1945 tari ini dipertunjukkan di hadapan Kolonel Matsubara, Kepala Pemerintahan Umum Jepang, sebagai uji coba. Para penari uji coba ini merupakan para nyonya pejabat dibantu oleh anggota grup Bangsawan Bintang Berlian.

Tepat pada hari Kamis, tanggal 2 Agustus 1945, dalam rangka menyambut pejabat-pejabat Jepang dari Bukit Tinggi yang bernama Moh. Syafei dan Djamaludin Adi Negoro, Tari Gending Sriwijaya secara resmi ditampilkan. Inilah kali pertama tari Gending Sriwijaya pertama kali ditampilkan. Adapun tempat penampilan diadakan di halaman Masjid Agung Palembang. “Tepak” yang berisi kapur, sirih, pinang dan ramuan lainnnya dipersembahkan sebagai ungkapan rasa bahagia.

Pada saat itu, tarian dipimpin oleh Sukainah A. Rozak yang membawa Tepak Sirih, Gustinah A. Rachman dan Siti Nurani As’ari selaku pengalung bunga (pengganti pridonan), dengan penari-penari antara lain: Delima A. Rozak, Tuhfah, Busroh Yakib, R. A. Tuty Zahara Akib dan beberapa yang lainnya. Di masa Kemerdekaan RI, secara mantap menjadikan Gending Sriwijaya sebagai tarian untuk menyambut tamu-tamu resmi pemerintahan yang berkunjung ke Sumatera Selatan.

Sumber: Elly Anggraini Soewondo (Maestro tari Gending Sriwijaya)