MASJID KI MAROGAN PALEMBANG DAN SEJARAHNYA
Berdasarkan sejarah, Kiai Muara Ogan dikenal masyarakat Palembang selain sebagai ulama yang terpandang. Ia berdakwah dan menyiarkan ajaran Islam dengan menaiki perahu menyusuri sungai musi hingga daerah pelosok di Sumatera Selatan. Sejumlah daerah yang dikunjunginya, antara lain Pemulutan, Belida, Airitam, dan banyak lagi daerah lainnya.
Metode dakwah Kiai Muara Ogan sangat efektif. Ia selalu membangun masjid atau langgar sebagai tempat ibadah dan kegiatan dakwah di tempat yang dikunjunginya. Pembangunannya menggunakan biaya sendiri yang dihasilkan dari usaha Kiai Muara Ogan berdagang kayu.
Menurut cerita Masagus Ahmad Fauzi, cicit Kiai Muara Ogan, suatu hari Kiai Muara Ogan ingin hijrah ke Masjid Aqsha di Palestina. Pada tahun 1819, terjadi perang Menteng yang menyebabkan gugurnya banyak ulama di Palembang. Pada tahun 1823, secara resmi Belanda menguasai Palembang. Oleh karena itu Kiai Muara Ogan merasa bahwa negerinya masih sangat membutuhkannya, sehingga ia memilih kembali ke Palembang untuk berdakwah.
Pada tahun 1871, Kiai Muara Ogan mendirikan masjid di lokasi pertemuan antara Sungai Musi dan Sungai Ogan atau di lingkungan masyarakat setempat disebut muara. Masjid Kiai Muara Ogan ini berdekatan dengan Stasiun Kereta Api yang terletak di Jalan Kiai Marogan, Kelurahan I Ulu, Kecamatan Kertapati, Palembang. Masjid Kiai Muara Ogan Masjid ini awalnya bernama Masjid Jami Kiai Abdul Hamid bin Mahmud. Karena Kiai Muara Ogan sangat dikenal masyarakat sebagai ulama, kemudian berubah menjadi Masjid Kiai Muara Ogan.
Seperti pada contoh gambar masjid di bawah ini