Kisah Nabi muhammad SAW
Ketika cahaya tauhid padam di muka bumi, maka kegelapan yang tebal
hampir saja menyelimuti akal. Di sana tidak tersisa orang-orang yang
bertauhid kecuali sedikit dari orang-orang yang masih mempertahankan
nilai-nilai ajaran tauhid. Maka Allah SWT berkehendak dengan rahmat-
Nya yang mulia untuk mengutus seorang rasul yang membawa ajaran
langit untuk mengakhiri penderitaan di tengah-tengah kehidupan. Dan
ketika malam mencekam, datanglah matahari para nabi. Kedatangan
Nabi tersebut sebagai bukti terkabulnya doa Nabi Ibrahim as kekasih
Allah SWT, dan sebagai bukti kebenaran berita gembira yang disampaikan
oleh Nabi Isa as.
Allah SWT menyampaikan selawatnya kepada Nabi itu, sebagai bentuk
rahmat dan keberkahan. Para malaikat pun menyampaikan selawat
kepadanya sebagai bentuk pujian dan permintaan ampunan, sedangkan
orang-orang mukmin berselawat kepadanya sebagai bentuk
penghormatan. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk
Nabi. Hai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi
dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (QS. al-Azhab: 56)
Sebelumnya Allah SWT mengutus para nabi-Nya sebagai rahmat kepada
kaum dan zaman mereka saja, namun Allah SWT mengutus beliau saw
sebagai rahmat bagi alam semesta. Beliau Nabi Muhammad saw datang
dengan membawa rahmat yang mutlak untuk kaum di zamannya dan
untuk seluruh zaman. Allah SWT berfirman, "Dan aku tidak mengutusmu
kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta."
Hakikat dakwah para nabi sebelumnya adalah menyebarkan Islam, begitu
juga ajaran yang dibawa oleh Nabi yang terakhir adalah Islam. Beliau saw
adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib, anak seorang wanita
Quraisy. Beliau saw adalah pemimpin anak-anak Nabi Adam as. Beliau
saw adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya, serta rahmat Allah SWT
yang dihadiahkan kepada umat manusia.
Beliau saw lahir di tanah Arab. Ketika itu malam gelap, tiba-tiba Abdul
Muthalib membayangkan bahawa matahari telah terbit, lalu ia bangun
dan ternyata mendapati dirinya di pertengahan malam, keheningan yang
luar biasa menyelimuti gurun yang terbentang. Ia menuju pintu khemah,
lalu menyaksikan bintang-bintang bersinar di langit, dan dunia tampak di
selimuti dengan malam. Ia kembali menutup pintu khemah dan tidur.
Belum lama ia dikuasai oleh rasa kantuk yang amat sangat, sehingga ia
kembali bermimpi untuk kedua kalinya. Segala sesuatunya tampak jela s
kali ini, Sesungguhnya sesuatu yang besar memerintahnya untuk
melaksanakan perintah yang sangat penting, "Galilah zamzam!" Dalam
mimpinya Abdul Muthalib bertanya: "Apakah itu zamzam?" Kemudian
untuk kedua kalinya perintah itu mengatakan bahawa ia diperintahkan
untuk menggali zamzam. Belum lama Abdul Muthalib melihat sesuatu
yang bersembunyi itu, sehingga ia berdiri di tempat tidurnya dan hatinya
berdebar dengan keras. Abdul Muthalib bangkit, lalu ia membuka pintu
khemah kemudian pergi ke gurun yang luas. Apakah erti zamzam? Tiba-
tiba fikirannya dipenuhi dengan cahaya yang datang dari jauh, bahawa
pasti zamzam adalah sebuah sumur, tetapi apa yang diinginkan oleh
suara yang datang dalam tidur itu agar ia menggali sumur, di sana tidak
ada jawapan selain satu jawapan dari pertanyaan ini, yaitu agar orang-
orang yang berhaji dan berkeliling di sekitar Ka'bah dapat meminumnya.
Tetapi apa nilai dari sumur itu sendiri, bukankah di sana terdapat banyak
sumur yang dapat diminum oleh orang-orang yang berhaji.
Abdul Muthalib duduk di tengah-tengah pasir gurun pada pertengahan
malam, ia memikirkan bintang-bintang sembari merenungkan cerita-
cerita kuno yang mengatakan tentang sumur yang memancar darinya air
sebagai akibat dari pukulan kaki Nabi Ismail as, di sana juga ada cerita
yang mengatakan bahawa sumur itu telah binasa sesuai dengan
perjalanan zaman.
Matahari terbit di atas gurun Jazirah Arab, Abdul Muthalib keluar
menemui orang-orang, dan menceritakan kepada mereka bahawa ia akan
menggali sebuah sumur di tempat tertentu, ia menunjukkan ke tempat
yang di situ ia diberitahu oleh suara yang ada dalam mimpinya. Orang-
orang Quraisy menolaknya, Sesungguhnya tempat yang diisyaratkan oleh
Abdul Muthalib terletak di antara dua berhala dari berhala-berhala yang
biasa disembah oleh masyarakat setempat, yaitu di antara berhala yang
bernama Ashaf dan Nalah. Abdul Muthalib merasa bahawa usahanya sia-
sia untuk meyakinkan kaumnya agar mengizinkannya untuk menggali
sumur. Mereka mengetahui bahawa Abdul Muthalib tidak mempunyai
sesuatu selain hanya seorang anak. bahawasanya ia tidak memiliki anak-
anak yang dapat menolong dan memperkuatnya serta melaksanakan
keinginan-keinginannya.
Pada saat itu di kawasan negeri Arab dipenuhi dengan kabilah-kabilah
yang terjalin suatu ikatan fanatisme atau kesukuan yang kuat dan usaha
untuk melindungi keluarga yang sangat menonjol. Akhirnya Abdul
Muthalib pergi dalam keadaan sedih, lalu ia berdiri di hadapan Ka'bah
dan mengungkapkan suatu nazar kepada Allah SWT. Ia berkata: "Jika aku
mendapat sepuluh anak laki-laki, dan mereka menginjak usia dewasa,
sehingga mereka mampu melindungiku saat aku menggali sumur
Zamzam, maka aku akan menyembelih salah seorang dari mereka di sisi
Ka'bah sebagai bentuk korban."
Pintu langit pun terbuka untuk doanya. Belum sampai berlangsung satu
tahun, isterinya melahirkan anaknya yang kedua dan setiap tahun ia
melahirkan anak laki-laki sampai pada tahun yang ke sembilan, sehingga
Abdul Muthalib mempunyai sepuluh anak laki-laki. Kemudian berlalulah
zaman dan anak-anak Abdul Muthalib menjadi besar.
Abdul Muthalib akhirnya menjadi seseorang yang memiliki kemampuan.
Kemudian Abdul Muthalib berusaha melakukan rencananya yang
diisyaratkan dalam mimpinya itu, yaitu ia bersiap-siap untuk
mengorbankan salah satu anaknya sebagai bentuk pelaksanaannya dari
nazarnya. Maka dilakukanlah undian atas sepuluh anaknya, lalu keluarlah
nama anaknya yang paling kecil yaitu Abdullah. Ketika nama anak itu
keluar dalam undian, maka orang-orang yang ada disekitarnya berusaha
memberontak, mereka mengatakan bahawa mereka tidak akan
membiarkan Abdullah disembelih.
Abdullah saat itu terkenal sebagai seseorang yang bersih di kawasan
Arab, ia telah dapat menarik simpati masyarakat di sekitarnya. Ia tidak
pernah menyakiti seseorang pun. Bahkan ia tidak pernah meninggikan
suaranya lebih dari orang lain. Senyuman khas Abdullah terkenal sebagai
senyuman yang paling lembut di kawasan Jazirah Arab. Muatan rohaninya
demikian jernih, dan hatinya yang mulia menyerupai sebuah kebun di
tengah-tengah gurun hati-hati yang keras, oleh kerana itu semua manusia
datang kepadanya dan menentang usaha penyembelihannya. Para
pembesar Quraisy berkata, "Lebih baik kami menyembelih anak-anak
kami daripada ia harus disembelih, dan menjadikan anak-anak kami
sebagai tebusan baginya. Kami tidak akan menemukan seseorang pun
yang lebih baik dari dia seandainya kami menyembelihnya,
pertimbangkanlah kembali masalah itu, dan biarkan kami bertanya
kepada dukun."
Abdul Muthalib tampak tidak mampu menghadapi tekanan ini, lalu ia
mempertimbangkan kembali apa yang telah ditetapkannya. Kemudian
mereka mendatangi seorang dukun. Si dukun berkata: "Berapakah
taruhan yang kalian miliki?" Mereka menjawab: "Sepuluh ekor unta."
Dukun itu berkata: "Datangkanlah sepuluh unta, lalu lakukanlah kembali
undian atasnya dan atas nama Abdullah, jika undian datang padanya,
maka tambahlah sepuluh ekor unta lagi, lalu ulangilah terus undian
tersebut, demikian hingga tidak keluar lagi nama Abdullah."
Kemudian dilakukanlah undian atas nama Abdullah dan atas sepuluh ekor
unta yang besar. Undian itu pun mengeluarkan terus nama Abdullah,
hingga Abdul Muthalib menambah sepuluh ekor unta lagi, kemudian lagi-
lagi yang keluar nama Abdullah sehingga mereka pun menambah sepuluh
ekor unta lagi sampai jumlah unta itu telah mencapai seratus ekor unta.
Setelah itu, datanglah nama unta tersebut. Maka saat itu, masyarakat
demikian gembiranya sehingga berlinangan air mata, kegembiraan dari
mereka kerana melihat Abdullah berhasil diselamatkan. Kemudian
disembelihlah seratus ekor unta di sisi Ka'bah, dan mereka
membiarkannya di situ sehingga korban itu tidak disentuh oleh seseorang
pun dan juga disentuh oleh binatang-binatang buas.
Abdul Muthalib sangat gembira atas keselamatan anaknya, Abdullah. Lalu
ia menetapkan untuk menikahkannya dengan gadis terbaik di Jazirah
Arab, kemudian ia keluar dengannya pada suatu hari dari Ka'bah ke
rumah Wahab, dan di sana ia meminang untuknya Aminah binti Wahab.
Kemudian Aminah binti Wahab menikah dengan Abdullah bin Abdul
Muthalib, seorang pemuda yang paling mulia dan paling dicintai oleh
orang-orang Quraisy.
Dinyalakanlah api-api di gunung-gunung Mekah, agar para musafir dan
para tamu mengetahui tempat diadakannya acara tersebut, yaitu acara
pernikahan antara Abdullah dan Aminah. Lalu disembelihlah haiwan-
haiwan korban, dan manusia dari kalangan orang-orang fakir bahkan
binatang-binatang buas dan burung makan darinya. Abdullah tinggal
bersama isterinya dua bulan di rumah pernikahan, hingga suatu hari ada
khabar bahawa kafilah akan berangkat, lalu Abdullah pun mengikuti
kafilah tersebut dan melakukan perjalanan bersama kafilah perdagangan
Quraisy
menuju Syam, itu adalah kesempatan terakhir yang diperoleh Aminah
binti Wahab bersamanya. Wajah Abdullah yang mulai tampak berseri-seri
mengucapkan selamat tinggal kepada Aminah, lalu setelah itu bayang-
bayang wajahnya tersembunyi bersama kafilah dan mereka pun hilang.
Aminah tidak mengetahui bahawa itu adalah kesempatan terakhirnya
setelah dua bulan dari perkawinannya. Abdullah mengunjungi paman-
pamannya dari kabilah bani Najar di Madinah, dan di sana ia meletakkan
jasadnya di muka bumi, ia meninggal dunia.
Abdullah bin Abdul Muthalib kini telah meninggal. Saat itu ia berusia dua
puluh lima tahun. Khabar kematiannya tiba-tiba tersebar dan sangat
memilukan hati orang-orang yang mendengarnya, sehingga khabar itu
sampai ke isterinya. Aminah tampak menangis tersedu-sedu dan ia
tampak menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada dirinya dan tidak
mengetahui jawapannya, mengapa Allah SWT menebusnya dengan
seratus unta jika kemudian Dia menetapkan kematian baginya.
Tidak lama kemudian, lalu bergeraklah dirahimnya janin dengan gerakan
yang sedikit, ia tampak mulai mengetahui bahawa ia sedang hamil.
Aminah menangis dua kali, pertama ia menangis untuk dirinya sendiri dan
kali ini ia menangis untuk anak yang ditinggal mati ayahnya sebelum ia
sempat dilahirkan. Aminah tidak pernah mengetahui sebelumnya bahawa
janin yang dikandungnya akan menjadi anak yatim, ayahnya meninggal
saat ia dilahirkan.
Anak yatim ini harus menanggung beban anak-anak yatim dan orang-
orang fakir serta orang-orang yang sedih di muka bumi. Ia akan menjadi
Nabi yang terakhir dan rasul-Nya kepada manusia. Ia akan menjadi
rahmat yang dihadiahkan kepada manusia dan tidak akan mengetahui
makna rahmat kecuali orang yang merasakan penderitaan dan kepahitan.
Inilah anak kecil yang sebelum dilahirkan telah menelan kesedihan. Dan
berlalulah hari demi hari, lalu hilanglah tangisan penderitaan dan mata
Aminah pun telah mengering, namun kesedihannya tampak menyerupai
sebuah pohon yang tumbuh bersama kehausan.
Kemudian kesedihannya hari demi hari semakin ia rasakan tetapi
kesedihannya itu mulai tidak tampak ketika ia mendapatkan bahawa
janin yang dikandungnya tidaklah memberatkannya, sebaliknya ia
merasakan betapa ringannya janin yang dikandungnya bagaikan merpati
yang berkeliling di seputar Ka'bah, dan seandainya kesedihannya yang
selalu mengitarinya, maka tidak ada wanita yang lebih bahagia darinya
dengan kehamilan yang ringan ini. Janin itu adalah manusia yang mulia di
sisi Tuhan, kemudian semakin dekatlah hari kelahirannya. Sementara itu,
pasukan Abrahah mendekati Mekah.
Abrahah adalah seorang penguasa Yaman, yaitu pada saat Yaman tunduk
kepada Habasyah setelah penguasa Persia diusir. Di Yaman ia
membangun suatu gereja yang menunjukkan bangunan yang
menakjubkan. Abrahah membangunnya dengan niat agar orang-orang
Arab berpaling dari Baitul Haram di Mekah. Ia melihat betapa orang-
orang Yaman tertarik dengan rumah tersebut. Dan ketika ia tidak melihat
gereja yang dibangunnya memiliki daya tarik seperti itu dan tidak
mampu menarik hati orang-orang Arab, maka ia berkeinginan kuat untuk
menghancurkan Ka'bah, sehingga orang-orang tidak menuju ke Ka'bah lagi
melainkan ke gerejanya. Demikianlah akhirnya ia menyiapkan pasukan
yang besar yang dipenuhi dengan berbagai senjata, kemudian pasukan itu
menuju Ka'bah.
Pasukan Abrahah terdiri dari kelompok gajah yang besar yang
digunakannya untuk menghancurkan Ka'bah. Gajah-gajah itu bagaikan
tank-tank yang kita gunakan saat ini. Orang-orang Arab pun mendengar
rencana tersebut. Memang orang-orang Arab saat itu terkenal sebagai
penyembah berhala, meskipun demikian mereka sangat memberikan
penghargaan dan penghormatan terhadap Ka'bah, kerana mereka
meyakini bahawa mereka adalah anak-anak Nabi Ibrahim as dan Nabi
Ismail as pemelihara Ka'bah.
Perjalanan pasukan tiba-tiba dihadang oleh seorang lelaki yang mulia
dari penduduk Yaman yang bernama Dunaher. Ia mengajak kaumnya dan
dari kalangan orang-orang Arab untuk memerangi Abrahah, sehingga ada
beberapa orang yang mengikutinya. Abrahah berhadapan dengan tentera
tersebut tetapi pasukan yang sedikit itu dapat dengan mudah dipatahkan
oleh pasukan kafir yang besar itu. Kemudian Dunaher pun kalah dan
menjadi tawanan Abrahah. Pasukan Abrahah tersebut juga sempat
ditentang oleh Nufail bin Hubaid al-Aslami, namun Abrahah pun dapat
mengalahkan mereka dan berhasil menawan Nufail.
Kemudian ketika Abrahah melewati kota Taif, menghadaplah kepadanya
beberapa orang tokoh setempat, dan mereka tampak gementar
ketakutan dan berkata kepadanya bahawa sesungguhnya 'rumah' yang
ditujunya tidak berada di tempat mereka, tetapi berada di Mekah. Hal
itu mereka sampaikan dengan maksud untuk memalingkannya dari rumah
berhala mereka, di mana mereka membangun di dalamnya berhala yang
bernama Latha kemudian mereka mengutus seseorang yang akan
menunjukkan kepada Abrahah letak Ka'bah. Ketika Abrahah berada di
antara Taif dan Mekah, ia mengutus seorang pemimpin pasukannya
sehingga ia melihat keadaan Mekah. Di sana ia merampas banyak harta
dari kaum Quraisy dan selain mereka, dan di antara yang dirampasnya
adalah dua ratus unta milik Abdul Muthalib bin Hasyim. Saat itu Abdul
Muthalib adalah salah seorang pembesar Quraisy dan pemimpin mereka,
serta pengawas sumur Zamzam.
Kedatangan utusan Abrahah di Mekah telah menimbulkan gejolak pada
kabilah-kabilah. Akhirnya kaum Quraisy bergerak, begitu juga kaum
Khananah. Kemudian mereka mengetahui bahawa mereka tidak memiliki
kemampuan untuk melawan Abrahah, sehingga mereka membiarkannya,
lalu tersebarlah di Jazirah Arab berita tentang datangnya pasukan yang
kuat yang sulit untuk ditandingi. Dalam surat yang dibawa oleh utusannya
itu, Abrahah menyampaikan bahawa ia tidak datang untuk memerangi
mereka, namun ia datang hanya untuk menghancurkan Ka'bah. Jika
mereka tidak menentangnya, maka darah mereka tidak akan
ditumpahkan. Lalu utusan itu menemui Abdul Muthalib, ia menceritakan
tentang keinginan Abrahah. Abdul Muthalib berkata: "Kami tidak ingin
memeranginya kerana kami tidak memiliki kekuatan. Ka'bah adalah
rumah Allah SWT yang mulia dan suci, dan rumah kekasih-Nya Ibrahim.
Jika Ia mencegahnya, maka itu adalah rumah-Nya dan tempat suci-Nya,
namun jika Ia membiarkannya, maka demi Allah kami tidak memiliki
kekuatan untuk mempertahankannya." Kemudian utusan itu pergi
bersama Abdul Muthalib menuju Abrahah.
Abdul Muthalib adalah seseorang yang sangat terpandang dan sangat
mulia. Ia memiliki kewibawaan dan kehormatan yang mengagumkan.
Ketika Abrahah melihatnya, Abrahah menampakkan penghormatan
kepadanya. Abrahah memuliakannya dan mendudukannya di bawahnya,
ia tidak suka bahawa ia duduk bersamanya di kursi kekuasaannya. Lalu
Abrahah turun dari kerusinya dan duduk di atas sebuah permaidani dan
mendudukkan Abdul Muthalib di sisinya. Kemudian ia berkata kepada
penerjemahnya: "Katakan padanya apa kebutuhannya?" Abdul Muthalib
berkata: "Kebutuhanku adalah agar Abrahah mengembalikan dua ratus
ekor unta yang diambilnya dariku" Ketika Abdul Muthalib mengatakan
demikian, wajah Abrahah berubah, lalu ia berkata kepada
penerjemahnya: "Katakan padanya sungguh aku merasa kagum ketika
melihatnya, kemudian aku merasakan kehati-hatian saat berbicara
dengannya, apakah engkau berbicara denganku tentang dua ratus ekor
unta yang telah aku ambil, lalu engkau membiarkan rumah yang
merupakan simbol agamanya dan datuk-datuknya, yang aku datang untuk
menghancurkannya dan dia tidak menyinggungnya sama sekali" Abdul
Muthalib menjawab: "Aku adalah pemilik unta, sedangkan pemilik rumah
itu adalah Tuhan yang melindunginya." Abrahah berkata: "Dia tidak akan
mampu melindunginya dariku." Abdul Muthalib menjawab: "Lihat saja
nanti!"
Selesailah dialog antara Abdul Muthalib dan Abrahah. Abrahah pun
mengembalikan unta yang telah dirampasnya. Abdul Muthalib pergi
menemui orang-orang Quraisy dan menceritakan apa yang dialaminya,
dan ia memerintahkan mereka untuk meninggalkan Mekah dan berlindung
dibalik gua-gua di gunung. Akhirnya kota Mekah dikosongkan oleh
pemiliknya. Aminah binti Wahab keluar ke gunung-gunung di dekat kota
Mekah kemudian malaikat turun di bumi Jarzirah Arab.
Abdul Muthalib berdiri dan memegangi pintu Ka'bah dan berdiri bersama
dengan sekelompok orang-orang Quraisy, mereka berdoa kepada Allah
SWT dan meminta perlindungan-Nya, agar para malaikat memerintahkan
gajah-gajah tidak melangkahkan kakinya sehingga gajah itu pun tetap di
tempatnya dan mentaati perintah para malaikat, kemudian gajah-gajah
itu menerima pukulan yang dahsyat namun gajah-gajah itu tetap berdiam
di tempatnya, gajah-gajah itu tampak gementar dan berteriak tetapi
lagi-lagi gajah-gajah itu menolak untuk bergerak dan tidak bergerak
selangkah pun. Abrahah bertanya: "Mengapa pasukan tidak bergerak?"
Kemudian dikatakan kepadanya bahawa gajah-gajah menolak untuk
bergerak. Abrahah mengangkat cemetinya. Dengan muka emosi, ia ingin
melihat apa yang sebenarnya terjadi dengan gajah-gajahnya.
Matahari saat itu bersinar dan ia duduk di khemahnya. Ketika ia keluar,
matahari bersembunyi di balik segerombolan burung. Abrahah
mengangkat pandangannya ke arah langit. Mula-mula ia membayangkan
bahawa ia melihat sekawanan awan yang hitam. Kemudian ia mengamat-
amati awan itu. Dan ternyata ia bukan awan biasa. Itu adalah
sekelompok burung yang menutupi cahaya matahari dan menyerupai
awan yang tebal. Burung ababil, burung yang banyak.
Gajah-gajah semakin berteriak dengan kencang dan tampak ketakutan.
Dan rasa takut itu kini menghinggapi seluruh pasukan. Abrahah berteriak
di tengah-tengah pasukannya agar gajah diusahakan untuk maju secara
paksa. Kemudian terbukalah salah satu jendela dari jendela al-Jahim,
dan burung-burung itu menghujani pasukan dengan batu dari Sijil, yaitu
batu yang sama yang pernah dihujankan kepada kaum Nabi Luth. Batu itu
menyerupai bom-bom atom yang digunakan saat ini.
Jika Anda membaca buku-buku kuno, maka Anda akan mengetahui
bagaimana peristiwa yang menimpa pasukan Abrahah. Anda akan
membayangkan bahawa Anda berada di hadapan suatu kekuatan yang
menghancurkan yang tidak diketahui asal muasalnya. Dunia mengenali
sebahagian darinya setelah empat belas abad dari peristiwa tersebut.
Buku-buku itu mengatakan bahawa pasukan itu dihancurkan dengan
penghancuran yang dahsyat.
Para tentera Abrahah kembali dalam keadaan binasa di mana daging-
daging dari tubuh mereka berciciran di jalan. Abrahah pun mendapatkan
luka dan mereka keluar dari tempat itu dalam keadaan dagingnya
terpisah satu persatu. Abrahah pun terbelah dadanya dan mati.
Kemudian jasad para pasukannya tersebar dan berciciran di bumi, seperti
tanaman yang dimakan oleh binatang. Setelah mendekati setengah abad,
turunlah suatu surah di Mekah yang menceritakan tentang peristiwa itu:
"Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah
bertindak terhadap tentera gajah? Bukankah Dia telah menjadikan
tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka 'bah) itu sia-sia? Dan Dia
mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang
melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
lalu Dia menjadikan mereka seperti daun yang dimakan (ulat)." (QS.
al-Fil: 1-5)
Pasukan gajah yang ingin memporak-porandakan Mekah dikalahkan.
Kemudian mereka dihancurkan dan Tuhan pemilik Ka'bah berhasil
melindungi rumah suci-Nya. Perlindungan tersebut bukan sebagai
penghormatan bagi orang yang tinggal di rumah itu dan bukan sebagai
bentuk pengkabulan doa kaum yang menyembah berhala yang memenuhi
tempat itu. Allah SWT sebagai Pelindung Ka'bah memeliharanya kerana
adanya hikmah yang tinggi; Allah SWT menginginkan sesuatu bagi rumah
itu; Allah SWT ingin melindunginya agar tempat itu menjadi tempat yang
damai bagi manusia dan supaya tempat itu menjadi pusat dari akidah
yang baru dan menjadi tanah bebas yang aman, yang tidak dikuasai oleh
seseorang pun dari luar dan juga tidak didominasi oleh pemerintahan
asing yang akan membatasi dakwah. Yang demikian itu kerana di sana
terdapat rumah dari rumah-rumah di Mekah yang lahir di sana seorang
anak di mana ibunya bernama Aminah binti Wahab dan ayahnya adalah
Abdullah, salah seorang tokoh Arab. Anak itu belum dilahirkan dan belum
dapat tugas kenabian dan ia belum memikul Islam di atas pundaknya dan
belum menjadi rahmat bagi alam semesta. Kemudian datanglah Abrahah
yang ingin menghancurkan semua ini tanpa ia mengetahui semua rahsia
ini.
Tragedi yang menimpa Abrahah adalah kerana bahawa ia berusaha
menentang kehendak Ilahi sehingga kehendak Ilahi itu menghancurkannya
dengan mukjizat yang mengagumkan. Datanglah banyak burung dengan
membawa batu-batuan yang tidak didengar suaranya. Kemudian burung-
burung melemparkan batu-batu itu kepada Abrahah berserta tenteranya.
Semua ini berdasarkan rencana Ilahi terhadap rumah-Nya dan agama-Nya
serta nabi-Nya sebelum orang mengetahui bahawa Nabi Islam telah
bersiap-siap untuk meninggalkan tempat tidurnya di perut ibunya dan
mulai memasuki kehidupan yang keras di muka bumi.
Di tengah-tengah kegembiraan Mekah kerana keselamatan penghuninya
dan selamatnya Ka'bah, Aminah binti Wahab bermimpi: di tengah suatu
malam ia menyaksikan dirinya berdiri sendirian di tengah-tengah gurun,
dan telah keluar dari dirinya suatu cahaya besar yang menyinari timur
dan barat dan terbentang hingga langit. Aminah tiba-tiba terbangun dari
tidurnya namun ia tidak mengetahui tafsir dari mimpinya.
Berlalulah hari demi hari dari tahun gajah. Dan pada waktu sahur dari
malam Senin hari kedua belas dari bulan Rabiul Awal, Aminah melahirkan
seorang anak kecil yang yatim yang bernama Muhammad bin Abdillah bin
Abdul Muthalib, seorang cucu dari Ismail bin Ibrahim bin Adam.
Sebelum ia dilahirkan, dunia mati kerana kehausan padanya. Kehausan
dunia sangat besar kepada cinta, rahmat, dan keadilan. Sekarang teiah
berlalu 600 tahun dari kelahiran al-Masih dan orang-orang Masehi telah
menjauhi ajaran cinta, bahkan keyakinan-keyakinan berhalaisme telah
meresap kepada sebahagian kelompok mereka dan kejernihan ajaran
tauhid telah ternodai. Sedangkan orang-orang Yahudi telah meninggalkan
wasiat-wasiat Musa dan mereka kembali menyembah lembu yang terbuat
dari emas. Dan setiap orang dari mereka lebih memilih untuk memiliki
lembu emas yang khusus. Demikianlah, berhalaisme telah menyerang di
bumi. Bumi dipenuhi oleh kegelapan. Akal disingkirkan dan Tuhan
dilupakan dan mereka menyerahkan diri mereka kepada pembohong.
Ketika jantung dunia telah terkena kekeringan, maka memancarlah dari
timur suatu mata air keimanan yang jernih yang menjadi puas dengannya
separa dunia. Dan mukjizat besar terjadi ketika mata air ini
mengeluarkan air yang jernih dari jantung gurun yang paling besar
ketandusannya di dunia, yaitu gurun jazirah Arab. Berkenaan dengan
penggambaran masa tersebut, dalam hadis yang mulia dikatakan:
"Sesungguhnya Allah melihat penduduk bumi lalu Dia murka kepada
mereka, baik orang-orang Arab mahupun orang-orang Ajam kecuali
sebahagian kecil dari Ahlul kitab."
Di tenda yang kasar, lahirlah seorang anak yatim yang kemudian
bertanggungjawab untuk memberikan minum kepada dunia yang haus
pada cinta, keadilan, kebebasan, serta kebenaran. Sementara itu,
beberapa langkah dari tempat kelahirannya terdapat berhala-berhala
yang memenuhi Baitul 'Athiq dan sekitar Ka'bah yang dibangun oleh Nabi
Ibrahim dan Nabi Ismail agar menjadi rumah Allah SWT dan Dia disembah
di dalamnya dan manusia merasa tenteram di dalamnya. Di rumah yang
kuno ini - yang dibangun sebelumnya oleh Adam - dipenuhi patung-
patung tuhan yang terbuat dari batu dan kayu. Ini menunjukkan betapa
akal orang-orang Arab saat itu mengalami titik terendah.
Sementara itu nun jauh di sana, tepatnya di Yatsrib atau Madinah
dipenuhi oleh orang-orang Yahudi yang mereka datang di sana kerana
melarikan diri dari penindasan orang-orang Romawi. Mereka tinggal di
situ bagaikan serigala-serigala di atas tanah yang tersubur di mana
mereka melakukan monopoli dalam perdagangan. Mereka membangun
kejayaan mereka dengan memanfaatkan orang-orang Arab dan
kehairanan mereka terhadap diri mereka sendiri.
Para cendekiawan Yahudi memperdagangkan segala sesuatu, dimulai dari
emas sampai Taurat. Mereka menyembunyikan kertas-kertas darinya dan
menampakkan sebahagiannya; mereka mengubah kertas-kertas Taurat itu
untuk memperkaya diri mereka. Pada saat orang-orang Yahudi
menyembah emas dan sangat lihai melakukan persekongkolan, orang-
orang Arab justru menyembah batu dan mereka pandai berperang.
Mereka juga lihai dalam membuat syair lalu menggantungkannya di atas
tirai-tirai Ka'bah. Orang-orang Arab hidup di bawah naungan sistem
kesukuan di mana kepala suku adalah pemimpin dan nilainya sebanding
dengan anak buahnya, dan kemampuan mereka dalam berperang. Dan
keutamaan seseorang di lihat dari asal muasalnya serta nilainya juga di
lihat dari kefanatikannya serta kebanggaannya kepada nasab yang
merupakan kemuliaannya, juga kefanatikannya terhadap berhala
tertentu yang merupakan agamanya. Jadi, segala bentuk kemuliaan dan
kewibawaan tidak terbentuk kecuali dalam ruang lingkup yang sempit
dalam kabilah atau kesukuan.
Sedangkan di tempat yang jauh dari Mekah, Romawi menyerupai burung
rajawali yang lemah, namun belum sampai kehilangan kekuatannya.
Orang-orang Romawi sangat menyanjung kekuatan. Sedangkan di belahan
timur dari utara negeri Arab, orang-orang Persia menyembah api dan air.
Api tetap menyala di tempat peribadatan mereka di mana manusia rukuk
untuknya. Dan di sana terdapat danau Sawah yang dianggap suci oleh
mereka.
Sementara itu, Kisra, raja kaum Persia duduk di atas singgahsananya dan
memberikan keputusan terhadap manusia. Keputusan Kisra selalu
didengar dan dilaksanakan. Tidak ada seorang pun yang berani
menentangnya dan menolaknya. Orang-orang Persia berhasil
mengalahkan Romawi dan Yunani, sehingga mereka menjadi kekuatan
yang dahsyat di muka bumi. Meskipun mereka memiliki kekuatan yang
sangat luar biasa, namun penyembahan api jelas-jelas menunjukkan
betapa bodohnya mereka dan betapa kekuatan mereka diliputi oleh
kebodohan sehingga akal mereka tercabut dan mereka terhalangi untuk
mencapai kebenaran. Alhasil, kegelapan semakin meningkat di setiap
penjuru bumi dan kehidupan berubah menjadi hutan yang lebat di mana
di dalamnya seorang yang kuat akan menyingkirkan seorang yang lemah
dan di dalamnya yang menang adalah kebatilan.
Di tengah-tengah suasana yang demikian kelam, lahirlah seorang anak di
tenda Mekah. Ketika anak tersebut lahir, maka padamlah api yang
disembah oleh kaum Persia dan keringlah danau Sawah yang disucikan
oleh manusia, bahkan robohlah empat belas loteng dari istana Kisra. Dan
syaitan merasa bahawa penderitaan yang besar telah merobek-robek
hatinya. Ini semua sebagai simbol dimulainya kehancuran kejahatan atau
keburukan di muka bumi dan terbebasnya akal manusia dari
penyembahan terhadap sesama manusia atau terhadap hal-hal yang
bersifat khurafat. Manusia diajak hanya untuk menyembah kepada Allah
SWT. Kelahiran Rasul sebagai bukti hilangnya kelaliman, sebagaimana
kelahiran Nabi Musa yang menunjukkan kebebasan Bani Israil dari
kelaliman Fir'aun.
Ajaran Muhammad bin Abdillah merupakan ajaran revolusi yang paling
meyakinkan dan yang paling penting yang pernah dikenal di dunia; ajaran
yang bertugas untuk menyelamatkan dan membebaskan akal dan materi.
tentera Al-Quran adalah tentera yang paling adil dan paling berani untuk
menghancurkan orang-orang yang lalim. Kita akan melihat dalam sejarah
Nabi bahawa kejadian-kejadian luar biasa telah mengelilingi Ka'bah
sebelum kelahirannya. Kemudian terjadilah peristiwa luar biasa setelah
kelahirannya di mana terjadilah peristiwa pembelahan dada pada saat
beliau masih kecil, begitu juga beliau dinaungi oleh awan di waktu kecil,
bahkan beliau terkenal pada saat masih kecil dengan kecenderungan
untuk meninggalkan permainan-permainan yang biasa dimainkan oleh
anak-anak kecil seusia beliau. Allah SWT memberikan penjagaan khusus
kepadanya sehingga Jibril as turun kepadanya dengan membawa wahyu.
Selanjutnya, mukjizatnya yang pertama adalah mukjizat yang terdapat
pada keperibadiannya dan pemikiran-pemikirannya. Itulah yang menjadi
mukjizatnya yang terbesar setelah Al-Quran; itu adalah bangunan rohani
yang tinggi di mana beliau mampu menahan penderitaan di jalan Allah
SWT. Dan dalam menegakkan kebenaran, beliau memikul berbagai
macam rintangan. Beliau melaksanakan amanat yang dikembangnya
secara sempurna dan sebaik-baik mungkin. Hal yang indah yang dikatakan
tentang mukjizat Nabi setelah diutusnya beliau adalah bahawa beliau
tidak mempunyai mukjizat selain usaha membebaskan akal: tanpa
memiliki kekuatan luar biasa selain membebaskan fikiran, tanpa dalil
selain kalimat Allah SWT.
Sedangkan Isa bin Maryam telah berdakwah dan mengajak manusia untuk
menciptakan kesamaan, persaudaraan, dan cinta kasih di antara mereka,
namun Muhammad saw diberi kurnia untuk mewujudkan persamaan,
persaudaraan, dan cinta kasih di antara orang-orang mukmin di tengah-
tengah kehidupannya dan setelah kehidupannya.
Ketika Nabi Isa mampu menghidupkan orang-orang yang mati dan
mengeluarkan mereka dari kuburan, Muhammad bin Abdillah
menghidupkan orang-orang hidup dari kematian mereka yang tidak
pernah mereka sedari. Itu adalah bentuk kematian yang paling berat.
Beliau juga mengeluarkan mereka dari kegelapan dan kebodohan menuju
cahaya ilmu, dan dari belenggu syirik dan kekufuran menuju dunia
tauhid.
Sulaiman sebagai seorang Nabi dan raja mampu memperkerjakan jin
untuk mengabdi padanya, bahkan mereka mampu terbang beribu-ribu mil
untuk menghadirkan singgasana musuh-musuhnya agar mereka semua
tercengang terhadap kemampuannya, sehingga mereka masuk Islam.
Namun Muhammad saw justru mengabdi kepada Islam hanya sebagai
seorang tentera yang sederhana. Beliau mengetahui bahawa ketika beliau
lalai sesaat saja dari dakwah di jalan Allah SWT, maka kesempatannya
dalam menyebarkan agama Islam akan hilang.
Di saat terjadi peristiwa besar dalam peperangan, tiba-tiba azan solat
dikumandangkan, sehingga para pasukan yang berperang mengerjakan
solat. Tidak ada malaikat yang turun untuk melindungi mereka ketika
solat atau mencegah datangnya anak-anak panah dari punggung mereka
saat sujud. kerana itu, hendaklah para pasukan melindungi dirinya
sendiri. Para pasukan mukmin berusaha solat secara bergantian:
sebahagian mereka solat dan sebahagian mereka bertugas untuk
menjaga.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu
kamu hendak mendirikan solat bersama-sama mereka, maka
hendaklah segolongan dari mereka berdiri (solat) bersertamu dan
menyandang senjata, kemudian apabila mereka sujud (telah
menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari
belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang
golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu
bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap
siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin agar kamu
lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka
menyerbu kamu dengan sekaligus."(QS. an-Nisa': 102)
Selesailah masalah itu dan tidak ada malaikat yang turun untuk
melindunginya dan menolongnya. Ini adalah masa kematangan akal dan
masa keletihan para nabi dan orang-orang mukmin. Dan sesuai kadar
keletihan mereka dalam menyampaikan ajaran Islam, mereka pun akan
mendapatkan balasan yang besar.
Pada masa para nabi sebelum Nabi Muhammad saw, mereka
menghadirkan mukjizat-mukjizat kepada kaum mereka saat memulai
dakwah, sehingga kaum tersebut mempercayai apa saja yang mereka
bawa, sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tidak menghadirkan
kepada kaumnya selain dirinya dan ketulusannya.
Allah SWT telah memutuskan untuk melindungi Musa dan
memerintahkannya untuk mengangkat gunung di atas kaumnya hingga
mereka beriman kepada Taurat, atau untuk menjatuhkan gunung
tersebut di atas mereka. Ketika mengetahui hal yang Demikian itu,
orang-orang Yahudi sujud dengan meletakkan pipi mereka di atas tanah
dan mereka mengamati bukit batu yang berada di atas kepala mereka
yang diangkat oleh tangan yang tersembunyi. Sedangkan Nabi Muhammad
bin Abdillah tak pernah memaksa seseorang pun. Berimanlah beberapa
orang kepadanya dan puaslah beberapa orang kepadanya dan matilah
bersamanya orang-orang yang mati dalam keadaan puas. Beliau tidak
membawa pedang kecuali saat panah yang beracun mendekati jantung
Islam dan mengancamnya.
Dakwah para nabi menuntut terjadinya mukjizat demi mukjizat. Ini
kerana masa kekanak-kanakan manusia serta kelemahan akal dan
hilangnya panca indera menuntut rahmat Allah SWT untuk mendatangkan
mukjizat yang sesuai dengan masa turunnya mukjizat tersebut dan
budaya masyarakat setempat. Adalah hal yang maklum bahawa di
tengah-tengah penduduk Mekah saat itu tidak terdapat orang-orang yang
cerdas atau orang-orang yang bijak yang mampu menyerap kata-kata
yang baik. Dan kesulitan yang dihadapi oleh Islam adalah bahawa ia tidak
diturunkan pada masa ini saja, tetapi Islam diturunkan untuk setiap
masa. Allah SWT mengetahui bahawa manusia telah memasuki masa
kematangan berfikir yang mengagumkan, maka hikmah-Nya menuntut
bahawa pernyataan yang pertama kali disebutkan dalam risalah-Nya
adalah "iqra'" (bacalah). Di samping itu, risalah tersebut mengandung
pemikiran yang universal, sistem yang membangun, dan hukum yang
mempesona, serta kebebasan yang diidamkan, dan manusia yang
sempurna.
Adalah tidak mengurangi kehormatan para nabi sebelum Nabi Muhammad
saw di mana mereka tidak diutus di masa-masa kematangan pemikiran,
tetapi yang menambah kehormatan Nabi Muhammad saw bahawa beliau
diutus di tengah-tengah masa kematangan berfikir, dan beliau diutus
sebelum datangnya masa ini. Beliau memikul berbagai lipat cubaan yang
pernah dipikul oleh para nabi; beliau berdakwah dengan menanggung
berbagai lipat godaan dan cubaan; beliau mengalami seksaan yang
pernah dialami oleh semua para nabi; beliau mencintai Allah SWT
sebagaimana para nabi mencintai-Nya. Allah SWT memuliakannya ketika
beliau mengimami mereka di saat solat pada saat beliau melakukan Isra'
dan Mi'raj. Meskipun demikian, ketika beliau keluar pada suatu hari
menemui sahabat-sahabatnya dan mendapati mereka mengutamakan
para nabi dan mendahulukannya atas mereka, maka beliau justru
menampakkan kemarahan dan wajahnya berubah. Beliau berkata:
"Janganlah kalian mengutamakan aku atas Yunus bin Mata."
Melalui pernyataan itu, beliau berusaha meletakkan suatu pondasi
pemikiran yang harus dilalui oleh kaum Muslim di mana para nabi
memang memiliki darjat tertentu di sisi Allah SWT. Boleh jadi ada nabi
yang lebih afdal atau yang lebih mulia daripada yang lain. Siapakah yang
menetapkan hal itu? Tidak ada seorang pun selain Allah SWT. Ada pun
kaum Muslim hendaklah mereka berhenti pada batas tertentu yang
seharusnya mereka berikan berkaitan dengan sopan santun terhadap para
nabi. Selama Allah SWT menyampaikan selawat kepada rasul sebagai
bentuk penghormatan dan memerintahkan mereka untuk menyampaikan
selawat kepadanya, dan selama Rasulullah seperti nabi-nabi yang lain,
maka hendaklah mereka juga berselawat kepada semua nabi tanpa
perbezaan, meskipun pada bentuk selawat itu sendiri.
Sementara itu, bayi yang mungil itu yang lahir di Mekah bergerak setelah
tahun gajah. Kemudian berita tersebar di sana sini dan Sampailah ke
telinga datuknya bahawa cucunya telah dilahirkan. Abdul Muthalib segera
menuju ke tempat itu dan membawa cucunya yang yatim lalu berkeliling
dengannya di Ka'bah sambil memikirkan namanya. Abdul Muthalib tidak
merasa terpukau dengan nama-nama yang mulai beredar di benaknya. Ia
tampak bingung menentukan nama yang paling tepat buat cucunya,
bahkan kebingungannya itu berlanjutan sampai enam hari, sehingga sang
Nabi di sunat. Ketika malam telah menyelimuti kawasan Mekah,
datanglah kepadanya suara yang sama yang dulu pernah dilihatnya dan
didengarnya yang memerintahkannya untuk menggali zamzam. Di
tengah-tengah tidurnya, suara itu membisikkan kepadanya bahawa nama
cucunya berasal dari al-Ham, yang berarti Muhammad atau Ahmad.
Orang-orang Quraisy bertanya kepada Abdul Muthalib: "Nama apa yang
engkau berikan kepada cucumu?" Abdul Muthalib menjawab sambil
mengingat bisikan suara yang didengarnya saat mimpi, "Muhammad."
Nama tersebut sebenamya tidak umum di kalangan orang-orang
Jahilliyah. Mereka bertanya, "Mengapa Abdul Muthalib tidak memakai
nama-nama datuk-datuknya dan nama-nama yang biasa dipakai di
kalangan mereka." Abdul Muthalib menjawab: "Aku ingin Allah SWT
memujinya di langit dan manusia memujinya di bumi."
Kami tidak mengetahui dorongan apa yang membuat Abdul Muthalib
untuk menyatakan kalimat tersebut. Apakah kalimat itu bersumber dari
realiti kebanggaan orang-orang Arab yang popular atau berasal dari
realiti kebanggaan tradisional? Atau, apakah berangkat dari realiti
kegembiraan yang dalam dengan kelahiran si cucu, ataukah kalimat itu
bersumber dari suasana rohani yang jernih dan bisikan alam ghaib? Tentu
kami tidak bisa menjawab. Yang dapat kami ketahui adalah bahawa
seseorang tidak akan layak menyandang predikat manusia yang dipuji di
bumi dan dipuji oleh Allah SWT di langit seperti predikat yang disandang
oleh Muhammad bin Abdillah.
Nabi Muhammad saw muncul ke alam wujud dalam keadaan yatim.
Beliau ditinggalkan oleh ayahnya saat beliau masih janin di dalam perut
ibunya. Allah SWT berfirman:
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia
melindungimu?" (QS. adh-Dhuha: 6)
Allah SWT melindunginya. Orang-orang sufi mengatakan bahawa sebab-
sebab kemanusiaan seperti adanya datuknya Abdul Muthalib dan
bagaimana ia mengasuhnya dan melindunginya tidak lain hanya bentuk
lahiriah yang tidak begitu penting, sedangkan bentuk batiniah yang
sebenarnya adalah kita berada di hadapan manusia yang dilindungi dan
diasuh oleh Tuhannya sejak masih kecil. Allah SWT mendidiknya saat
beliau masih kecil, dan mengujinya dengan keyatiman saat beliau masih
janin serta mengujinya dengan kelaparan sejak masih kecil, dan dewasa
dengan kematian si ibu, saat beliau masih kecil dengan keterasingan di
tengah-tengah keramaian, dan dengan terjaga di tengah-tengah tidur
serta dengan penderitaan demi penderitaan. Allah SWT telah
menyiapkannya sejak usia dini untuk memikul beban risalah terakhir.
Selanjutnya, ibunya seringkali memeluknya lebih dari sebelumnya. Ia
melihat bahawa banyak dari wanita-wanita yang menyusui tidak
berkenan untuk mengasuhnya. Adalah sudah menjadi tradisi yang
berkembang di Mekah di mana keluarga-keluarga yang mulia mengirim
anaknya ke kawasan dusun agar anak tersebut menyerap dan menghirup
udara segar serta memperoleh mainan yang memadai. Dan biasanya
wanita-wanita yang menyusui anak-anak lebih tertarik menyusui anak-
anak dari orang-orang kaya. Namun ketika pemimpin manusia seorang
yang fakir, maka wanita-wanita yang biasa menyusui tidak berminat
kepadanya.
Marilah kita telusuri bagaimana Halimah binti Abi Duaib menceritakan
kisahnya bersama anak kecil yang disusuinya: "Saat itu terjadi musim
tandus dan kami tidak memiliki sesuatu sehingga aku dan suamiku
mengalami kemiskinan yang luar biasa. Lalu kami menetapkan keluar ke
Mekah dan menemani wanita-wanita dari Bani Sa'ad. Kami semua
mencari anak-anak yang masih menyusu agar orang tua mereka dapat
membantu kami untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Binatang yang aku tunggangi sangat lemah dan sangat kurus yang itu
semua disebabkan oleh kekurangan makanan. Bahkan kami khawatir
kalau-kalau ia berhenti di tengah perjalanan dan mati. Dan kami tidak
tidur semalaman kerana melihat kondisi anak kecil yang bersama kami.
Ia menangis kerana tidak menemukan makanan yang dapat dimakannya.
Ia menangis kerana kelaparan dan tidak mendapat air susu, baik dari air
susuku mahupun air susu unta yang dibawa oleh suamiku, sehingga kami
tidak dapat memuaskan dahaganya. Di tengah-tengah malam, aku
merasakan keputusasaan. Aku bertanya-tanya bagaimana aku dapat
melakukan sesuatu dalam keadaan yang demikian.
Akhirnya, kami sampai di Mekah. Sementara itu, wanita-wanita yang
ingin mencari anak-anak yang dapat mereka susui telah mendahului
kami. Mereka mengambil anak-anak kecil yang mereka sukai, kecuali satu
anak, yaitu Muhammad di mana ayahnya telah meninggal dan ia berasal
dari keluarga yang miskin meskipun sebenarnya kedudukannya sangat
mulia di antara tokoh-tokoh Quraisy. Oleh kerana itu, wanita-wanita
enggan untuk mengasuhnya. Namun aku dan suamiku tidak sefaham
dengan mereka kerana aku tidak peduli dengan keyatiman dan
kefakirannya. Kemudian aku malu untuk kembali dan tidak mengambil
bayi yang dapat aku susui kemudian. Di samping itu, aku malu jika
mendapat cercaan dari wanita-wanita itu. Lalu aku merasakan adanya
kasih sayang yang memenuhi hatiku terhadap anak kecil yang tampan itu
yang akan diganggu oleh udara yang kotor."
Kisah tersebut mengatakan bahawa saat anak-anak kecil mendapatkan
wanita-wanita yang menyusuinya, maka Muhammad bin Abdillah sedang
tidur dalam keadaan lapar di ranjangnya yang kasar, tanpa disusui oleh
siapa pun. Suatu hikmah yang tinggi berkehendak agar bayi yang masih
menyusui itu menghadapi dunia dalam keadaan yatim dan dalam keadaan
kelaparan agar ia dapat merasakan penderitaan anak-anak yatim dan
orang-orang yang lapar sebelum ia menyelamatkan mereka.
Halimah mengatakan bahawa ia meyakinkan suaminya bahawa ia
merasakan keinginan yang kuat untuk mengambil anak yatim ini,
sehingga suaminya menyetujuinya. Halimah tidak mengetahui rahsia
keinginannya yang samar agar ia kembali untuk mengambil anak yatim
yang masih menyusu ini. Ia tidak mengetahui bahawa Allah SWT telah
menanamkan rasa cinta kepada anak kecil itu dalam hatinya seperti Allah
SWT menanamkan cinta kepada Musa pada hati isteri Fir'aun. Jika Musa
menolak wanita-wanita lain untuk menyusuinya kecuali ibunya setelah
Allah SWT mencegahnya dari susuan wanita-wanita lain agar ibunya
merasa bahagia dan tidak bersedih, maka Muhammad bin Abdillah -
seorang anak kecil yang masih menyusu dan mulia - -justru ditolak oleh
wanita-wanita yang menyusui, sedangkan ia sendiri tidak pernah menolak
seseorang pun.
Halimah kembali kepadanya dan ia memberitahu bahawa ia akan
mengasuhnya. Nabi Muhammad saw adalah seorang yang mulia. Halimah
meletakkan tangannya di dadanya, sehingga anak kecil itu tertawa.
Halimah mencium di antara kedua matanya. la meletakkannya di
kamarnya. Halimah mengetahui bahawa kedua air susunya telah kering,
namun tiba-tiba air susunya memancar dengan keras sebagai bentuk
kasih sayang dan tanda kebesaran dari Allah SWT. Kini Halimah pun dapat
menyusuinya. Apakah itu merupakan hikmah yang tinggi di mana anak
kecil tersebut merasa cukup dengan sesuatu yang sedikit? Ataukah anak
kecil itu sudah dapat mendidik dirinya untuk zuhud dan qanaah sebelum
ia mendidik orang-orang dewasa tentang pengorbanan dan kesatriaan?
Halimah kembali ke gurun Bani Sa'ad dan ia membawa Muhammad bin
Abdillah. Belum lama ia menyaksikan tanahnya yang tandus sehingga
tiba-tiba kebaikan dunia terbuka dan mekar di hadapannya, di mana
bumi dipenuhi dengan kehijau-hijauan setelah mengalami masa tandus.
Pohon-pohon berbuah dan buah kurma tampak berseri-seri setelah
sebelumnya layu, bahkan susu-susu binatang pun mulai tampak banyak.
Allah SWT memberikan berkah-Nya kepada tempat tersebut. Halimah
mengetahui bahawa kebaikan ini telah datang bersama kedatangan anak
kecil yang diberkahi, sehingga cintanya kepada anak itu semakin
bertambah. Bahkan suaminya pun menjadi tawanan cinta yang lain
kepada Muhammad saw.
Pada suatu hari ia berkata kepada isterinya: "Apakah engkau mengetahui
wahai Halimah bahawa engkau telah mengambil seorang anak yang
mulia?" Halimah berkata: "Anak kecil itu tidak menangis dan tidak
berteriak kecuali ketika ia telanjang." Ketika anak kecil itu gelisah di
tengah malam dan tidak tidur, maka Halimah membawanya keluar dari
khemah dan ia berhenti bersamanya di bawah sinar bintang. Saat itu
anak itu tampak bergembira ketika menyaksikan langit. Setelah kedua
matanya terpuaskan oleh pandangan ke arah langit, ia pun mulai tidur.
Ketika anak itu mencapai tahun yang kedua, maka ia telah disapih,
sehingga ibunya ingin mengambilnya, tetapi Halimah tidak kuat untuk
menahan perpisahan ini. Halimah menjatuhkan dirinya di hadapan kedua
kaki sang ibu dan ia mulai menciuminya dan ia meminta agar
membiarkannya bersama anaknya sehingga anak itu benar-benar kuat
dan dapat kembali menghirup udara segar gurun. Akhirnya, Rasulullah
saw tinggal di tempat Bani Sa'ad sampai lima tahun. Dan pada masa lima
tahun ini terjadi peristiwa penting yang terkenal dengan peristiwa
pembelahan dada. Kehendak Ilahi telah menetapkan kepada Ruhul Amin,
yaitu Jibril untuk menemui Muhammad bin Abdillah dan membelah
dadanya dengan perintah Ilahi serta menyuci hatinya dengan rahmat dan
mengeringkannya dengan cahaya dan mengeluarkan bahagian dunia
darinya.
Seperti biasanya Rasulullah saw keluar pada suatu hari bersama saudara
susuannya dengan menunggangi sekawanan domba menuju tempat
penggembalaan. Di tengah hari, saudaranya berlari-lari dalam keadaan
takut dan menangis sambil berteriak bahawa Muhammad telah terbunuh.
Muhammad diambil oleh dua orang laki-laki yang memakai baju yang
putih lalu kedua orang itu menelentangkannya dan membelah dadanya.
Mendengar hal itu, Halimah sangat kejut dan terpukul. Ia segera pergi
sambil berlari mencari Muhammad dan diikuti oleh suaminya yang
mengikuti petunjuk anak kecil dari saudara Muhammad. Akhirnya,
mereka menemukan Muhammad sedang duduk di atas tanah di mana
wajahnya tampak pucat dan kedua matanya menyala.
Halimah dan suaminya mencium dengan lembut dan mulai menampakkan
kasih sayangnya. Kemudian mereka bertanya, "apa yang terjadi?"
Muhammad menjawab: "Ketika aku memperhatikan domba-domba yang
sedang bermain aku dikejutkan dengan kedatangan dua orang yang
memakai pakaian yang putih. Mula-mula aku menyangka bahawa mereka
adalah burung yang besar, namun ternyata aku salah. Mereka adalah dua
orang yang tidak aku kenal yang memakai pakaian warna putih. Salah
seorang dari mereka berkata kepada temannya dengan menunjuk ke
arahku, "Apakah ini anaknya?" Yang lain menjawab, "benar." Aku
merasakan ketakutan yang luar biasa. Lalu mereka mengambilku dan
menidurkan aku serta membelah dadaku dan mereka mengambil sesuatu
darinya hingga mereka mendapatinya dan membuangnya jauh-jauh.
Setelah itu, mereka bersembunyi laksana bayangan."
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Anas dan juga diriwayatkan oleh Muslim
dan Ahmad. Para mufasir berbeza pendapat tentang simbolisme yang
dalam ini. Sebahagian besar ulama menakwilkan peristiwa tersebut.
Pakar-pakar klasik, seperti Qurthubi berpendapat bahawa peristiwa itu
diisyaratkan oleh firman-Nya: "Bukankah Kami telah melapangkan
untukmu dadamu?. " (QS. Alam Nasyrah: 1)
Sedangkan tokoh-tokoh hadis, seperti Ghazali berpendapat bahawa
manusia istimewa seperti Muhammad saw tidak mungkin terlepas dari
bimbingan Ilahi dan tidak mungkin terkena waswas sekecil apa pun yang
biasa menimpa manusia biasa. Jika suatu kejahatan menjadi suatu
gelombang yang memenuhi cakerawala, maka di sana terdapat hati yang
segera memungutnya dan terpengaruh dengannya, namun hati para nabi
dengan adanya bimbingan Allah SWT tidak akan terpanggil dan tidak
terkena arus kejahatan tersebut.
Dengan demikian, usaha para nabi terfokus pada peningkatan kemajuan
atau ketinggian, bukan memerangi kerendahan. Diriwayatkan oleh
Abdillah bin Mas'ud bahawa Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada
seseorang di antara kalian kecuali ia diawasi oleh temannya dari
kalangan jin dan temannya dan dari kalangan malaikat." Para sahabat
berkata: "Apakah hal itu juga berlaku kepadamu wahai Rasulullah?" Beliau
menjawab: "Ya, tetapi Allah SWT membantuku, sehingga ia berserah diri
dan tidak memerintahkan kepadaku kecuali dalam kebaikan."
Begitulah sikap orang-orang yang dahulu dan para ahli hadis berkaitan
dengan peristiwa pembelahan dada. Kami kira bahawa kejadian yang luar
biasa tersebut berhubungan dengan persiapan Nabi untuk melalui Isra'
dan Mi'raj. Ia merupakan perjalanan di mana Rasulullah saw akan
menebus alam angkasa dan akan mencapai alam langit. Kemudian beliau
akan melampaui alam ini, sehingga sampai di Sidratul Muntaha yang di
sana terdapat Janatul Ma'wah.
Pandangan tersebut kembali kepada pendapat kami yang mengatakan
bahawa peristiwa pembelahan dada berulang lebih dari sekali saat Rasul
saw mencapai usia lima puluh tahun. Dan peristiwa pembelahan dada
terjadi kedua kalinya pada malam Isra' dan Mi'raj.
Bukhari meriwayatkan dari Malik bin Sh'asha'a bahawa Rasulullah saw
menceritakan kepada mereka peristiwa malam Isra' di mana beliau
bersabda: "Ketika aku berada di Hathim - atau beliau berkata di Hijr -
saat aku dalam keadaan antara tidur dan bangun, maka seorang datang
kepadaku lalu ia membelah antara ini dan ini. Yaitu antara kerongkongan
dan perutnya. Beliau melanjutkan: Lalu ia mengeluarkan hatiku dan
membawa mangkok dari emas yang penuh dengan keimanan lalu ia
menyuci hatiku. Kemudian diulanginya."
Kami kira bahawa pembelahan dada merupakan bentuk simbolis yang
menunjukkan kesucian Rasul saw dan sebagai bentuk penyiapannya untuk
melalui Isra' dan Mi'raj. Itu merupakan pemberitahuan dari Ilahi bahawa
anak ini akan mencapai suatu kedudukan yang belum pernah dicapai oleh
manusia dan tidak akan dicapai manusia sesudahnya. Setelah peristiwa
pembelahan dada, berubahlah kehidupan anak kecil itu di mana
sebahagian besar waktunya digunakan untuk merenung dan menyendiri.
Dari roman wajahnya tampak keseriusan yang biasanya menghiasi wajah
orang-orang dewasa.
Berlalulah hari demi hari, tahun demi tahun dan Selesailah masa
menetapnya bersama Halimah di dusun Bani Sa'ad. Beliau sangat
terpengaruh dan sangat terkesan dengan keadaan di sana. Diriwayatkan
bahawa beliau pernah mengingat masa kecilnya di Bani Sa'ad dan beliau
membanggakannya. Beliau menyebutkan pengorbanan mereka dan sikap
mereka yang baik. Beliau berkata: "Aku termasuk dari Bani Sa'ad, tanpa
bermaksud menyombongkan diri. Jika mereka berhadapan atau
menyaksikan salah seorang mereka lapar, maka mereka akan membagi
makanan di antara mereka."
Kemudian Muhammad bin Abdillah kembali ke Mekah saat usianya lima
tahun. Beliau hidup beberapa hari bersama ibunya di mana si ibu
merasakan kesedihan yang dalam atas kepergian ayahnya. Sesuai janji
untuk mengingat ayahnya yang telah pergi, Aminah menetapkan untuk
mengunjungi kuburannya di Yatsrib. Jarak antara Mekah dan Yatsrib lebih
dari lima ratus kilo meter di gurun yang kering yang jauh dari tanda-
tanda kehidupan. Anak itu menempuh perjalanan yang berat. Setelah
perjalanan yang berat ini, Muhammad bin Abdillah tinggal di tempat
paman-paman dari ibunya di Madinah selama satu bulan. Muhammad
melihat rumah yang di situ ayahnya meninggal sebelum ia dilahirkan. Ia
berziarah bersama ibunya ke kuburan yang sederhana yang ayahnya
dikuburkan di dalamnya. Mula-mula fikirannya terfokus pada keadaan
yatim sambil ia mulai memperhatikan linangan air mata ibunya yang
diam.
Selesailah masa satu bulan keberadaannya di sisi paman-pamannya.
Kemudian ibunya menemaninya untuk kembali ke Mekah. Kedua anak
manusia itu sampai di pertengahan jalan. Muhammad bin Abdillah tidak
mengetahui rahsia kepucatan wajah ibunya. Lalu malaikat maut turun di
suatu tempat yang bernama Abwa. Di situlah Aminah binti Wahab telah
bertemu dengan kekasihnya, Allah SWT.
Sang ibu meninggal dan meninggalkan anak satu-satunya bersama
seorang pembantu. Pembantu itu menampakkan rasa kasihnya terhadap
anak kecil yang kehilangan ayahnya saat masih janin dan kehilangan
ibunya saat berusia enam tahun. Muhammad bin Abdillah kini menjadi
sendiri dan ia dalam keadaan menangis. Ia mencapai kematangan setelah
ia melewati kesedihan kehidupan dan kerasnya kehidupan sebagai anak
yatim.
Rasulullah saw pernah ditanya setelah masa diutusnya: "Bagaimana
pandanganmu?" Beliau menjawab: "Pengetahuan adalah modalku. Akal
adalah dasar agamaku. Cinta adalah pondasiku. Zikrullah adalah
kesenanganku. Dan kesedihan adalah temanku."
Allah SWT telah menyiramkan kepadanya sungai-sungai kesedihan
sehingga beliau dapat memberikan kepada manusia buah dari
kegembiraan dan ketulusan.
Anak kecil itu kembali ke Mekah dalam keadaan sedih dan ia tampak
terpaku. Lalu Abdul Muthalib, datuknya menampakkan cinta yang luar
biasa dan penghormatan padanya. Setelah dua tahun ketika Muhammad
bin Abdillah berusia delapan tahun, maka meninggallah salah satu
benteng yang terbaik yang menjaganya, yaitu datuknya Abdul Muthalib.
Kemudian anak kecil itu kini merenungi datuknya laksana orang dewasa.
Ia tampak tegar seperti layaknya orang dewasa.
Kita tidak mengetahui mengapa terjadi demikian. Mengapa hikmah Allah
SWT mencegah Nabi yang terakhir untuk mendapatkan kasih sayang
seorang ayah, kasih sayang seorang ibu, dan bimbingan seorang datuk?
Apakah Allah SWT ingin memberi Nabi yang terakhir suatu kasih sayang
dan cinta yang semata-mata bersumber dari sisi-Nya? Apakah Allah SWT
ingin mendidiknya dengan kesedihan dan memberinya perasaan-perasaan
yang penuh dengan penderitaan? Apakah Allah SWT ingin membuat hati
Rasul-Nya hanya tertuju kepadanya? Dahulu Allah SWT berkata kepada
Musa:
"Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." (QS. Thaha: 41)
Dahulu Allah SWT memberi khabar gembira kepada Musa di dalam Taurat
sebagaimana Isa memberi khabar gembira di dalam Injil dengan
kedatangan seorang Nabi setelahnya yang bernama Ahmad. Dan Nabi
Musa meminta kepada Tuhannya agar memberinya dan memberi umatnya
puncak keutamaan, lalu Allah SWT menjawab bahawa Dia telah
menetapkan keutamaan ini kepada Nabi yang terakhir Ahmad dan
umatnya.
Allah SWT telah memilih Musa untuk diri-Nya. Meskipun Demikian, Dia
tidak mencegahnya untuk mendapatkan kasih sayang seorang ibu dan
mendidiknya di tengah-tengah keluarganya. Namun Dia berkehendak
untuk menjadikan Nabi yang terakhir tercegah dari mendapatkan kasih
sayang seorang manusia dan cinta seorang manusia, sehingga Nabi
tersebut hanya mendapatkan kasih sayang Ilahi dan cinta Ilahi.
Allah SWT berfirman menceritakan tentang keadaan Rasul terakhir:
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia
melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung,
lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang
yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Adapun terhadap
anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan
terhadap orang yang meminta-minta, maka janganlah kamu
mengherdiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu maha hendaklah
kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). " (QS. ad-Dhuha: 6-
11)
Makna ayat tersebut secara harfiah adalah bahawa beliau dalam keadaan
yatim lalu Allah SWT melindunginya; beliau dalam keadaan tersesat lalu
Allah SWT memberinya petunjuk; beliau dalam keadaan fakir lalu Allah
SWT memampukannya. Allah SWT melindunginya dengan mengasuhnya,
membimbingnya, dan mencukupinya. Itu adalah darjat keutamaan yang
tidak pernah dicapai oleh seseorang pun di dunia.
Setelah kematian datuknya, maka pamannya Abu Thalib mengasuhnya.
Allah SWT telah meletakkan kecintaan pada hati pamannya, sehingga
pamannya mengutamakan Muhammad saw daripada anak-anaknya dan
memuliakannya serta menghormatinya, bahkan Abu Thalib
mendudukkannya di ranjangnya yang biasa dibentangkannya di hadapan
Ka'bah di mana tidak ada seorang pun yang duduk selainnya.
Muhammad bin Abdillah hidup di jantung gurun Mekah sebagai seorang
yang memiliki kesedaran yang tinggi di antara kaum yang sedang lalai
dan kaum yang mabuk-mabukan dan para penyembah berhala serta para
pedagang minuman keras dan para syair dan orang-orang yang berperang
dan tokoh-tokoh kabilah.
Muhammad bin Abdillah seorang yang banyak diam dan ketika usianya
semakin dewasa, maka ia bertambah banyak diam. Beliau tidak berbicara
kecuali jika diajak seseorang berbicara; beliau tidak terlibat dalam
permainan hura-hura anak-anak muda; beliau merasakan kesedihan yang
dalam; beliau sering menyendiri dan membuka matanya di hamparan
pasir-pasir. Mulutnya terdiam dan akalnya berfikir. Beliau merenungkan
di masa kecilnya bagaimana kaumnya bersujud terhadap berhala dan
terpukau dengannya; bagaimana orang-orang berakal mau bersujud
kepada batu-batu yang tidak memberikan mudarat dan manfaat dan
tidak berbicara serta tidak dapat melakukan apa-apa. Beliau mewarisi
dari datuknya Ibrahim kebencian yang fitri terhadap dunia berhala dan
patung.
Di dalam dirinya terdapat penghinaan yang besar terhadap sembahan-
sembahan dari batu ini, suatu penghinaan yang menjadikannya tidak mau
mendekat selama-lamanya terhadap patung tersebut. Namun hatinya
yang besar dipenuhi dengan kesedihan yang lebih hebat dari kesedihan
datuknya Ibrahim. Beliau sedih kerana akal manusia menyembah batu
dan emas, kesombongan serta kekuasaan penguasa; beliau mendengar
apa yang dikatakan manusia dan mengamat-amati urusan kehidupan dan
keadaan masyarakat; beliau juga menyaksikan betapa banyak
pertentangan dan perkelahian di antara manusia yang justru disebabkan
oleh masalah-masalah yang sepele, sehingga kehairanan beliau semakin
bertambah dan sudah barang tentu kesedihannya pun semakin dalam.
Tidakkah manusia mengetahui bahawa mereka akan mati seperti
ayahnya, ibunya, dan datuknya? Mengapa mereka menimbulkan
pertentangan ini, hingga mereka mendapatkan lebih banyak kejahatan?
Ketika usianya semakin bertambah, maka bertambahlah kezuhudannya
dalam hidup, dan sepak terjangnya terus bersinar memenuhi penjuru
Mekah. Beliau tidak sama dengan seseorang pun dari kalangan pemuda
saat itu. Meskipun kami kira bahawa kesedihannya disebabkan oleh hal-
hal yang umum, tetapi beliau tidak mengungkapkan kegelisahan hatinya
pada seseorang pun. Beliau belum bertujuan untuk memperbaiki
masyarakat atau kemanusiaan. Benar bahawa pertanyaan-pertanyaan
kritis timbul dalam benaknya dan ingin segera menemukan jawapan,
tetapi akalnya sendiri tidak dapat menemukan jawapan atau jalan
keluar. Inilah yang dimaksud dengan makna ayat:
"Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia
memberikan petunjuk." (QS. adh-Dhuha: 7)
Yang dimaksud ad-Dhalal (kesesatan) di sini ialah kebingungan akal dalam
menafsirkan kejahatan dan usaha melawannya kerana ketiadaan senjata
dan kecilnya usia. Semua itu justru menambah sikap diam anak kecil itu
dan menjauhkannya dari dunia yang akan mencemari akal, sehingga
akalnya selamat dari segala noda dan tetap di bawah naungan
kejernihannya.
Anak kecil itu tetap jauh dari dosa-dosa yang dilakukan oleh kaumnya
yang berupa kecenderungan untuk menyembah berhala dan cinta
kekuasaan dan kebanggaan. Ia selalu mendekat dan lebih mendekat
kepada hakikatnya yang suci; ia mampu mempengaruhi orang lain dengan
jiwanya yang bersih dan rahmatnya atau kasih sayangnya tertuju kepada
manusia, bahkan kepada binatang dan burung. Ketika ia duduk akan
makan lalu ada burung merpati berkeliling di seputar makanannya maka
ia meninggalkan makanannya untuk burung itu. Pada saat orang-orang
memukul anjing yang mendekat kepada makanan mereka, maka ia justru
mencabut suapan yang ada di mulutnya dan memberikannya pada anjing,
kucing, anak-anak kecil, dan orang-orang fakir. Bahkan seringkali di
waktu malam ia tidur dalam keadaan lapar kerana ia memberikan
makanannya ke orang lain.
Muhammad saw adalah seorang fakir yang harus bekerja agar dapat
makan, maka beliau bekerja sebagai penggembala kambing, seperti Nabi
Daud, Nabi Musa, dan nabi-nabi yang lain yang diutus oleh Allah SWT.
Kemudian beliau melakukan perjalanan bersama kafilah pamannya Abu
Thalib menuju Syam saat beliau berusia tiga belas tahun. Beliau
menyaksikan keadaan umat-umat yang lain, maka kehairanannya semakin
bertambah terhadap masa Jahilliyah ini. Ketika beliau menyaksikan
orang-orang tersesat, maka kesedihannya semakin bertambah dan
hatinya semakin tersentuh dan fikirannya semakin dalam.
Pada saat perjalanan menuju ke Syam ini terjadi suatu peristiwa
terhadap anak kecil itu. Kemungkinan besar itu justru menambah
kebingungannya. Seorang pendeta yang bernama Buhaira berdiri di
jendela rumah yang menjadi tempat peribadatannya di Suria. Tiba-tiba
ia memperhatikan suatu awan putih - tidak seperti biasanya - yang
menghiasi langit yang biru. Saat itu udara sangat terang, sehingga
munculnya awan tersebut sangat menghairankan. Kemudian pandangan
Buhaira yang tertuju ke langit, kini tertuju ke bumi di mana ia mendapati
awan itu menyerupai burung yang putih yang menaungi kafilah kecil yang
menuju ke arah utara. Buhaira memperhatikan bahawa awan tersebut
mengikuti kafilah.
Jantung Buhaira berdebar dengan keras kerana ia mengetahui melalui
buku-buku peninggalan kaum Masehi yang otentik bahawa seorang nabi
akan muncul ke dunia setelah Isa. Sifat dan khabar nabi tersebut
diceritakan dalam buku-buku kuno. Buhaira segera meninggalkan
tempatnya, lalu ia segera memerintahkan untuk menyiapkan makanan
yang besar. Kemudian ia mengutus seseorang untuk menemui kafilah
tersebut dan mengundang mereka untuk jamuan makan. Salah seorang
mereka berkata dengan nada bercanda kepada Buhaira: "Demi Lata dan
'Uzza, engkau hari ini tampak lain wahai Buhaira. Engkau tidak pernah
melakukan demikian kepada kami, padahal kami telah melewati dan
singgah di tempat ini lebih dari sekali. Ada peristiwa apa gerangan wahai
Buhaira?"
Buhaira
menjawab: "Hari ini kalian adalah tamu-tamuku." Pertanyaan orang tersebut tidak
dijawab dengan terang-terangan. Ia sengaja menghindarinya dan tidak
menyingkapkan rahsia kemuliaan yang datangnya tiba-tiba ini. Buhaira memberi
makan mereka dan mulai memperhatikan di antara mereka adanya seseorang yang
memiliki tanda- tanda yang dibacanya dalam kitab-kitabnya yang kuno tentang
seorang rasul yang ditunggu. Namun ia tidak menemukannya, hingga ia bertanya
kepada mereka: "Wahai kaum Quraisy, apakah ada seseorang yang tidak hadir
bersama jamuanku ini?" Mereka menjawab: "Benar, ada seseorang yang tidak ikut
bersama kami. Kami meninggalkannya kerana ia masih kecil." Buhaira berkata:
"Sungguh aku telah mengundang kamu semua. Panggillah ia supaya hadir bersama
kami dan memakan makanan ini." Salah seorang lelaki dari kaum Quraisy berkata:
"Demi Lata dan 'Uzza, sungguh tercela bagi kami untuk meninggalkan Muhammad bin
Abdillah bin Abdul Muthalib dari jamuan yang kami diundang di dalamnya.
Pamannya
meminta maaf kerana Muhammad masih kecil, kemudian sebahagian mereka berdiri dan
menghadirkannya. Belum lama Buhaira memandangi kejernihan dua mata Muhammad,
sehingga ia mengetahui bahawa ia telah mendekati tujuannya. Buhairah terpaku
ketika memandangi Muhammad bin Abdillah sehingga kaum selesai makan dan mereka
berpisah.
Muhammad
bin Abdillah duduk sendirian. Buhaira menghampirinya dan berkata: "Wahai anak
kecil, demi kedudukan Lata dan 'Uzza, sudikah kiranya engkau memberitahu aku
terhadap apa yang aku tanyakan kepadamu?" Buhaira ingin mengetahui sikap anak
ini terhadap berhala kaumnya. Anak kecil itu menjawab: "Jangan engkau bertanya
kepadaku tentang Lata dan 'Uzza. Demi Allah, tidak ada sesuatu yang lebih aku
benci daripada keduanya." Buhaira berkata: "Dengan izin Allah aku ingin bertanya
kepadamu." Anak kecil itu menjawab: "Tanyalah apa saja yang terlintas di
benakmu."
Buhaira
bertanya kepada anak kecil itu tentang keluarganya, kedudukannya di
tengah-tengah kaumnya, mimpinya dan pendapat- pendapatnya. Dialog tersebut
terjadi jauh dari pantauan kaum kerana mereka tidak akan diam ketika mendengar
bahawa Muhammad membenci berhala-berhala mereka. Kemudian Muhammad menjawab
pertanyaan-pertanyaan Buhaira dengan yakin, hingga membuat Buhaira mantap bahawa
ia sekarang duduk bersama seorang Nabi yang khabar berita gembiranya disampaikan
oleh Nabi Isa sebagaimana disampaikan oleh nabi-nabi dari kaum Israil dari kaum
Nabi Musa. Setelah itu, ia bangkit meninggalkan anak kecil itu dan menuju ke Abu
Thalib ia bertanya tentang kedudukan anak kecil itu di sisinya. Abu Thalib
menjawab: "Ia adalah anakku." Buhaira berkata: "Tidak mungkin ayahnya masih
hidup." Abu Thalib berkata: "Benar. Ia anak saudaraku. Ayahnya dan ibunya telah
meninggal." Buhaira berkata: "Engkau benar, kembalilah kamu ke negerimu dan
hati-hatilah dari kaum Yahudi." Abu Thalib bertanya tentang rahsia dari apa yang
dikatakan oleh pendeta itu. Pendeta itu mulai mengetahui bahawa ia telah
berbicara lebih dari yang semestinya. Lalu ia berkata: "Ia akan memiliki
kedudukan tertentu." Buhaira tidak menjelaskan lebih dari itu dan ia tidak
menentukan kedudukan yang dimaksud.
Lalu
berlalulah peristiwa tersebut tanpa terlintas dari benak seseorang atau tanpa
menggugah kesedaran di antara mereka. Kisah tersebut tidak membawa pengaruh
berarti bagi kafilah atau kepada Nabi sendiri. Kafilah menganggap bahawa
penghormatan pendeta kepada Muhammad bin Abdillah dan memberitahunya akan
kedudukan yang akan disandangnya adalah semata-mata basa-basi yang biasa
diucapkan di atas meja makan ketika para tamu memuji kedermawanan tuan rumah.
Dan sebagai balasannya, orang yang mengundang akan memuji akhlak para pemuda
mereka. Alhasil, peristiwa tersebut tidak membawa pengaruh apa pun, baik bagi
Muhammad mahupun bagi sahabat-sahabat yang ikut dalam kafilah, sehingga mereka
tidak mengetahui rahsia perkataan pendeta dan mereka tidak menyebarkan
pembicaraan yang mereka dengar darinya. Peristiwa itu tersembunyi meskipun ia
sungguh sangat membingungkan Muhammad.
Apa
gerangan yang terjadi antara dirinya dan orang-orang Yahudi, sehingga pendeta
perlu mengingatkan pamannya dari ancaman mereka? Apa kedudukan yang akan
dikembangnya seperti yang diceritakan oleh pendeta itu? Dan apa hubungan semua
ini dengan kesedihan- kesedihannya yang dalam serta kebingungannya?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut sedikit demi sedikit berputar di benaknya.
Kemudian seperti biasanya kafilah tersebut kembali ke Mekah. Muhammad kembali
menuju keterasingannya. Ia memperhatikan keadaan alam di sekitarnya. Kemudian ia
melihat kembali penderitaannya; ia berusaha untuk mendapatkan kehidupannya; ia
mengabdi kepada manusia dan mengorbankan apa saja demi kemuliaan mereka.
Hari
demi hari berlalu. Muhammad saw tampil dengan pakaian ketulusan kasih sayang,
dan amanah serat cinta, sebagaimana pelita dipenuhi oleh cahaya, sehingga
kejujurannya terkenal di tengah-tengah kaumnya. Bahkan kejujuran dan amanatnya
tidak bakal diragukan oleh seseorang pun dari penduduk Mekah. Dan ketika beliau
datang dengan membawa risalahnya dan beliau ditentang majoriti masyarakatnya,
namun tak seorang pun yang berani meragukan kejujurannya. Mereka hanya menuduh
bahawa ia terkena sihir atau kesedarannya telah hilang.
Pada
tahun ketiga belas dari masa kenabian, ketika semua kabilah sepakat untuk
membunuhnya dan mengucurkan darahnya di antara para kabilah dan mereka mengepung
rumahnya, maka di saat situasi yang sulit ini beliau menetapkan untuk berhijrah.
Tetapi sebelumnya beliau mewasiatkan kepada Ali bin Abi Thalib, anak pamannya
untuk tetap tinggal di rumahnya agar ia dapat mengembalikan amanat yang
dititipkan oleh semua musuhnya dan para sahabatnya. Ini beliau maksudkan agar
Ali dapat menyerahkan amanat tersebut di waktu pagi kepada para pemiliknya. Anda
dapat melihat betapa para musuhnya merasa aman terhadap harta mereka ketika
dijaga oleh Muhammad saw.
Hari
demi hari berlalu dan tahun demi tahun pun lewat. Sementara itu, kesucian dan
kejujuran Muhammad saw semakin meningkat. Dan di tengah lautan keheningan yang
mencekam, ketika Muhammad bin Abdillah menyebarkan layar perahunya yang putih,
maka ia harus menemui hakikat azali yang bertemu dengan-nya semua nabi dan
rasul. Muhammad bin Abdillah mengetahui bahawa alam yang besar ini mempunyai
Tuhan Pengatur dan Pencipta; Tuhan yang Maha Satu dan yang tiada tuhan
selain-Nya.
Muhammad
dijauhkan dari suasana kenikmatan dan foya-foya yang biasa dilakukan oleh para
pemuda seusianya. Dan ketika pemuda Mekah berbangga-bangga dengan banyaknya
minuman keras yang mereka minum dan banyaknya bait-bait syair yang mereka
katakan tentang wanita, maka Muhammad bin Abdillah telah menemukan jati dirinya
di suatu gua yang tenang di gunung yang besar. Ia memilih untuk menghabiskan
waktunya di dalam keheningan gua tersebut. Ia merenung dengan hatinya tentang
keadaan alam; ia memikirkan keagungan rahsia-rahsianya dan rahmat Penciptanya
serta kebesaran-Nya.
Pada
tahun yang kedua puluh lima, beliau mengenal Ummul Mu'minin, isterinya yang
pertama, yaitu Khadijah binti Khuwailid yang saat itu berusia empat puluh tahun.
Khadijah adalah wanita yang mulia dan mempunyai cukup harta. Ia berdagang dan
suaminya telah meninggal. Banyak orang yang mendekatinya dengan alasan untuk
mendapatkan kekayaannya. Khadijah mencari seseorang laki-laki yang dapat membawa
harta dagangannya menuju Syam, lalu Khadijah mendengar berita yang cukup banyak
berkenaan dengan kejujuran dan amanat serta kesucian Muhammad bin Abdilah.
Akhirnya, Khadijah mengutus Muhammad saw untuk membawa barang dagangannya.
Muhammad saw pergi dalam perjalanannya yang kedua ke Syam saat beliau berusia
dua puluh lima tahun. Allah SWT memberkati perjalanannya di mana beliau kembali
dengan membawa keuntungan yang berlipat ganda yang diserahkannya kepada
Khadijah. Muhammad saw tidak peduli dengan harta Khadijah dan tidak peduli
kepada kecantikannya; Muhammad saw hanya memandang kemuliaan yang dipegangnya.
Kemudian Khadijah merasakan getaran cinta terhadap Muhammad saw. Dan Akhirnya,
ia mengutarakan keinginan untuk menikah dengannya, hingga Muhammad saw pun
setuju.
Paman
Muhammad saw, Abu Thalib berdiri dan menyampaikan khutbah pada saat perayaan
perkawinannya: Muhammad saw tidak dapat dibandingkan dengan seorang pun dari
kaum Quraisy kerana ia adalah seorang yang mulia, baik dari sisi akal mahupun
rohani. Meskipun ia seorang yang fakir namun harta adalah naungan yang akan
hilang dan benda yang bersifat sementara.
Setelah
menikah, Muhammad saw justru mendapatkan kesempatan yang lebih besar untuk
merenung dan menyendiri serta beribadah. Kemudian kehidupan yang dijalaninya
justru meningkatkan kemuliaannya, sehingga keutamaannya tersebar di sana sini.
Beliau tidak pernah terlibat dalam pergelutan yang keras untuk memperebutkan
materi-materi dunia. Beliau selalu menggunakan akal sehatnya daripada terlibat
dalam kesesatan mereka dan kegelapan berhala yang menyelimuti banyak orang pada
saat itu. Kemudian usianya kini mendekati empat puluh tahun.
Setelah
merasakan kesunyian di tengah-tengah masyarakat, beliau lebih memilih untuk
menjauh dari mereka. Beliau mencari-cari hakikat, sehingga Allah SWT
membimbingnya untuk menyendiri di gua Hira. Akhirnya, beliau dapat keluar dari
Mekah. Beliau berjalan beberapa mil. Kemudian beliau mulai mendaki dan mendaki.
Setiap kali ia mendaki gunung, maka tempat itu semakin luas. Udara tampak lembut
dan tersingkaplah hijab, dan pandangan semakin terbentang. Kemudian beliau
memasuki gua. Keheningan menyelimuti segala sesuatu, namun hati tetap sadar dan
tidak ada sesuatu yang dapat menghalang-halangi pandangan internal yang dalam.
Dalam suasana kesunyian terkadang lahirlah pemikiran-pemikiran yang cemerlang
yang kemudian menyebarkan sayap-sayapnya dan membumbung, pertama-tama di atas
angkasa gua lalu tersebar menuju ke tempat yang lebih luas. Tidak ada sesuatu
pun yang membatasinya atau mengekang kebebasannya.
Kita
tidak mengetahui fikiran-fikiran apa yang terlintas pada manusia termulia dan
terbesar di atas bumi itu saat beliau duduk di gua Hira beberapa bulan. Apa yang
beliau fikirkan dan apa gerangan yang beliau risaukan? Mimpi apa yang ada di
benaknya dan perasaan-perasaan apa yang lahir dalam hatinya? Bagaimana keadaan
batu-batu yang ada di sisinya? Apakah atom-atom batu yang berputar di
sekelilingnya menyahuti tasbihnya yang diam, seperti atom-atom batu yang
bersahut- sahutan bersama Daud saat ia membaca kitabnya Zabur.
Kami
tidak mengetahui secara pasti bentuk kelahiran yang terjadi dalam dirinya. Yang
kita ketahui adalah bahawa beliau tidak berfikir tentang kenabian dan beliau
tidak berfikir untuk memberikan petunjuk kepada manusia; beliau tidak melakukan
praktik-praktik sufisme kerana beliau sudah menjadi seorang sufi sebelum diutus
di tengah-tengah manusia. Kemudian Allah SWT memilihnya sebagai Nabi lalu beliau
meninggalkan uzlahnya dan turun ke medan serta membawa senjata. Beliau
mempertahankan kebenaran, sehingga beliau bertemu dengan Tuhannya. Mula-mula
lahirlah tasawuf dan setelahnya lahirlah jihad di jalan Allah SWT. Tasawuf
bukanlah puncak atau hasil
sebagaimana diyakini oleh manusia sekarang, tetapi ia adalah permulaan jalan
yang panjang di mana pada akhirnya yang bersangkutan menggunakan senjata sebagai
bentuk usaha untuk membela manusia dan kehormatannya.
Pada
suatu hari beliau duduk di gua Hira dan tiba-tiba beliau dikejutkan dengan
kedatangan Jibril yang berdiri di depan pintu gua. Malaikat tersebut memeluknya
erat-erat lalu memerintahkannya untuk membaca sambil berkata: "Bacalah!"
Muhammad bin Abdillah menjawab: "Aku tidak mampu membaca." Beliau ingin
mengatakan bahawa beliau tidak mengenal bacaan dan tulisan. Kalau begitu, apa
yang harus beliau baca? Malaikat kembali memeluknya dengan kuat sehingga
Rasulullah saw menganggap bahawa ia meninggal. Kemudian malaikat melepasnya dan
memerintahkannya untuk membaca. Beliau kembali menjawab: "Aku tidak bisa
membaca." Malaikat yang mulia kembali memeluknya dan kembali memerintahkan untuk
membaca. Dan lagi-lagi Rasulullah saw menjawab dengan gementar: "Apa yang aku
baca?" Kemudian Jibril membaca permulaan ayat-ayat yang turun kepada beliau:
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu lah Yang
Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. al-'Alaq: 1-5)
Setelah
peristiwa itu, Jibril menghilang secara tiba-tiba sebagaimana ia muncul secara
tiba-tiba. Rasulullah saw merasakan dalam dirinya kejadian yang luar biasa yang
pernah dirasakan oleh Nabi Musa saat beliau mendengar panggilan-panggilan suci
di lembah Thuwa. Sebagaimana Nabi Musa lari ketakutan, maka Muhammad bin
Abdillah pun segera menuju ke rumahnya dalam keadaan ketakutan. Ia turun ke
gunung dan kembali ke rumahnya dan kembali ke isterinya. Tubuhnya yang mulia
bergetar dengan keras dan beliau merasakan ketakutan dan kegelisahan.
Apakah
beliau kali ini berhubungan dengan jin atau alam perdukunan? Apakah beliau telah
mengigau sehingga beliau mendengar suara-suara dan melihat wajah-wajah yang
belum pernah dilihatnya? Rasulullah saw mengkhuatirkan dirinya kerana beliau
sangat benci kepada perdukunan. Beliau memasuki rumahnya dengan keadaan
gementar. Beliau berkata kepada isterinya: "Selimutilah aku, selimutilah aku!"
Kemudian isterinya segera menyelimuti dengan selimut dari wol dan mengusap
keringat yang berada di keningnya. Isterinya dikejutkan dengan kepucatan wajah
beliau yang mulia dan kegementaran tubuhnya.
Khadijah
bertanya kepadanya: "Apa yang sedang terjadi?" Kemudian Muhammad saw
menceritakan secara terperinci apa yang dialaminya. Kemudian ia berkata:
"Sungguh aku khawatir terhadap diriku." Khadijah mengetahui bahawa ia sekarang
berhadapan dengan masalah yang serius, suatu berita gembira yang ia tidak
mengetahui hakikatnya, suatu berita gembira yang seharusnya tidak dihadapi
Muhammad saw dengan kekhuatiran dan kegelisahan.
Khadijah
berkata dengan maksud untuk meredakan ketakutannya: "Tenanglah. Demi Allah,
Allah SWT tidak akan menghinakanmu selama- lamanya. Sungguh engkau adalah
seorang yang baik, yang menyambung tali silaturahmi, yang berbicara dengan
jujur, dan yang menghormati tamu."
Meskipun
kalimat-kalimat tersebut penuh dengan kedamaian dan kesejukan, tetapi
kegelisahan Rasul saw juga belum hilang. Kemudian Khadijah pergi bersama beliau
ke rumah Waraqah bin Nofel, yaitu anak dari paman Khadijah. Waraqah adalah
seorang Nasrani dan dia mampu menulis kitab dalam bahasa Ibrani dan ia cukup
mengetahui kitab-kitab Taurat dan Injil di mana matanya telah buta kerana masa
tua.
Khadijah
berkata kepadanya: "Wahai putera pamanku, dengarlah dari anak saudaramu."
Waraqah berkata: "Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?" Rasulullah saw
menceritakan apa yang dialaminya secara sempurna. Waraqah berkata sambil
mengangkat kepalanya yang tampak kehairanan: "Itu adalah Namus (Jibril) yang
Allah SWT turunkan kepada Musa." Sebagai seorang yang mengerti, Waraqah bin
Nofel mengetahui bahawa ia berada di hadapan seorang Nabi yang berita gembiranya
disampaikan oleh Taurat dan Injil.
Setelah
keheningan sesaat, Waraqah berkata: "Seandainya aku masih hidup ketika kaummu
mengeluarkanmu dan mengusirmu." Rasulullah saw bertanya: "Mengapa aku harus
diusir oleh mereka?'' Waraqah menjawab: "Benar, tidak ada seorang pun yang akan
datang seperti dirimu kecuali engkau akan mengalami penderitaan dan pengusiran.
Seandainya aku hadir di saat itu nescaya aku akan menolongmu."
Demikianlah, akhirnya Islam pun dikembangkan. Kehendak
Allah SWT terlaksana dan Allah SWT telah memilih Nabi yang terakhir di muka bumi
dan orang Muslim yang pertama. Barangkali pembaca akan bertanya: Apa hakikat
dari Islam? Apabila Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir yang diutus oleh
Allah SWT di muka bumi dan kita mengetahui bahawa para nabi semuanya sebagai
Muslim, maka bagaimana beliau dapat dikatakan mendahului mereka dalam keislaman
dan menjadi orang Muslim yang pertama?
Islam
yang dibawa oleh Muhammad saw tidak berbeza dalam esensinya dengan Islam yang
dibawa oleh Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi Isa atau nabi yang lain, tetapi yang
berbeza adalah bentuknya, sedangkan esensinya tetap seperti semula, yakni
berdasarkan tauhid. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw berbeza dalam
bentuknya dengan Islam yang dibawa nabi-nabi sebelumnya kerana sebab yang
penting, yakni bahawa Islam ini merupakan ajaran yang universal dan berisi aspek
kemanusiaan yang abadi. Islam tidak terbatas atas orang-orang Arab tetapi ia
berlaku atas semua golongan. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw tidak
terbatas untuk kabilah tertentu atau bangsa tertentu atau bumi tertentu atau
lingkungan tertentu atau zaman tertentu, tetapi ia untuk semua manusia. Atau
dengan kata lain, ia merupakan ajakan untuk membangkitkan akal manusia di mana
saja mereka berada tanpa ada batasan tempat atau waktu.
Universalitas ajaran Islam tidak dikenal pada
risalah-risalah Ilahi sebelumnya di mana setiap risalah itu diperuntukkan bagi
bangsa tertentu dan zaman tertentu. Oleh kerana itu, mukjizat-mukjizat yang
mengagumkan yang bersifat sementara seringkali mendukung risalah- risalah yang
dahulu. Ketika Islam datang sebagai bentuk ajakan untuk menghidupkan akal
manusia secara bebas, maka di sana tidak ada alasan untuk membawa mukjizat yang
mengagumkan. Hanya ada satu kata yang dapat dijadikan pembuka untuk berdakwah
dan membuka akal manusia, yaitu kata "iqra"' (bacalah). Dan hendaklah bacaan ini
berdasarkan nama Allah SWT. Dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia
menciptakan manusia dari segumpal darah. Cuba Anda
renungkan permulaan pertumbuhan dan
puncak pencapaian. Di sini tersembunyi mukjizat yang hakiki jika Anda berusaha
mencari mukjizat yang hakiki.
Bacalah,
dan Tuhanmu Yang Maha Mulia, yang memberikan nikmat penciptaan dan rezeki serta
rahmat dan kelembutan. Dia Maha Mulia yang mengajarkan manusia apa saja yang
tidak diketahuinya. Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ajakan untuk membaca.
Ia adalah dakwah yang menunjukkan kedudukan ilmu. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)
Takut
kepada Allah SWT tidak akan muncul kecuali berdasarkan ilmu. Mustahil kebodohan
dengan bentuk apa pun akan melahirkan rasa takut. Oleh kerana itu, dalam
pandangan Islam ilmu adalah hal yang pokok. Ia bukan kemewahan dan bukan hanya
perhiasan. Kaum Muslim telah mengalami masa kemuliaan dan kejayaan dan mereka
berhasil menguasai bumi ketika mereka memahami Islam secara benar, tetapi ketika
pemahaman ini jauh dari mereka, maka mereka kembali dalam keadaan yang paling
buruk, bahkan lebih buruk daripada masa jahiliah.
Jadi,
ilmu dalam Islam merupakan tujuan yang mulia dan utama dalam penciptaan alam
wujud. Kisah Nabi Adam dan Hawa, sebagaimana diceritakan oleh Al-Quran adalah
bukan semata-mata kisah kesalahan memakan pohon terlarang, tetapi ia juga kisah
yang memiliki dimensi- dimensi yang dalam dan aspek-aspek yang beraneka ragam.
Ketika Anda menyelami kedalamannya, maka Anda akan dapat menemukan simbol-
simbol dari makna-makna yang lebih penting.
Dialog
internal yang dialami oleh para malaikat tentang rahsia pemilihan Nabi Adam
untuk memakmurkan bumi dan menjadi khalifah di dalamnya serta pengajaran yang
diperoleh Nabi Adam tentang nama-nama semuanya dan bagaimana beliau mengemukakan
nama-nama tersebut kepada para malaikat, serta ketidaktahuan mereka tentang
nama-nama itu, kemudian usaha Nabi Adam untuk memberitahu mereka tentang apa
yang diketahuinya serta pengetahuan para malaikat tentang rahsia pemilihan Nabi
Adam dan para keturunannya untuk memakmurkan bumi, semua ini menjadikan tujuan
dari penciptaan manusia adalah pencapaian ilmu atau ma'rifah secara umum.
Pandangan tersebut dikuatkan oleh firman Allah SWT:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk
menyembah-(Ku)." (QS. adz-Dzariat: 56)
Lalu
bagaimana kita memahaminya saat ini dan bagaimana generasi yang pertama dari
kaum Muslim dan dari sahabat-sahabat Rasul saw dan para pengikutnya dan para
tenteranya memahaminya? Saat ini kita memahaminya dengan pemahaman yang
sederhana. Kita mengetahui bahawa kalimat "untuk menyembah-Ku " bererti ritual
dalam beribadah dan aspek-aspek lahiriahnya, seperti mengucapkan kalimat
syahadat, solat, puasa, haji, zakat dan lain-lain. Sehingga orang-orang yang
solat diperbolehkan untuk menyembah Allah SWT di negeri mereka atau di
rumah-rumah mereka, meskipun mereka hidup di bawah pemikiran orang-orang Barat
dan membeli produk-produk yang dibuat mereka serta memanfaatkan ilmu dan
kecanggihan teknologi orang-orang Barat. Namun mereka sendiri tidak menghasilkan
apa-apa. Mereka tidak dapat memberikan kontribusi kepada kehidupan; mereka tak
ubah-nya seperti bulu yang dimainkan oleh ombak. Sedangkan pemahaman yang dahulu
berkaitan dengan kalimat tersebut sebagai berikut:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk
menyembah-(Ku). " (QS. adz-Dzariat: 56)
Ibnu
Abbas membacanya: "Illa liya'rifuun." (Agar mereka mengetahui). Perhatikanlah
bagaimana pentingnya perbezaan antara praktek-praktek ibadah dengan
bentuk-bentuknya dan kedalamannya yang jauh dalam ma'rifah yang menyebabkan rasa
takut kepada Allah SWT. Orang Muslim yang pertama meyakini bahawa Allah SWT
menciptakannya agar ia mengetahui Allah SWT atau agar ia mengenal Allah SWT.
Sehingga ambisi orang Muslim yang pertama sangat mengagumkan. Mereka pergi untuk
membebaskan dunia semuanya: satu tangan berpegangan dengan Al- Quran dan tangan
yang lain memegang pedang untuk menghancurkan belenggu-belenggu yang menyeret
manusia kepada kesesatan.
Kemudian
jatuhlah dari Islam hakikat ilmu, sehingga umat Islam tidak dapat memimpin
kehidupan dan mereka justru mendapatkan kehinaan. Allah SWT berfirman:
"Allah menyatakan bahawasanya tidak ada Tuhan melainkan
Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah
Islam." (QS. Ali 'Imran: 18)
Setelah
kesaksian kepada Allah swt dan kesaksian kepada malaikat, maka disebutlah secara
langsung kesaksian kepada orang-orang yang berilmu. Maka, adakah penghormatan
terhadap ilmu yang lebih besar daripada penghormatan ini? Ilmu dalam Islam
berbeza dengan ilmu dalam peradaban Barat. Memang benar bahawa Islam yang
bertanggungjawab terhadap tumbuhnya pandangan ilmiah dan metode eksperimental di
mana berdasarkan metode ini tegaklah peradaban Barat yang kemudian melahirkan
berbagai produksi, pembuatan, dan penemuan. Dan metode eksperimental adalah
metode al-Istiqra, yaitu suatu metode yang mengikuti bahagian-bahagian terkecil
(parsial) melalui jalan eksperimen yang dapat tunduk terhadap eksperimen dan
melalui jalan memperhatikan hal-hal yang tidak dapat tunduk terhadap suatu
eksperimen, atau melalui jalan matematis murni yang membutuhkan kepada matematis
murni di mana hal itu bertujuan untuk menyingkap hukum-hukum yang menguasai
benda. Sistem ini bidangnya adalah alam dan alatnya adalah panca indera dan
akal. Sistem ini dimanfaatkan oleh seorang Eropa yang bernama Roger Bikun. Ia
mengakui bahawa ia sangat berhutang kepada kaum Muslim dan peradaban
Islam.
Seorang
guru yang bernama Bruicll dalam bukunya Abna' al-Insaniah menceritakan tentang
dasar-dasar peradaban Barat di mana ia berkata: "Roger Bikun mempelajari bahasa
Arab dan ilmu-ilmu Arab di sekolah Oxford kepada guru-gurunya yang berasal dari
Arab di Andalus. Dan Roger Bikun dan Fenessis Bikun tidak dapat menisbatkan
keutamaan yang mereka peroleh dalam menciptakan sistem eksperimental kepada diri
mereka sendiri. Roger Bikun hanya seorang duta dari duta-duta ilmu. Oleh kerana
itu, ia tidak malu ketika menyatakan bahawa mempelajari bahasa Arab dan
ilmu-ilmu Arab adalah jalan satu-satunya untuk mengetahui kebenaran."
Demikianlah pernyataan pakar-pakar Barat yang jujur. Yang
demikian ini bisa dijadikan sanggahan terhadap orang-orang Barat yang tidak
jujur agar mereka mengetahui bahawa mereka sebenarnya mengambil senjata yang
sebenarnya berasal dari Islam. Dan jika dikatakan bahawa rahsia kebangkitan
Barat saat ini dan keunggulannya atas Timur kembali kepada pengambilannya
terhadap sebab-sebab metode eksperimental, yaitu metode Islam, maka rahsia
kehancuran Barat dan kebingungannya serta kegelisahannya adalah kerana mereka
tidak menghubungkan metode tersebut dengan kebesaran Allah SWT sebagaimana
semestinya. Metode eksperimen-tal - sebagaimana diambil orang-orang Barat -
dimulai dari alam dan berakhir kepadanya sebagai sesuatu tujuan. Jadi, ruang
lingkup pembahasan mereka adalah berkisar kepada materi, dan alat-alat
pembahasan adalah eksperimen dan pengamatan serta istiqra.
Tiada
setelah alam kecuali kematian dan kematian adalah rahsia yang misteri dan
melawannya adalah hal yang mustahil. Kita tidak mengetahui apa yang terjadi
setelah kematian; kita tidak mengetahui sesuatu pun tentang roh. Tidak ada
hubungan antara ilmu dan akhlak; tidak ada jawapan dari ilmu tentang tujuan
kehidupan ini. Kita hanya mempelajari aspek-aspek lahiriah dan mencapai
hukum-hukumnya saja. Demikianlah pandangan Barat tentang ilmu di mana ia hanya
sekadar alat dan sarana untuk mengatur alam dan berusaha menguasainya. Sedangkan
metode ilmiah dalam Islam menyatakan bahawa gerakan atom dengan gerakan sistem
tata suria di bawah kendali Zat Yang Maha Tahu dan Zat Yang Maha Pencipta. Ilmu
dalam Islam justru membimbing manusia untuk menuju Allah SWT:
"Dan bahawasanya kepada Tuhanmu lah kesudahan (segala
sesuatu). " (QS. an-Najm: 42)
Ilmu
justru menghantarkan manusia untuk mencapai rasa takut kepada Allah SWT
sebagaimana membimbingnya beribadah kepadanya dan mencintai-Nya:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)
Islam
datang dan mengajak manusia untuk membaca, mengetahui, dan takut kepada Allah
SWT serta hanya beribadah kepadanya. Jika ilmu merupakan sayap pertama di dalam
Islam, maka sayap yang kedua adalah kebebasan. Rasulullah saw memberitahu dan
menyatakan bahawa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan tidak ada sembahan selain
Allah SWT.
Seruan
ini mengisyaratkan keruntuhan tuhan-tuhan yang mengusai bumi semuanya, baik
tuhan yang berupa kepentingan-kepentingan peribadi, kekayaan, raja, penguasa,
pemikiran-pemikiran yang mengusai manusia, warisan para datuk dan nenek,
berhala-berhala yang terbuat dari batu dan kayu, mahupun berbagai macam tuhan
lain yang bohong. Adalah salah jika seseorang membayangkan bahawa kalimat "tiada
Tuhan selain Allah" hanya sekadar hiasan mulut seorang Muslim di mana segala
sesuatu yang ada di sekitarnya penuh dengan kebohongan dan tidak membenarkan apa
yang dikatakannya. Kalimat tersebut dalam Islam merupakan pergelutan besar
bersama kegelapan yang ada pada diri manusia, suatu pergelutan yang berakhir
pada penyerahan diri; pergelutan yang akan berpindah pada kehidupan yang lebih
berat, sehingga kehidupan akan berserah diri. Dan mustahil pergelutan itu akan
terjadi kecuali jika terpenuhi suatu kebebasan: kebebasan akal untuk meragukan
dan menolak dan kebebasan yang berakhir kepada pencapaian batas-batasnya dan
kemampuannya serta kebebasan yang meninggi untuk mencapai keimanan yang dalam
dan kukuh. Itu adalah tanggung jawab yang berarti bahawa ia harus memikul
senjata untuk membebaskan orang lain sebagaimana ia membebaskan dirinya sendiri.
Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ilmu yang berdiri di atas kebebasan dan
tanggung jawab yang tumbuh dari kebebasan, dan buah terakhirnya adalah tauhid
dalam kedalamannya yang jauh.
Jika
tauhid difahami secara benar, maka manusia akan terbebas dari penyembahan selain
Allah SWT: manusia akan bebas terhadap rasa takut dari kematian, kekhuatiran
atas rezeki, manusia akan terbebas dari sikap bakhil dan ketakutan terhadap
hari-hari yang akan datang.
Muhammad
bin Abdillah datang untuk menyerukan bahawa hanya Allah SWT yang patut disembah
dan bahawa semua manusia adalah hamba- hamba-Nya. Dengan membebaskan manusia
dari menyembah sesama mereka, maka kebebasan yang hakiki telah dimulai.
Rasulullah saw memberitahu bahawa kematian adalah perpindahan dari satu rumah ke
rumah yang lain. Ia bukan akhiran yang misteri dari kehidupan yang tidak dapat
difahami, tetapi ia hanya sekadar perpindahan. Takut kepada kematian tidak akan
menyelamatkan dari kematian itu sendiri, dan cinta kepada kehidupan tidak akan
memanjangkan ajal. Pada setiap ajal ada ketentuannya. Maka keberanian merupakan
unsur dari unsur-unsur pembentukan keperibadian Islam dan bahagian dari
bahagian-bahagian sel yang ada dalam tubuh seorang Muslim.
Rasulullah saw juga menyatakan bahawa rezeki di dunia sudah
dijamin dan ditentukan oleh Allah SWT:
"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan
Allah- lah yang memberi rezekinya. " (QS. Hud: 6)
Jibril
mewahyukan kepada Rasul saw bahawa suatu jiwa tidak akan memenuhi ajalnya
sehingga rezekinya disempurnakan. Jika demikian halnya, maka tidak ada alasan
bagi manusia untuk khawatir terhadap rasa lapar dan gelisah terhadap hari esok.
Semua ini terjadi dalam ruang lingkup mengambil atau melalui jalan-jalan menuju
sebab. Yakni berusaha untuk mencapai rezeki yang merupakan kewajipan bagi orang
Muslim dan percaya terhadap kedermawan Allah SWT yang juga merupakan suatu
kewajipan bagi orang Muslim untuk mempercayainya. Allah SWT berfirman:
"Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat
(pula) apa yang dijanjikan kepadamu. " (QS. adz-Dzariat: 22)
Allah
SWT telah menjamin rezeki di dunia dan memerintahkan manusia untuk berusaha
mencapai rezeki di akhirat. Rezeki di dunia adalah sesuatu yang sudah dijamin,
sehingga manusia tidak perlu melakukan usaha yang terlalu sengit untuk
mencapainya. Cukup baginya untuk berusaha secara benar dan seimbang. Sedangkan
berkenaan dengan rezeki akhirat, Allah SWT memerintahkan manusia untuk berusaha
mencapainya kerana ia adalah rezeki yang Allah SWT tidak menjaminnya kecuali
jika manusia berhasil melampaui dua jihad: jihad yang besar dan jihad yang
kecil. Jihad besar adalah jihad melawan hawa nafsu dan jihad kecil adalah jihad
melawan musuh di medan perang.
Dengan
terbebasnya seorang Muslim dari kerisauan pada kematian, rezeki, dan rasa takut,
maka Islam memberi seorang Muslim senjatanya dan alat-alatnya dan ia
memerintahkannya untuk mulai memerangi kekuatan-kekuatan kelaliman di muka bumi.
Allah SWT berfirman tentang umat Islam:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan
beriman kepada Allah." (QS. Ali 'Imran: 110)
Perhatikanlah, bagaimana Allah SWT menyebutkan amal makruf
nahi mungkar sebelum keimanan kepada Allah SWT. Ini dimaksudkan agar akal
manusia tergugah akan pentingnya jihad di jalan Allah SWT. Amal makruf dan nahi
mungkar tidak terwujud semata-mata dengan memegang tongkat dan mencambukannya
kepada punggung orang-orang Islam yang tidak solat; ia juga tidak berupa usaha
untuk menahan orang-orang Muslim yang tidak berpuasa. Masalah itu lebih penting
dan lebih besar dari sekadar memperhatikan hal-hal yang bersifat lahiriah,
sedangkan hal-hal yang bersifat batiniah tidak diperhatikan.
Ayat
tersebut berarti, hendaklah seorang Muslim membawa senjata dan berdakwah di
jalan Allah SWT serta memerangi orang-orang lalim di muka bumi. Abu Bakar
berkata: "Wahai manusia, kalian membaca ayat berikut ini:"
"Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tiadalah
orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepadamu apabila kamu telah mendapat
petunjuk," (QS. al-Maidah: 105)
Dan aku
mendengar Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya ketika masyarakat melihat orang
yang lalim dan mereka tidak menghentikannya, maka Allah SWT akan menimpakan azab
kepada mereka semua."
Penafsiran Abu Bakar terhadap ayat tersebut sangat jelas
ertinya. Yakni bahawa pelaksanaan ayat tersebut dapat diwujudkan dengan adanya
jihad di jalan Allah SWT dengan mengangkat senjata sebagai usaha untuk
menghentikan orang-orang yang lalim. Setelah itu, seorang Muslim dapat
mengatakan: "Aku telah melaksanakan tugasku dan tidak akan berdampak kepadaku
orang yang sesat setelah aku memberikan petunjuk."
Demikianlah pemahaman orang-orang Islam yang pertama. Maka
bandingkanlah pemahaman tersebut dengan pemahaman kita saat ini di mana kita
telah kehilangan keberanian, dan rasa takut telah menghinggapi tubuh orang-orang
Islam. Kaum Muslim lebih mengutamakan keselamatan diri mereka daripada memerangi
orang- orang yang lalim.
Muhammad
bin Abdillah datang dengan membawa risalah Islam yang di dalamnya terdapat
perintah Ilahi untuk memerangi orang-orang yang lalim dan mempertahankan
kehormatan orang-orang yang tertindas di muka bumi. Allah SWT berfirman:
"kerana itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan
dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barang siapa yang
berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan
Kami berikan kepadanya pahala yang besar. Mengapa kamu tidak mau berperang
dijalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita
mahupun anak- anak yang semuanya berdoa: 'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari
negeri ini yang lalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan
berilah kami penolong dari sisi-Mu. " (QS. an-Nisa': 74-75)
Muhammad
bin Abdillah membacakan kepada kaumnya tentang penafsiran Allah SWT berkenaan
dengan makna kejayaan yang besar:
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin
diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang di
jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang
benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Quran. Dan siapakah yang lebih
menepati janjinya (selain) daripada Allah?, maka bergembiralah dengan jual beli
yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS. at- Taubah:
111)
Bacalah
ayat tersebut dua kali dan renungkanlah tentang kedermawan Allah SWT. Betapa
tidak, Dia membeli jiwa orang-orang mukmin dan harta mereka, padahal jiwa
tersebut dan harta tersebut pada hakikatnya adalah milik-Nya sendiri. Lihatlah
bagaimana kemuliaan Allah SWT di mana Dia membeli harta milik-Nya yang khusus
dengan syurga dan bagaimana Allah SWT menganjurkan orang-orang Islam untuk
berperang, dan Dia memberitahu mereka bahawa urusan memerangi orang-orang lalim
dan orang-orang yang tersesat bukanlah hal yang baru atas orang- orang Islam.
Allah SWT telah memerintahkan hal tersebut dalam Injil dan Taurat. Sebagaimana
Nabi Isa diutus dengan pedang,
seperti yang disebutkan dalam lembaran- lembaran atau buku-buku orang-orang
Nasrani, maka Nabi Musa pun diutus dengan membawa pedang. Dan ketika Bani Israil
berkata kepada Nabi Musa, "pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, dan
kami hanya di sini duduk-duduk saja,", maka kehendak Ilahi menetapkan agar
mereka mendapatkan kesesatan selama empat puluh tahun sebagai akibat dari
perbuatan mereka itu, agar generasi yang lemah dan hina itu hancur yang mereka
justru tidak memenuhi panggilan Allah SWT dan mereka membiarkan Nabi Musa
bersama Tuhannya berperang, padahal peperangan itu merupakan tanggung jawab
mereka dan tugas mereka yang harus mereka emban sebagai pengikut Nabi Musa.
Demikianlah esensi dari ajaran Islam sebagaimana yang
dibawa oleh Muhammad bin Abdillah. Yakni ajakan untuk membaca dan menggali ilmu
serta mendapatkan kebebasan dan yang terpenting adalah usaha melawan
kekuatan-kekuatan lalim. Suatu ajakan yang universal yang tidak dikhususkan
untuk kalangan tertentu atau untuk warna kulit tertentu atau untuk kaum tertentu
atau untuk tempat tertentu; suatu ajakan kemanusiaan yang komprehensif yang
universal yang ingin mengikat ilmu dan kebebasan dan jihad dengan tujuan yang
lebih tinggi, yaitu mencapai tauhid kepada Allah SWT dan menyucikan-Nya serta
keimanan terhadap hari kemudian dan kebangkitan manusia semuanya di hadapan
Allah SWT.
Adalah
salah jika ada orang yang menganggap bahawa Islam hanya memperhatikan aspek
akhirat dan melupakan aspek duniawi. Menurut Islam dunia adalah lembar-lembar
jawapan yang akan di koreksi di hari akhir. Ia adalah ujian dan tempat percubaan
bagi manusia agar manusia mengetahui apakah ia layak untuk mendapatkan kemuliaan
dari Allah SWT yang telah diberikan kepada Adam. Atau apakah ia justru layak
untuk jadi bahagian dari tanah neraka Jahim dan batunya, sebagaimana firman
Allah SWT:
"Yang bahan bakarnya manusia dan batu. " (QS. al-Baqarah:
24)
Rasulullah saw telah menjelaskan hikmah dari penciptaan
manusia, penciptaan kehidupan dan kematian ketika beliau menyampaikan firman
Allah SWT dalam surah al-Mulk:
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu,
siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. " (QS. al-Mulk: 2)
Dunia
adalah rumah pergelutan. Dan Allah SWT telah menciptakan kehidupan dan kematian
agar manusia menyedari siapa di antara mereka yang terbaik amalnya. Tentu
pengetahuan ini tidak akan menambah kekuasaan Allah SWT. Pengetahuan itu justru
dibutuhkan oleh manusia. Allah SWT menciptakan manusia agar manusia mengetahui,
dan pengetahuan yang paling penting adalah pengetahuan atau pengenalan terhadap
diri. Dan pada hari kiamat manusia akan mengenal dirinya secara sempurna dan ia
akan mengenal balasan yang akan di terimanya secara sempurna.
Dan
barangkali mukadimah yang kami sarikan dari hari akhir ini mengharuskan
kehidupan di atas bumi dipenuhi dengan kesucian dan kebersihan, yaitu diliputi
dengan kemanusiaan yang sempurna yang di dalamnya manusia layak untuk hidup.
Demikianlah Islam yang dibawa oleh Muhammad saw. Inilah asasnya dan hakikatnya.
Itu adalah pondasi dan hakikat yang tidak diciptakan oleh Muhammad saw dan tak
didahului oleh rasul-rasul sebelumnya. Hakikat risalah-risalah yang dulu
semuanya adalah tauhid dan mempertahankan kebenaran serta keimanan terhadap hari
akhir dan menyerahkan jiwa dan anggota tubuh hanya kepada Allah SWT. Yang baru
dalam Islam adalah ilmu, kebebasan dan universalitas ajaran Islam serta warna
keadilan yang sangat kental, sehingga sangat tepat jika dikatakan bahawa
karakter dari Islam adalah keadilan. Barangkali bahagian ini perlu diperhatikan.
Meskipun
agama-agama samawi pada esensinya satu, tetapi kehendak Allah menuntut turunnya
lebih dari agama dan lebih dari satu nabi. Kehendak tersebut menuntut agar pada
setiap agama terdapat karakter yang khusus yang menggambarkan bentuk yang paling
tepat sesuai dengan kebutuhan utama yang di situ agama itu diturunkan dan sesuai
dengan waktu saat itu. Orang-orang Yahudi misalnya, mereka hidup di
tengah-tengah suasana penyembahan berhala di kalangan orang-orang Mesir kuno.
Yahudisme diturunkan pada Bani Israil yang suka membangkang dan kerana itu,
karakter utamanya adalah ketegasan (as- Sharamah) agar mereka tidak terpengaruh
dengan fenomena berhalaisme ala Mesir atau mereka terkena pengaruh dari tindakan
semena-mena Fir'aun. Dengan ketegasan inilah agama Yahudi selamat dan dapat
menjadi risalah penyelamatan dan pembebasan.
Namun
Bani Israil yang memperbudak manusia dan mempunyai hati yang keras pada saat
yang sama mereka keluar dari Fir'aun untuk masuk ke cengkaman orang-orang Romawi
di mana orang-orang Romawi justru lebih lalim dan lebih kuat dari orang-orang
Mesir. Oleh kerana itu, orang- orang Masehi bertanggungjawab untuk melakukan
pembebasan baru tetapi dengan cara yang berbeza sesuai dengan perubahan keadaan.
Cara tersebut adalah menjauhkan penggunaan kekuatan bersenjata kerana kekuatan
orang-orang Romawi mengungguli kekuatan saat itu dan menguasai bumi secara
keseluruhan. Maka kemenangan yang mungkin dapat diperoleh adalah dengan cara
menghindari tindak kekerasan dan lebih mengutamakan pendekatan cinta. Dan pada
kali yang lain orang- orang Masehi memperoleh kemenangan melalui cara kedamaian
dan cinta yang disebarkannya atas imperialisme Romawi dengan segala senjatanya
dan kekuasaannya.
Adapun
Islam datang sebagai agama yang terakhir dan menyeluruh yang layak untuk
diterapkan di muka bumi, sehingga Allah SWT mewariskan bumi dan apa saja yang
ada di dalamnya kepada orang-orang yang berhak mewarisinya. Oleh kerana itu,
agama yang terakhir ini harus mempunyai karakter khusus dan karakter itu adalah
karakter keadilan.
Ketegasan hanya cocok untuk zaman tertentu dan kelompok
tertentu dan keadaan tertentu, sedangkan cinta adalah contoh yang tertinggi,
tetapi ia tidak dapat menjadi sesuatu tolok ukur untuk dibandingkan dengan
tindakan-tindakan tertentu atau untuk dijadikan alat untuk melakukan sesuatu.
Dan jika ia menjadi tolok ukur bagi orang-orang yang memilki perasaan yang
tinggi atau budaya yang tinggi, maka ia tidak dijadikan tolok ukur umum dan
universal. Adapun keadilan, maka ia menjadi karakter Islam yang berarti
keseimbangan dalam sifat-sifat keutamaan dan meletakkan segala sesuatu pada
tempatnya. Ini adalah tolok ukur yang menyeluruh dan barometer yang akhir. Dan
barangkali kebesaran keadilan dan pengaruhnya dalam pengaturan alam bersandarkan
kepada firman Allah SWT:
"Allah menyatakan bahawasanya tidak ada Tuhan melainkan
Dia. Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu)." (QS. Ali 'Imran: 18)
Apabila
Allah SWT dalam Islam merupakan cermin yang tertinggi, maka keadilan yang
disaksikan oleh Allah SWT terhadap diri-Nya sendiri harus menjadi karakter Islam
dan kaum Muslim. Keadilan dalam Islam bukan hanya keadilan ekonomi atau keadilan
hukum atau keadilan dalam balasan, tetapi ia mencakup semuanya. Sebelum semua
ini dan sesudahnya, keadilan dalam Islam merupakan suatu sistem dalam kehidupan
dan metode utama dalam Islam.
Ketika
Anda memalingkan pandangan Anda dalam Islam, maka Anda akan menemukan keadilan
menghiasi seluruh wajah Islam. Di sana terdapat keadilan antara agama-agama yang
dulu, keadilan antara individu dan masyarakat, keadilan antara dunia dan agama,
keadilan antara lelaki dan wanita, keadilan untuk orang-orang yang fakir dan
orang-orang yang kaya, keadilan antara para penguasa dan rakyat, bahkan dengan
keadilan itu sendiri bumi dan langit ditegakkan dan Allah SWT menyebut diri-Nya
sebagai al-'Adl (Yang Maha Adil).
Selanjutnya, Islam adalah agama yang sudah lama sebagaimana
lamanya kedatangan para nabi. Nabi Nuh as berkata dalam surah Yunus:
"Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta
upah sedikit pun darimu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka dan aku
disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri
(kepadanya)." (QS. Yunus: 72)
Nabi
Ibrahim dan Nabi Ismail as berkata dalam surah al-Baqarah saat keduanya
membangun Ka'bah:
"Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami),
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan Kami,
jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah
kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat
kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. "
(QS. al-Baqarah: 127-128)
Nabi
Ibrahim tidak lupa untuk berwasiat kepada keturunannya dan di antara mereka
adalah Yakub agar mereka mati dalam keadaan Islam. Allah SWT berfirman:
"Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anaknya,
Demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): 'Hai anak-anakku, Sesungguhnya Allah
telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk
agama Islam.'" (QS. al-Baqarah: 132)
Ketika
kematian mendekati Yakub, beliau mengumpulkan anak-anaknya di sekelilingnya dan
bertanya kepada mereka:
"Apa yang kamu sembah sepeninggalanku? Mereka menjawab:
'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan
Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepadanya.'" (QS.
al-Baqarah: 133)
Allah
SWT memberitahu kita dalam surah Yunus tentang perkataan Nabi Musa kepada
kaumnya:
"Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka
bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri."
(QS. Yunus: 84)
Sementara itu, Nabi Sulaiman adalah seorang Muslim sesuai
dengan nas ayat-ayat yang menceritakan tentang kisahnya bersama Ratu Saba'
ketika Ratu tersebut berkata:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat lalim terhadap
diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam."
(QS. an-Naml: 44)
Demikian
juga Nabi Yusuf, beliau berdoa kepada Allah SWT dan meminta kepadanya agar
mematikannya sebagai orang Muslim dan memasukannya dalam kelompok orang-orang
yang saleh. Allah SWT berfirman dan bercerita tentang Yusuf dalam surah Yusuf:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan
kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir
mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan
di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan
orang-orang yang saleh." (QS.Yusuf: 101)
Sementara itu dalam surah al-Maidah, Allah SWT mewahyukan
kepada kaum Hawariyin agar mereka beriman kepadanya dan kepada rasul-Nya lalu
mereka berkata:
"Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahawa
Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)." (QS.
al-Maidah: 111)
Jadi,
Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Yakub, Nabi Musa Harun, Nabi Sulaiman,
Nabi Yusuf, Nabi Isa adalah nabi-nabi yang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat
tersebut. Maka seluruh nabi adalah orang-orang Muslim, lalu bagaimana Nabi
Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir dikatakan sebagai orang Muslim yang
pertama?
Allah
SWT berfirman dalam surah al-An'am yang ditujukan kepada Nabi yang terakhir:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al- An'am: 162-163)
Maka,
bagaimana beliau menjadi orang Muslim yang pertama, padahal penamaan umat
beliau dengan sebutan al-Muslimin
adalah penamaan yang sebenarnya sudah dahulu
dikenal di kalangan nabi-nabi yang
terdahulu dan kedatangannya ke alam wujud dan
penamaan agamanya dengan sebutan
al-Islam sebenarnya berhutang kepada datuknya
yang jauh, yaitu Nabi Ibrahim.
Allah SWT berfirman dalam surah al-Hajj:
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam
agama suatu kesempitan. (Ikutilah)
agama orang
tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu sekalian orang- orang Muslim
dari
dahulu. " (QS. al-Hajj: 78)
Tidak
ada pertentangan dalam pendahuluan para nabi dengan sebutan al- Muslimin
daripada Rasulullah saw dan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang pertama.
Tentu kata al-Awwal (yang pertama) di sini tidak difahami dari sisi waktu atau
masa kemunculan, tetapi yang dimaksud dengan orang Muslim di sini adalah akmalul
muslimin (orang yang paling sempurna di antara orang-orang Muslim). Suatu kali
Aisyah pernah ditanya tentang akhlaknya Rasulullah saw lalu dia menjawab dengan
kalimatnya yang singkat: "Akhlak beliau adalah Al-Quran."
Kita
mengetahui bahawa Al-Quran al-Karim menetapkan akhlak yang mulia meskipun dalam
batasannya yang sederhana dan rendah, dan menyebutkan keutamaan akhlak dalam
tingkatannya yang tinggi. Oleh kerana itu, akhlak seperti apa yang dimiliki oleh
Rasulullah saw: apakah beliau memiliki akhlak yang sifatnya tengah-tengah, atau
apakah beliau mendahului dalam kebaikan, atau apakah beliau termasuk ashabul
yamin (orang-orang yang berasal di sebelah kanan), atau apakah beliau termasuk
al-Muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan Allah SWT)?
Rasulullah saw tidak hanya memiliki semua karakter tersebut
dan atribut tersebut, bahkan kedudukan beliau lebih dari itu semua. Beliau
berada di puncak dari segala puncak keutamaan akhlak, sehingga beliau berhak
untuk mendapatkan sebutan dari Allah SWT:
"Dan sungguh pada dirimu terdapat budi pekerti yang agung.
" (QS. al- Qalam: 4)
Para
Mufasir berbeza pendapat tentang makna dari al-Huluqul 'adzim (budi pekerti yang
agung). Sebahagian mereka mengatakan bahawa yang dimaksud adalah Al-Quran.
Sebahagian yang lain mengatakan itu adalah Islam. Ada juga yang mengatakan
bahawa beliau tidak memiliki sesuatu kecuali keinginan untuk menuju jalan Allah
SWT.
Dalam
Al-Qur'an al-Karim terdapat penjelasan tentang darjat beliau yang tinggi dalam
dua ayat yang mulia. Ayat yang pertama adalah firman-Nya:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al- An'am: 162-163)
Beliau
adalah orang yang paling utama di antara manusia semuanya; beliau memiliki
keutamaan yang melebihi semua manusia; beliau memiliki rahmat dan kemuliaan yang
tidak dapat ditandingi oleh seseorang pun. Meskipun beliau datang sebagai Nabi
yang terakhir namun justru kerana posisi beliau sebagai Nabi yang terakhir, maka
beliau menjadi bata yang terakhir dalam pembangunan rumah kenabian yang tinggi,
sehingga bata yang terakhir itu harus menjadi puncak pembangunan manusia.
Sedangkan ayat yang kedua adalah firman-Nya:
"Dan Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam
semesta." (QS. al-Anbiya': 107)
Beliau
bukan hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Arab saja; beliau bukan hanya
menjadi rahmat bagi orang-orang Quraisy dan beliau bukan menjadi rahmat bagi
zamannya saja, begitu juga beliau tidak menjadi rahmat bagi jazirah Arab saja,
tetapi beliau menjadi rahmat bagi alam semesta; beliau senantiasa menjadi rahmat
bagi alam semesta: dimulai dari diturunkannya wahyu kepadanya dengan kalimat
iqra hingga Allah SWT mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya kepada
orang- orang yang berhak mewarisinya sampai hari kiamat. Alhasil, beliau adalah
rahmat yang dihadiahkan kepada manusia; beliau adalah rahmat yang tidak
menonjolkan mukjizat yang mengagumkan, tetapi beliau adalah rahmat yang memulai
dakwah dengan mengutamakan fungsi akal atau pembacaan dua kitab: pertama,
pembacaan kitab alam atau Al- Qur'an yang diciptakan atau kalimat-kalimat Allah
SWT yang terdiri dari jutaan bentuk dan kedua pembacaan Al-Qur'an yang
diturunkan melalui malaikat Jibril di mana ia merupakan kalamullah yang abadi.
Dan kitab alam dibaca dengan ribuan cara: dibaca melalui penelusuran dunia:
"Katakanlah: 'Berjalanlah kamu di muka bumi dan
amat-amatilah.'" (QS. an-Naml: 69)
Atau
dibaca melalui usaha menyingkap misteri dan penggunaan akal:
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga
jelaslah bagi mereka bahawa Al-Qur'an itu adalah benar. " (QS. Fushilat: 53)
Atau
dibaca melalui ilmu dan pengamatan:
"Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat
berdiam, dan yang telah menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang
menjadikan gunung-gunung untuk (mengukuhkan)nya dan menjadikan suatu pemisah
antara dua laut 1 Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan
(sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui." (QS. an-Naml: 61)
Jika di
sana terdapat ribuan jalan atau cara untuk membaca kalimat- kalimat Allah SWT
dan kitab alam, maka di sana terdapat satu jalan untuk membaca kalamullah yang
abadi, yaitu hendaklah Al-Qur'an dibaca dengan mata hati dan kecemerlangan
basirah, sehingga Al-Qur'an menjadi bahagian akhlak dari yang membaca sesuai
dengan kemampuannya.
Sebelum
turunnya Al-Qur'an, dunia diliputi dengan kekurangan, baik secara materi,
rohani, undang-undang mahupun dari dimensi kehidupan yang biasa melekat pada
manusia saat itu. Dan sebelum diutusnya Rasul saw yang beliau adalah manusia
yang sempurna dan paling utama, alam belum mencapai puncak dari penyerahan diri
kepada Allah SWT atau puncak dari keutamaan akhlak. Ketika Rasulullah saw
diutus, maka manusia mengalami kesempurnaan dan mampu mencapai tingkat
kesempurnaannya. Dengan Kitab yang mulia ini dan Nabi yang pengasih, Allah SWT
yang menyempurnakan agama bagi manusia dan menyempurnakan nikmat-Nya atas
mereka, sebagaimana firman-Nya:
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
Namun
semua itu tidak terwujud begitu saja, Nabi yang mulia harus berjuang secara
serius dan sungguh-sungguh, sehingga beliau menjadi manusia yang paling layak
untuk mendapatkan pujian penduduk bumi dan penduduk langit. Dan Rasulullah saw
telah melakukan semua itu. Kita tidak mengenal seorang nabi yang perasaannya
dihina dan dicaci maki lebih dari apa diterima oleh Muhammad bin Abdillah; kita
tidak mengenal seorang nabi yang memikul berbagai penderitaan, dan memiliki
kesabaran yang mengagumkan di jalan Allah SWT sebagaimana yang ditunjukkan oleh
Nabi kita.
Kemudian, seorang yang diutus oleh Allah SWT sebagai rahmat
bagi alam semesta tidak akan mengajak manusia menuju kebenaran kecuali jika
manusia tersebut dari kalangan orang-orang yang kafir dan membangkang. Beliau
berdakwah bagi orang yang berhak mendapatkan dakwah; beliau siap memikul
tanggung jawab dakwah dengan berbagai tantangan dan cubaannya; beliau
menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Setelah itu, beliau datang kepada Allah
SWT dengan hati yang puas dan air mata yang bercucuran dan dengan suara berbisik
berkata: "Ya Allah, jika tidak ada kemurkaan pada diri-Mu, maka aku tidak akan
peduli dengan manusia." Segala sesuatu akan menjadi mudah jika di sana terdapat
ridha Allah SWT.
Setelah
turunnya wahyu kepada Rasul saw, beliau memulai tahapan dakwah dan mengajak
manusia untuk menyembah Allah SWT. Dimulailah dakwah secara rahsia yang
berlangsung selama tiga tahun dalam persembunyian.
Mula-mula Ummul Mu'minin, Khadijah binti Khuwailid beriman
kepadanya, lalu beriman juga sahabatnya, Abu Bakar sebagaimana beriman kepadanya
anak pamannya, Ali bin Abi Thalib yang saat itu masih kecil dan hidup di bawah
asuhan Muhammad, dan juga beriman kepadanya Zaid bin Tsabit, seorang
pembantunya. Kemudian Abu Bakar juga ikut berdakwah, sehingga ia memasukkan
dalam dakwah teman- temannya, seperti Usman bin Affan, Thalha bin Ubaidilah, dan
Sa'ad bin Abi Waqas. Juga beriman seorang Masehi, yaitu Waraqah bin Nofel dan
Rasulullah saw melihatnya setelah kematiannya tanda kesenangan yang itu
menunjukkan ketinggian darjatnya di sisi Allah SWT. Setelah itu, Abu Dzar
al-Ghifari juga masuk Islam, lalu disusul oleh Zubair bin Awam dan Umar bin
'Anbasah serta Sa'id bin 'Ash. Jadi, Islam mulai mengepakkan sayapnya secara
rahsia di Mekah.
Kemudian
berita tersebarnya akidah yang baru ini sampai kepada pembesar-pembesar Quraisy,
tetapi mereka tidak begitu peduli. Barangkali mereka membayangkan bahawa
Muhammad telah menjadi - kerana uzlah yang dilakukannya di gua Hira - salah
seorang juru bicara tentang ketuhanan sebagaimana pernah dilakukan oleh Umayah
bin Shalt dan Qas bin Sa'adah.
Demikianlah dakwah secara rahsia berhasil mengembangkan
misinya dan dapat melindungi akidah yang baru. Dan selama perjalanan tiga tahun
yang dibutuhkan tahapan dakwah secara rahsia keimanan telah tertanam dalam hati
kaum Muslim yang pertama. Rasulullah saw telah mendidik mereka dan telah
menanamkan kepada diri mereka sifat-sifat kemuliaan dan telah menciptakan mereka
sebagai benih pertama dari pasukan Islam. Pada suatu hari Jibril turun dengan
membawa firman Allah SWT:
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang
terdekat." (QS. asy-Syu'ara': 214)
Demikianlah, datanglah perintah Ilahi agar Rasulullah saw
berdakwah secara terang-terangan. Lalu berkumpullah di sekeliling Nabi
sekelompok tentera yang besar dan datanglah perintah Ilahi agar beliau
menyampaikan dakwah secara terang-terangan dan mengingatkan keluarga dekatnya.
Ketika Nabi melakukan hal tersebut, maka dakwah memasuki tahapan yang kedua. Dan
tahapan dakwah yang baru ini berakibat pada timbulnya penekanan terhadap para
dai di mana mereka mengalami penindasan, bahkan mereka didustakan oleh
masyarakat serta diboikot.
Orang-orang Quraisy mengetahui bahawa Muhammad berbahaya
bagi mereka. Beliau bukan hanya berbicara tentang ketuhanan, tetapi beliau
mengajak manusia untuk mengikuti agama baru, yaitu agama yang mencuba untuk
menyingkirkan berhala-berhala dan patung-patung mereka serta tuhan-tuhan mereka
yang mereka yakini; agama yang mencuba menyingkirkan kedudukan sosial mereka dan
kepentingan- kepentingan ekonomi mereka; agama yang menyatakan bahawa tiada
tuhan lain selain Allah SWT, dan tiada hukum lain selain hukum-Nya, serta tiada
penguasa lain selain Dia. Kedatangan agama tersebut menyebabkan penduduk kota
Mekah membencinya dan orang-orang yang memegang kekuasaan di dalamnya merasa
gelisah.
Setelah
pengumuman dakwah secara terang-terangan, dimulailah dan ditabuhlah gendang
peperangan. Kemudian peperangan yang dahsyat terjadi antara para pembesar
Quraisy dan para pengikut Rasulullah saw. Orang yang pertama kali menyerang
Islam adalah seorang tokoh Mekah yang bernama Abu Lahab.
Bukhari
meriwayatkan bahawa Rasulullah saw menaiki bukit Shafa dan beliau mulai
memanggil-manggil tokoh Quraisy dan para kabilah Mekah. Dan ketika semua
berkumpul, beliau bertanya kepada mereka: "Apakah kalian percaya jika aku
memberitahu kalian bahawa seekor kuda akan datang menyerang kalian?" Mereka
menjawab: "Tentu, kami belum pernah melihatmu berbohong." Beliau berkata: "Aku
seorang yang diutus sebagai pemberi peringatan terhadap kalian. Di hadapanku
terdapat seksaan yang berat jika kalian menentang." Abu Lahab berkata: "Sungguh
celaka engkau, apakah kerana ini engkau mengumpulkan kami."
Dengan
penghinaan inilah, peperangan terhadap Islam dimulai. Ketika kaum Muslim tidak
mampu mempertahankan diri mereka, maka mula- mula Allah SWT membantu mereka dan
menolong mereka dengan menurunkan surah yang pendek yang mengecam tindakan Abu
Lahab:
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan
binasa. Tidaklah bermanfaat kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahakan.
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya,
pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. " (QS. Allahab:
1-5)
Dengan
ayat-ayat yang pendek dan tepat tersebut, Abu Lahab memasuki kancah sejarah dari
pintunya yang paling pendek. Gambaran tentang kejahatan Abu Lahab tertulis
selama-lamanya. Abu Lahab adalah seorang yang menentang dakwah kebenaran kerana
ia mengkhuatirkan kedudukannya dan kekayaannya, padahal harta yang
dipertahankannya dan dijaganya tidak memiliki erti sama sekali di sisi Allah SWT
kerana ia sekarang berada dan dimasukkan di tengah-tengah neraka yang menyala-
nyala, sedangkan isterinya membawa kayu bakar, sehingga menambah nyala api itu
sendiri. Dan di lehernya terdapat suatu belenggu sebagai simbol keterikatannya
dengan dunia binatang yang tidak berakal. Sebahagian besar orang-orang yang
menentang dakwah adalah orang- orang yang berhubungan dengan dunia binatang yang
tidak sadar.
Allah
SWT berfirman:
"Atau apakah kamu mengira bahawa kebanyakan mereka itu
mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). " (QS.
al-Furqan: 44)
Seandainya hari ini kita merenungkan reaksi orang-orang
kafir dan orang- orang musyrik, maka kita akan terhairan-hairan.
Allah
SWT berfirman:
"Dan mereka hairan kerana mereka kedatangan seorang pemberi
peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: 'Ini
adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan
tuhan-tuhan itu Tuhan yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal
yang sangat menghairankan'." (QS. Shad: 4- 5)
Cobak
perhatikan bagaimana kebodohan kaum itu di mana mereka menganggap bahawa pada
hakikatnya terdapat multi tuhan dan mereka justru merasa hairan ketika terdapat
hanya satu tuhan atau tuhan yang esa. Mereka justru merasa hairan ketika
berhadapan dengan masalah yang fitri dan jelas ini.
Allah
SWT berfirman:
"Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka
hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan): 'Inikah orangnya
yang diutus Allah sebagai rasul? Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari
sembahan-sembahan kita, seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya. " (QS.
al-Furqan: 41-42)
Perhatikanlah betapa nekadnya kaum itu di mana mereka mulai
menghina dan mengejek Rasulullah saw, padahal beliau telah datang di
tengah-tengah mereka untuk menyelamatkan mereka dari api neraka, dan cuba
perhatikan bagaimana pandangan mereka terhadap tuhan-tuhan mereka. Mereka
membayangkan bahawa mereka nyaris tersesat jika mereka tidak bersabar dalam
membela tuhan-tuhan tersebut. Demikianlah kesesatan mengejek kebenaran dan
kebodohan menghina ilmu. Mereka justru merasa hairan terhadap kepandaiannya yang
dapat menyelamatkannya dari meninggalkan tuhan-tuhannya yang terbuat dari batu
dan kayu, bahkan terkadang mereka membuat tuhan dari adunan roti di mana mereka
menyembahnya kemudian memakannya. Mereka mengatakan bahawa tuhan-tuhan kami
menyelamatkan kami dari rasa lapar atau mereka mengatakan bahawa kami menyembah
mereka agar mereka dapat mendekatkan kami pada Allah sedekat-dekatnya.
Meskipun
demikian, dakwah Nabi terus berlanjutan dan tertanam di muka bumi. Mereka
orang-orang musyrik menuduh Nabi sebagai seorang dukun; mereka menuduhnya juga
sebagai seorang gila, bahkan mereka menuduhnya sebagai seorang penyihir; mereka
menuduh bahawa beliau berbohong atas nama kebenaran dan beliau dibantu oleh kaum
yang lain; mereka mengatakan ini adalah dongengan orang-orang yang dahulu.
Mereka
meminta kepada beliau untuk mendatangkan mukjizat dengan bentuk tertentu; mereka
memberitahu bahawa mereka tidak akan beriman kepadanya, sehingga terdapat suatu
mata air yang memancar dari bumi atau terwujud di depan mereka suatu taman dari
pohon kurma dan anggur yang memancar di tengah-tengahnya sungai, atau langit
akan runtuh sebagaimana yang beliau sampaikan kepada mereka sebagai bentuk azab
atau beliau datang dengan Allah SWT dan para malaikat dan mereka semua menjamin
kebenaran dakwah yang diserukannya, atau beliau memiliki rumah dari emas atau
beliau mampu mendaki langit dan mereka masih belum beriman terhadap pendakian
itu meskipun ia mendaki di hadapan mata mereka dan kembali dengan selamat,
kecuali jika ia menghadirkan kitab kepada mereka yang dapat mereka baca dari
langit.
Nabi
tidak peduli dengan usaha mereka untuk menyakiti hati beliau; Nabi tetap
memberitahu mereka dengan penuh kelembutan bahawa apa saja yang mereka minta itu
tidak sesuai dengan Islam. Sebab, Islam hanya menyeru akal dan berusaha
menciptakan kebebasan. Beliau menyampaikan kepada mereka bahawa beliau hanya
sekadar manusia yang diutus oleh Tuhan; beliau datang kepada mereka untuk
mengingatkan mereka akan suatu hari di mana seorang tua tidak akan menyelamatkan
anaknya dan tidak bermanfaat di dalamnya harta dan anak-anak, dan mereka tidak
akan selamat di dalamnya dari seksaan. Orang-orang yang mempunyai kedudukan atau
para tokoh mereka adalah para tiran-tiran di muka bumi di mana semua itu tidak
akan bermanfaat bagi mereka pada hari kiamat. Seksaan yang bakal mereka terima
tidak dapat mereka hindari dan mereka pun tidak dapat meringankannya.
Demikianlah Islam - sebagaimana agama-agama sebelumnya -
mengumpulkan di sekelilingnya orang-orang yang berakal dan orang- orang yang
fakir serta orang-orang yang menderita di muka bumi. Berimanlah sekelompok
orang-orang fakir di mana mereka menjadi kelompok sosial yang tertindas dan
tersingkirkan di Mekah. Mereka menjadi makanan empuk kelompok-kelompok yang
zalim.
Islam
bukan hanya memberikan solusi ekonomi terhadap tragedi kehidupan atau
masyarakat, tetapi Islam memberikan solusi Ilahi terhadap keberadaan manusia
secara umum; Islam meyakini bahawa manusia bukan hanya sekadar perut yang harus
dikenyangkan dan naluri seksual yang harus dipuaskan, manusia bukan hanya di
lihat dan dinilai dari sisi ini, namun Islam justru meletakkan manusia pada
tempatnya yang hakiki, tanpa membesar-besarkan atau mengecilkannya. Dalam
pandangan Islam, manusia terdiri dari bangunan fizik dan rohani, terdiri dari
akal dan ambisi dan terdiri dari celupan dari Allah SWT dalam rohnya.
Islam
tidak mementingkan fizik saja dan meninggalkan rohani, begitu juga sebaliknya.
Terkadang fizik boleh jadi mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan, tetapi
rohani justru mengalami penderitaan yang luar biasa. kerana itu, pemuasan salah
satu dimensi dari dimensi manusia tidak akan membawa manusia kepada kesempurnaan
atau kebahagiaan. Maka, Islam datang untuk membawa suatu solusi yang dapat
menyelamatkan manusia dari dalam dirinya sendiri dan Islam membebankan tugas
ini, yakni tugas perubahan ini kepada Al-Qur'an.
Al-Qur'an menjadi cermin dalam kehidupan di mana
ayat-ayatnya diturunkan kepada Rasul saw, lalu beliau mengajarkannya kepada kaum
Muslim. Kemudian Al-Qur'an berubah menjadi orang-orang yang berjalan di
pasar-pasar dan mengancam singgasana kebencian yang menguasai Mekah, sehingga
orang-orang musyrik justru meningkatkan usaha pengejekan dan penghinaan terhadap
Rasul saw. Oleh kerana itu, beliau semakin sedih lalu Allah SWT menghiburnya.
Allah SWT memberitahu beliau bahawa mereka tidak mendustakannya, tetapi mereka
justru melalimi diri mereka sendiri. Mereka mulai menentang Nabi dan ayat- ayat
Allah SWT, padahal Nabi adalah salah satu dari ayat Allah SWT.
Allah
SWT berfirman:
"Sesungguhnya Kami mengetahui bahawasanya apa yang mereka
katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), kerana mereka
sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang lalim itu
mengingkari ayat-ayat Allah." (QS. al- An'am: 33)
Kemudian
kaum musyrik meningkatkan penindasan kepada Rasul saw dan para pengikutnya.
Peperangan dimulai: dari peperangan urat saraf sampai peperangan fizik. Mereka
mulai menyeksa para pengikut Rasul saw, bahkan membunuhnya. Pada saat itu,
musuh-musuh Islam membayangkan bahawa dengan cara menindas kaum Muslim dan
menekan mereka dakwah Islam akan berhenti dan kaum Muslin akan enggan untuk
berdakwah. Mereka menganggap bahawa kaum Muslim justru memilih untuk
menyelamatkan diri mereka. Namun para tokoh- tokoh Quraisy dan para tokoh-tokoh
Mekah dikejutkan ketika melihat penekanan yang mereka lakukan justru semakin
membakar semangat kaum Muslim untuk berdakwah. Saat itu kaum Muslim merasa yakin
bahawa benih yang telah ditanam Rasulullah saw dalam diri mereka menjadikan
mereka tetap bersemangat untuk menyebarkan risalah Allah SWT di muka bumi, yaitu
suatu risalah yang mengembalikan bumi menuju kematangan (kesempurnaan) yang
telah hilang darinya dan kemanusiaan yang telah disia-siakan serta kehormatan
yang telah ditumpahkan dan kebebasan yang telah hilang.
Kaum
Muslim yakin bahawa mereka bukan hanya membangun suatu negeri yang kecil di
Mekah, dan mereka bukan hanya memperbaiki masyarakat yang rosak, yaitu
masyarakat jazirah Arab, tetapi mereka mengetahui bahawa mereka akan membangun
suatu manusia yang baru. Mereka akan menciptakan manusia seutuhnya; mereka akan
menghadirkan dunia dalam bentuk yang baru dan dalam gambar yang baru yang
merupakan cermin dari gambar kebesaran sang Pencipta.
Sebelum
kedatangan Islam, orang-orang Arab tidak dikenal. Dibandingkan dengan peradaban
yang dahulu dan moden, orang-orang Arab tidak memiliki apa-apa. Mereka tidak
memberikan kontribusi kepada dunia dalam bentuk ilmu, seni, atau peninggalan apa
pun yang dapat dijadikan sebagai kebanggaan. Namun ketika Islam turun kepada
mereka, mereka menjadi cermin kejayaan manusia di mana mereka dapat memberikan
sumbangan nyata pada umat manusia. Bahkan orang-orang Barat banyak berhutang
kepada mereka dalam kemajuan yang mereka capai saat ini. Sebaliknya, ketika
mereka berpaling dari Islam di mana Islam hanya menjadi lembaran cerita-cerita
dan kertas-kertas yang tidak berguna, maka saat itulah orang-orang Barat dapat
menguasai kaum Muslim kerana mereka justru mendapatkan ilmu dari Kaum Muslim itu
sendiri. Mereka justru mencapai kemajuan ketika kaum Muslim meninggalkan agama
mereka. Jadi, ketika kaum Muslim memahami Islam secara benar dan berusaha untuk
menghidupkan ajaran-ajarannya nescaya mereka akan mencapai puncak keilmuan.
Pada
awal-awal masa tersebarnya Islam, kaum Muslim menyedari bahawa mereka menghadapi
peperangan yang tidak akan berhenti. Selama kehidupan ada, maka pertentangan pun
tetap ada. Oleh kerana itu, ketika mereka mendapatkan penganiayaan dan seksaan,
maka keimanan mereka justru semakin meningkat, dan setiap penganiayaan yang
dilakukan oleh kaum Quraisy, maka mereka tetap bertahan untuk mempertahankan
kebenaran. Sebagai contoh, Amar bin Yasir mengalami penderitaan dan
penganiayaan. Ia adalah salah seorang budak yang menjadi korban dari sistem
ekonomi yang berlaku saat itu, yaitu ekonomi yang berdasarkan kepada sistem
perbudakan. Seorang yang beriman tersebut diseksa di Mekah di mana ia tidak
memperoleh kebebasannya yang hakiki kecuali setelah ia memeluk Islam. Mereka
mengeluarkannya ke gurun dan menyeksanya berserta ibunya. Bahkan seksaan semakin
meningkat atas ibunya agar ia kembali menjadi musyrik. Ketika ia tetap
mempertahankan keimanannya dan dengan tegas menolak ajakan untuk menentang
Islam, maka Abu Jahal menikamnya dengan belati yang ada di dua tangannya. Ia pun
meninggal. Dan Islam mengorbankan syahidnya yang pertama. Wanita mulia itu
bernama Sumayah, ibu dari Amar bin Yasir.
Banyak
kalangan orang-orang bodoh mengatakan tentang persetujuan Islam terhadap sistem
perbudakan, atau Islam mendiamkan sistem perbudakan. Mereka lupa bahawa Islam
dibangun berdasarkan suatu prinsip yang ingin membebaskan perbudakan dengan
segala bentuknya; Islam ingin mengeluarkan manusia dari kepemilikan sesama
manusia menuju kepemilikan kepada Allah SWT.
Jika
Islam tidak turun dengan nas-nas yang terperinci yang mengharamkan sistem
perbudakan, maka dasar-dasarnya secara umum dan prinsip-prinsip utamanya
menghentikan - baik dalam tindakan mahupun ucapan - sumber-sumber sistem ini.
Allah SWT sebagai pemilik syariat mengetahui bahawa sistem perbudakan adalah
sistem ekonomi yang sementara yang akan berubah dengan perubahan waktu, dan
kerana Islam tidak turun pada waktu yang terdapat perbudakan saja, tetapi ia
turun secara umum dan menyeluruh untuk setiap zaman, maka Islam sengaja melewati
bentuk-bentuk yang sementara ini dari bentuk-bentuk eksploitasi menuju unsur
yang pertama atau dasar pertama yang menimbulkan bentuk-bentuk eksploitasi
tersebut, sehingga Islam mengharamkannya. Dengan cara demikian, Islam
mengharamkan sistem perbudakan secara bertahap, seperti proses pengharaman
khamer. Jadi, keseriusan Islam sangat menonjol dalam usaha menghapus dan
mengharamkan perbudakan.
Jika
dikatakan kepada kita bahawa Islam membolehkan para tenteranya untuk memperbudak
para tawanan perang, maka kita akan mengatakan bahawa Islam menerapkan sistem
ini sebagai bentuk pembalasan terhadap perlakuan yang sama di mana musuh-musuh
Islam menjadikan kaum Muslim sebagai budak-budak mereka ketika mereka
menawannya. Oleh kerana itu, secara alami orang-orang Islam pun menawan mereka
sebagai budak-budak. Jika Islam tidak melakukan yang demikian, maka boleh jadi
Islam akan dimain-mainkan dan ada kesempatan besar bagi orang-orang musyrik
untuk memperdaya Islam.
Demikianlah bahawa dakwah Islam mengalami berbagai macam
hambatan dan penindasan. Dan ketika orang-orang yang terseksa mengadu kepada
Rasulullah saw atas penindasan yang mereka terima, maka Rasulullah saw
memberitahu mereka dengan pembicaraan yang jelas bahawa para dai di jalan Allah
SWT harus mengorbankan kesenangan mereka, kedamaian mereka, dan darah mereka
sebagai harga yang pantas untuk tersebarnya dakwah Islam. Kebebasan bukan
diperoleh dengan cuma-cuma. Sejarah kehidupan menceritakan kepada kita bahawa ia
dipenuhi dengan gumpalan darah yang harus dibayar oleh masyarakat untuk
memerangi musuh-musuhnya dari luar dan dari dalam. Jika ini dialami setiap orang
yang menuntut kebebasan pada zaman dan tempat tertentu, maka bagaimana dengan
orang-orang yang menuntut kebebasan manusia secara keseluruhan.
Seorang
Muslim hendaklah sadar bahawa dengan mengumumkan dakwahnya, maka ia pasti akan
menerima pengusiran, penindasan, penjara, pengepungan dan pembunuhan. Ini adalah
harga yang pantas yang harus dibayar ketika berdakwah di jalan Allah SWT; inilah
harga kebebasan. Bahkan terkadang kaum yang batil pun membayamya dengan senang
hati, maka bagaimana mungkin orang-orang yang bersama kebenaran ragu untuk
melakukannya.
Pada
hakikatnya, manusia cinta kepada keabadian. Secara naluri manusia merasa takut
pada azab dan kematian. Dan barangkali yang membezakan orang-orang Islam yang
hakiki dengan yang lainnya adalah bahawa mereka terbebas dari rasa ketakutan dan
cinta keabadian. Ini adalah tolok ukur yang pasti untuk membezakan antara
seorang Muslim yang hakiki dan seorang Muslim yang hanya namanya atau Muslim
warisan atau hanya klaim semata.
Seorang
Muslim yang hakiki menyedari bahawa ajal di tangan Allah SWT, rezeki ada juga di
tangan-Nya, begitu juga keamanan semua ada di tangan-Nya. Dengan keimanan
seperti ini, ia memulai pergelutannya untuk menyebarkan dakwah. Ia siap untuk
menerima penyeksaan dan penderitaan di jalan Allah SWT; ia pun siap menitiskan
darahnya sebagai harga yang pantas yang diserukannya dalam rangka memperoleh
kebebasan. Ini semua dilakukannya dengan begitu sederhana dan tidak ada rasa
takut kerana Islam membebaskannya dari rasa ketakutan. Dahulu para pembangkang
menggergaji orang-orang yang menyeru di jalan Allah SWT dengan menggergaji saat
mereka dalam keadaan hidup- hidup.
Khabab
bin Irit pergi menemui Rasulullah saw dan meminta tolong kepada beliau dari
penyeksaan orang-orang Quraisy, sambil berkata: "Tidakkah engkau menolong kami,
wahai Rasulullah? Tidakkah engkau berdoa kepada kami, ya Rasulullah?" Rasulullah
saw menjawab: "Sungguh sebelum kalian terdapat orang-orang yang berdakwah di
jalan Allah SWT lalu mereka dimasukkan dalam suatu galian tanah lalu mereka
digergaji di mana tubuh mereka di pisah menjadi dua, namun mereka tetap
mempertahankan agamanya. Demi Allah, sungguh Allah SWT akan menolong masalah ini
tetapi kalian terlalu tergesa-gesa."
Dengan
kalimat-kalimat yang penuh kesabaran dan keberanian ini, Rasulullah saw ingin
memahamkan kepada orang tersebut bahawa termasuk dari kesempurnaan iman adalah
membayar harga kebebasan. Jelas sekali bahawa Islam tidak memberikan keuntungan
bagi orang yang memeluknya. Orang-orang Islam yang pertama tidak bertanya dan
mengatakan: "Apa yang kita peroleh dari agama ini?" Sebaliknya, mereka bertanya:
"Apa yang kita bayar untuk Islam?" Jawapannya adalah: "Segala sesuatu dimulai
dari suapan-suapan roti sampai darah yang tertumpah." Jadi, kaum Muslim yang
pertama telah membayar ongkos kebebasan. Mereka merasakan kedamaian yang luar
biasa untuk mempertahankan agama Allah SWT; mereka mendapatkan kepercayaan yang
tinggi tentang kemenangan kebenaran yang datang kepada mereka; mereka justru
memberitahu orang-orang musyrik bahawa mereka akan dapat mengalahkan raja-raja
Kisra dan Kaisar. Dengan dakwah yang mereka lakukan, mereka akan menjadi
pemimpin-pemimpin di muka bumi. Kaum musyrik justru memanfaatkan kepercayaan ini
untuk mengejek mereka dan mentertawakan mereka.
Ketika
Aswad Ibnu Matlab dan orang-orang yang bersamanya melihat sahabat-sahabat Nabi,
maka mereka mengejek dan mengatakan: "Telah datang kepada kalian
pemimpin-pemimpin bumi yang esok akan mengalahkan raja-raja Kisra dan Kaisar,
kemudian mereka bersiul dan bertepuk tangan." Namun kaum mukmin tidak peduli
dengan ejekan tersebut. Demikianlah bahawa ejekan demi ejekan terus menyertai
dakwah kaum Muslim. Kemudian kaum Quraisy mengadakan pertemuan yang bersejarah
untuk menyatukan pandangan dalam rangka menyerang Rasulullah saw. Kaum musyrik
menuduhnya bahawa beliau adalah seorang ahli sihir, dan pada kali yang lain
mereka menuduhnya bahawa beliau adalah dukun, dan pada kali yang lain lagi
mereka menuduhnya bahawa beliau adalah penyair, bahkan pada kali yang lain
mereka menuduhnya bahawa beliau adalah seorang yang gila. Kemudian mereka semua
sepakat untuk menuduh bahawa beliau adalah seorang penyihir.
Walid
bin Mughirah yang terkenal sebagai orang yang terpandang di kalangan mereka
menuduh Rasulullah saw sebagai penyihir yang dapat memisahkan antara sesama
saudara dan antara seseorang dengan isterinya. Kemudian mereka membikin
kelompok-kelompok yang mengingatkan para pendatang di Mekah bahawa Muhammad
adalah seorang penyihir. Meskipun demikian, dakwah Islam tetap berlangsung. Ia
tetap tersebar dengan pelan namun pasti dan kalimat-kalimat yang diutarakan Nabi
justru mengingatkan perjanjian yang pernah dilakukan oleh manusia, yaitu
perjanjian saat Allah SWT menyaksikannya ketika mereka masih di alam atom di
punggung Adam:
"Bukankah aku Tuhan kalian? Mereka menjawab: 'Benar.'" (QS.
al- A'raf: 172)
Bertambahlah jumlah kaum Muslim hingga kaum Quraisy
merasakan ketakutan. Mereka mulai melihat bahawa penggunaan cara-cara kekerasan
tidak selalu berhasil. Kemudian mereka memilih untuk menggunakan cara baru,
yaitu bagaimana seandainya mereka menggunakan perdamaian dan perundingan.
Orang-orang Quraisy mengutus 'Utbah bin Rabi'ah, seorang lelaki yang terkenal
dengan kecerdasan dan kebijaksanaan sebagai juru runding.
'Utbah
berkata kepada Rasul saw: "Wahai anak saudaraku, kami mengetahui kedudukanmu di
sisi kami dari sisi nasab. Engkau datang kepada kaummu dengan suatu hal yang
besar di mana engkau memisahkan kelompok-kelompok mereka. Maka dengarkanlah aku
kerana aku ingin berbicara tentang beberapa hal. Barangkali engkau akan menerima
sebahagiannya." Rasul saw berkata: "Silakan berbicara wahai 'Utbah." 'Utbah
berkata: "Jika engkau menginginkan harta nescaya kami akan mengumpulkan harta
bagimu, sehingga engkau akan menjadi orang yang paling kaya di antara kami, dan
jika engkau menginginkan kehormatan, maka kami akan memberi kehormatan itu
bagimu dan jika engkau menginginkan kekuasaan, maka kami akan menyerahkan
kekuasaan padamu dan jika engkau terkena penyakit yang engkau tidak mampu
menolaknya dari dirimu, maka kami akan mencarikan tabib bagimu dan kami akan
mengeluarkan harta kami sehingga engkau sembuh."
Demikianlah 'Utbah mengakhiri pembicarannya. Kemudian ia
menunggu reaksi Nabi. Lalu Rasulullah saw berkata:
"Dengan
nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Haa miim. Diturunkan dari
Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya,
yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui. Yang membawa berita
gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling
(darinya);, maka mereka tidak (mau) mendengarkan. Mereka berkata: 'Hati kami
berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di
telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah
kamu; Sesungguhnya kami bekerja (pula).' Katakanlah: 'bahawasanya aku hanyalah
seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahawasanya Tuhan kamu adalah
Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadanya dan
mohonlah ampun kepadanya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang
mempersekutukan-(Nya) (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka
kafir akan adanya (kehidupan) akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh mereka mendapat pahala yang tiada putus-putusnya.'
Katakanlah:'
Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan
bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat)
demikian itulah Tuhan semesta alam. Dan dia menciptakan di bumi itu
gunung-gunung yang kukuh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan
padanya kadar makanan- makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu
sebagai jawapan) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian dia menuju kepada
penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata
kepadanya dan kepada bumi: 'Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan
suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan suka hati.'
Maha Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada
tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-
bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik- baiknya.
Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Jika mereka
berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti
petir yang menimpa kaum 'Ad dan kaum Tsamud." (QS. Fushilat: 1-13)
Rasulullah saw telah menjawab tawaran 'Utbah di mana beliau
memilih untuk menghadapi tawaran dan iming-iming tersebut dengan membaca
sebahagian dari surah Fhusilat yang merupakan salah satu surah Al-Qur'an yang
diturunkan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril. 'Utbah bangkit dari tempatnya
ketika Rasulullah saw sampai pada firman-Nya:
"Jika mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah
memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum "Ad dan kaum
Tsamud. " (QS. Fushilat: 13)
'Utbah
berdiri dalam keadaan takut dan segera menuju kaum Quraisy. Bayang-bayang azab
dunia terngiang di telinganya. Dan ketika ia sampai ke orang Quraisy, ia
mengusulkan agar orang-orang Quraisy membiarkan apa saja yang dilakukan
Muhammad. Gagallah perundingan dengan seorang Muslim yang pertama, yaitu
Rasulullah saw. Gagalnya perundingan tersebut sebagai bentuk pemberitahuan
tentang kembalinya tindak kekerasan dan penyeksaan terhadap sahabat-sahabat
Rasul saw. Kemudian kaum musyrik semakin meningkatkan penindasan terhadap kaum
Muslim. Rasulullah saw sangat menderita melihat hal yang dirasakan para
sahabatnya. Ketika kaum Muslim membayar harga yang paling mahal sebagai
konsekuensi dari akidah yang mereka anut dan mereka dengan sabar memikul
penderitaan di jalan Allah SWT, maka Rasulullah saw mengisyaratkan mereka untuk
berhijrah. Beliau memberikan izin untuk berhijrah bagi orang yang ingin hijrah.
Kemudian
Dimulailah gelombang hijrah. Itu terjadi pada lima tahun dari turunnya wahyu
setelah dua tahun diumumkannya dakwah. Maka berhijrahlah ke Habasyah enam belas
orang Muslim. Mereka keluar secara rahsia dan mereka menuju ke laut. Mereka
berlayar meskipun orang- orang yang tinggal di gurun sebenarnya tidak ingin
berlayar kerana mereka takut dari laut dan mereka yakin bahawa manusia yang
berlayar di laut akan menjadi ulat di atas kayu-kayu yang berenang.
Selanjutnya, gelombang hijrah yang kedua pun dimulai. Kali
ini diikuti oleh delapan puluh tiga orang laki-laki dan sembilan belas
perempuan. Kemudian orang-orang Quraisy berusaha untuk mengirim beberapa orang
dan tetap berusaha menyeksa dan menyakiti orang-orang yang berhijrah. Mereka
mengutus ke Najasyi, Raja Habasyah, orang-orang yang dapat mempengaruhinya untuk
menentang orang-orang yang berhijrah. Mereka menuduh kaum Muslim meninggalkan
agama nenek moyang mereka di Mekah dan mereka juga tidak menganut agama Najasyi,
yaitu agama Kristen. Kemudian orang-orang Quraisy tidak lupa mengirim hadiah
kepada Najasyi sebagai bentuk suapan kepadanya. Tampaknya Najasyi seorang yang
berakal lalu ia mengutus seseorang kepada kaum muhajirin dan bertanya kepada
mereka tentang agama baru yang mereka anut. Kemudian kaum muhajirin menceritakan
kepadanya tentang Islam.
Najasyi
bertanya tentang Isa lalu mereka menjawab: "Ia adalah hamba Allah SWT dan
rasul-Nya dan roh-Nya serta kalimat-Nya yang diletakkan kepada Maryam, wanita
yang perawan yang suci." Kemudian Najasyi mengambil satu kayu kecil dari bumi
dan mengatakan: "Penjelasan tentang Isa yang kalian katakan tidak lebih dari
kayu kecil ini. Pergilah kalian dan kalian akan aman." Najasyi mengembalikan
hadiah kaum Quraisy dan mengatakan: "Allah tidak mengambil suap dariku sehingga
aku tidak mungkin mengambilnya dari kalian."
Demikianlah kaum muhajirin tinggal di negeri yang damai,
yaitu Habasyah negeri yang dipimpin oleh seorang laki-laki yang diberi
kematangan berfikir di mana ia cenderung mengimani karakter al-Masih sebagai
seorang manusia. Dan salah satu keajaiban kekuasaan Ilahi adalah bahawa
masyarakat Islam yang berhijrah tersebut tidak mengalami kelemahan dalam
akidahnya, namun mereka justru merasakan kekuatan.
Allah
SWT memperkuat dakwah Islam dengan masuknya dua lelaki besar dalam Islam, yaitu
Hamzah, paman Nabi dan Umar bin Khatab. Kedua orang itu mempunyai keperibadian
yang tangguh di Mekah di mana masing-masing dari mereka terkenal di
tengah-tengah kaumnya. Allah SWT berkehendak untuk memberi Islam dua orang
lelaki yang tangguh di Mekah dan Allah SWT telah meletakkan rahmat yang
terpancar dalam hati mereka. Hamzah masuk Islam kerana dorongan emosi,
fanatisme, dan rahmat terhadap orang-orang yang tidak memberikan pembelaan
kepada Muhammad saw.
Salah
seorang perempuan berkata kepada Hamzah: "Seandainya engkau melihat apa yang
diperoleh oleh anak dari saudaramu, Muhammad dari Abil Hakam bin Hisyam (Abu
Jahal). Sungguh Abu Jahal telah mencelanya dan menyakitinya, sedangkan Muhammad
hanya terdiam dan tidak mengatakan apa-apa." Mendengar pengaduan itu, darah
mendidih berkobar dalam urat-urat Hamzah. Dengan kemarahan yang sangat, Hamzah
mencari-cari Abu Jahal lalu ia melihatnya sedang duduk-duduk di tengah-tengah
kaumnya. Hamzah mengangkat tangannya lalu memukulkannya ke kepala Abu Jahal
sambil berteriak: "Apakah engkau akan mengejek Muhammad, padahal aku berada di
atas agamanya."
Demikianlah permulaan keislaman Hamzah. Hamzah adalah
seorang yang mulia di mana perasaannya berkobar ketika ia melihat anak
saudaranya diseksa dan dianiayai dan dia tidak mendapati seorang pun yang
membelanya. Beginilah sebab-sebab pertama dari keislaman Hamzah, namun sebab
yang paling dalam dan yang paling menentukan adalah rahmat Allah SWT yang telah
dianugerahkan kepadanya, meskipun Hamzah tidak mengetahuinya, yaitu rahmat yang
mendorongnya untuk tidak membiarkan seseorang pun menyakiti lelaki yang
berdakwah di jalan Allah SWT hanya kerana ia seorang yang lemah dan tidak
mempunyai penolong. Jadi, Hamzah adalah penolongnya.
Sedangkan Umar bin Khatab terkenal dengan ketangguhan sikap
dan kekerasan perilaku. Seringkali kaum Muslim mendapat seksaan darinya ketika
ia masih menganut jahiliah. Dan salah seorang yang mendapatkan seksaan darinya
adalah Amir bin Rabi'ah dan isterinya. Amir berserta isterinya menetapkan untuk
berhijrah ke Habasyah. Umar bin Khatab menemuinya lalu ia mendapati isteri Amir
dan tidak menemukan suaminya. Umar melihat wanita itu sedang bersiap-siap untuk
berhijrah lalu Umar berkata (saat itu sumber rahmat telah memancar pada
dirinya): "Apakah engkau akan pergi wahai Ummu Abdillah?" Dengan nada jengkel,
wanita itu berkata: "Benar, demi Allah kami akan keluar dan menuju tanah Allah
SWT. Engkau telah menyeksa kami dan telah memaksa kami untuk berhijrah. Kami
akan pergi sehingga Allah SWT akan memberikan kelapangan kepada kami." Umar
berkata: "Mudah-mudahan Allah SWT menemanimu."
Wanita
itu melihat tanda-tanda kelembutan dan kesedihan pada wajah Umar. Dan ketika
suaminya kembali, ia menceritakan kepadanya bahawa ia sangat berharap kepada
keislaman Umar. Lalu suaminya menjawab: "Ia tidak mungkin masuk Islam sampai
keldai Umar masuk Islam." Ia mengatakan demikian kerana ia melihat betapa
bengisnya dan kejamnya Umar. Namun perasaan lembut wanita itu lebih kuat
daripada pandangan fikiran lelaki itu dan keputusannya yang terlalu cepat kepada
Umar.
Belum
lama mereka berhijrah sehingga Umar masuk Islam. Orang-orang muhajirin
mengeluarkan penutup sumur rahmat dalam dirinya. Dan barangkali Umar merasa
kebingungan lalu ia menetapkan untuk membunuh Rasul saw. Dengan menghunuskan
pedangnya, ia pergi menuju Rasul saw. Kemudian ia bertemu dengan orang-orang
yang memergokinya dalam keadaan kebingungan, lalu mereka bertanya kepadanya,
hendak ke mana ia akan pergi? Umar menjawab: "Aku hendak ke Muhammad aku akan
membunuhnya sehingga orang-orang Arab merasa tenteram." Dengan nada mengejek,
seseorang berkata: "Tidakkah engkau memulai dari keluargamu sebelum engkau
membunuh Muhammad." Dengan nada jengkel, Umar berkata: "Apa yang terjadi pada
keluargaku?" Lelaki itu menjawab: "Saudara perempuanmu dan suaminya telah masuk
Islam, sedangkan engkau tidak mengetahuinya." Umar segera mencari saudara
perempuannya dan suaminya di mana saat itu keduanya sedang membaca Al-Qur'an.
Ketika
melihat Umar, mereka menyembunyikan Al-Qur'an. Umar bertanya: "Sepertinya aku
mendengar suara bisikan dari luar." Tetapi saudara perempuannya mengatakan:
"Tidak." Kemudian suaminya ikut campur dan Umar pun tampak marah kepadanya.
Wanita itu bangkit untuk membela suaminya lalu Umar memukulnya sehingga darah
segar mengucur darinya. Darah itu justru membangkitkan sumber rahmat dari diri
Umar. Akhirnya, Umar mengambil air wuduk agar mereka mengizinkan untuk membaca
Al-Qur'an. Umar pun membacanya. Belum lama Umar membacanya sehingga ia pergi
menemui Rasul saw.
Tanpa
ragu, Umar memilih untuk masuk Islam. Dan pedang yang dibawanya itu menjadi
pedang yang paling kuat yang dengannya ia mempertahankan agama Muhammad saw.
Kemudian ia mengetuk pintu untuk menemui Rasul saw di mana saat itu beliau
bersama sahabatnya. Dari celah-celah pintu, sahabat Nabi melihat Umar bin Khatab
sedang menghunuskan pedang. Kemudian sahabat itu kembali kepada Nabi dengan
membawa berita yang sangat mengejutkan ini. Ia menduga bahawa Umar datang dengan
maksud jahat.
Rasulullah saw bangkit dan memerintahkan para sahabatnya
agar membiarkan Umar. Rasulullah saw membukakan pintu Kemudian ia menyambut Umar
bin Khatab dan bertanya kepadanya apa yang diinginkannya. Umar menjawab bahawa
ia datang untuk mengucapkan dan bersaksi bahawa tiada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah utusan-Nya.
Orang-orang Quraisy mulai merasa bahaya akan mereka temui
setelah keislaman Umar dan Hamzah. Para tokoh-tokoh Mekah dan orang-orang yang
dihormati telah masuk Islam. Sebelum Umar masuk Islam, kaum Muslim bertawaf di
Ka'bah secara rahsia dan dengan malu-malu, namun ketika Umar masuk Islam ia
menampakkan keislamannya dan ia menantang orang yang mencegahnya untuk bertawaf,
bahkan banyak orang-orang memberikan jalan padanya saat tawaf. Mekah mengetahui
bahawa ia menghadapi suatu dakwah yang akan dapat mengubah jazirah Arab.
Rasa
ketakutan mulai menghantui para pemuka Quraisy dan mereka menetapkan metode baru
untuk menghadapi kaum Muslim. Mereka yang sebelumnya menggunakan metode
penghinaan dan pengejekan kini mulai mencuba untuk memblokade kaum Muslim secara
ekonomi dan kemanusiaan. Kaum musyrik mengadakan perkumpulan dan pertemuan untuk
memboikot kaum Muslim. Mereka mengadakan pertemuan itu di Ka'bah, sebagai
penghormatan kepadanya. Orang-orang musyrik menghormati Ka'bah meskipun mereka
memenuhinya dengan berbagai macam patung yang mereka sembah dalam rangka
mendekatkan mereka kepada Allah. Pasal kesepakatan itu menetapkan, hendaklah
penduduk Mekah tidak menjual barang apapun kepada kaum Muslim dan hendaklah
mereka tidak menikah dengan kaum Muslim. Dengan ketetapan yang kejam tersebut,
mereka ingin menghancurkan kaum Muslim dan membunuh perekonomian mereka.
Rasulullah saw dan orang-orang yang beriman kepadanya terpaksa berlindung di
dusun Bani Hasyim. Mereka dilindungi oleh keturunan Bani Muthalib, baik mereka
orang-orang kafir mahupun orang-orang beriman kecuali musuh Allah SWT, Abu Jahal
di mana ia bersama orang-orang Quraisy menentang kaumnya.
Kemudian
Dimulailah blokade ekonomi terhadap kaum Muslim di mana tidak ada makanan dan
minuman yang datang kepada mereka, sehingga penderitaan yang sulit kini dialami
oleh sahabat-sahabat Nabi. Ketika kafilah perdagangan datang ke Mekah dan salah
seorang dari sahabat Nabi menemui mereka di pasar untuk membeli makanan untuk
keluarganya, maka Abu Lahab berdiri dan berkata kepada para penjual, wahai para
pedagang, mahalkanlah dagangan kalian terhadap sahabat- sahabat Muhammad,
sehingga mereka tidak mampu membelinya dan aku menjamin kerugian yang kalian
alami, bahkan aku akan membeli apa saja yang ingin mereka beli dari kalian.
Mendengar hal tersebut, para pedagang pun menjual barang
dagangannya dengan harga yang tidak wajar, sehingga seorang Muslim kembali ke
rumah keluarganya tanpa membawa sedikit pun makanan. Kemudian pedagang itu pergi
ke Abu Lahab dan meminta kepadanya agar membeli barang yang ingin dibeli orang
Muslim. Demikianlah peperangan tersebut terus terjadi sehingga kaum Muslim
merasakan penderitaan yang sangat luar biasa di mana mereka dalam keadaan
kelaparan dan kekurangan pakaian yang layak. Peperangan ekonomi ini terjadi
selama tiga tahun penuh. Saking menderitanya para sahabat sampai-sampai Sa'ad
bin Abi Waqas pernah keluar pada suatu hari untuk memenuhi hajatnya, lalu ia
mendengar suara gemerencing di bawah air kencing. Tiba-tiba ia menemukan
sepotong kulit unta yang kering lalu ia mengambilnya dan membasuhnya. Kemudian
ia membakarnya dan mencucinya dengan air sampai bersih lalu ia menjadikannya
makanan selama tiga hari.
Selama
tiga tahun tersebut wahyu tetap turun kepada Rasul saw dan seakan-akan ia
melupakan bencana yang keras ini. Allah SWT ingin mendidik para pengikut
agama-Nya agar mereka mampu memikul segala penderitaan.
Meskipun
kaum Muslim mendapatkan berbagai ujian selama tiga tahun tersebut, tetapi
aktiviti dakwah Islam tidak pernah padam dan tidak pernah surut. Kaum Muslim
bertemu orang-orang selain mereka pada musim haji lalu mereka berbicara kepada
orang-orang tersebut tentang keberadaan Allah SWT dan mereka meminta kepada para
penghujung itu untuk mencari rahmat Allah SWT dan ampunan-Nya. Keteguhan kaum
Muslim dan keberanian mereka telah memikat banyak orang sehingga mereka masuk
Islam. Bahkan orang-orang musyrik mulai bertanya kepada diri mereka dan
mempertanyakan kebenaran apa tindakan mereka. Lalu kecemburuan kepada kebenaran
mulai menyerang hati.
Kemudian
Selesailah peperangan ekonomi terhadap kaum Muslim di mana kaum musyrik melihat
itu tidak berdampak terlalu besar bagi kaum Muslim. Meskipun kaum Muslim
menerima penderitaan dan kerugian namun jumlah mereka tetap bertambah dan
keimanan mereka semakin kuat serta kepercayaan kepada Allah SWT pun semakin
meningkat. Lalu datanglah tahun kesedihan kepada Nabi. Belum lama Rasulullah saw
merasakan dan menghirup udara segar setelah tiga tahun masa blokade dan beliau
ingin memulai kehidupan barunya dan dakwahnya, sehingga beliau dikejutkan dengan
kematian isteri tercintanya Ummul Mukminin Khadijah dan kematian bapa saudaranya
yang tercinta Abu Thalib.
Abu
Thalib adalah seorang yang besar yang memiliki kewibawaan di tengah-tengah kaum
Quraisy, sehingga usaha kaum Quraisy untuk menyakiti Nabi menjadi terbatas
ketika mereka berhadapan dengan "tembok perlindungan" Abu Thalib kepada
kemenakannya. Sedangkan Khadijah merupakan tempat perlindungan dan kedamaian
bagi Nabi. Ia adalah hati yang sangat penyayang yang banyak menghibur Nabi saat
beliau berdakwah. Khadijah adalah sebaik-baik teman dan sebaik-baik isteri.
Begitu juga, bagi Khadijah Rasulullah saw adalah sebaik-baik teman, sebaik-baik
suami, sebaik-baik pembantu, dan sebaik-baik sahabat.
Rasulullah saw sangat sedih ketika kehilangan dua orang
yang sangat berpengaruh dalam kehidupannya itu, bahkan para sejarawan menamakan
tahun tersebut dengan tahun kesedihan. Sebaliknya, orang- orang musyrik justru
bergembira dengan kesedihan Rasul saw itu. Mereka menganggap bahawa Rasul saw
tidak lagi memiliki seorang tua yang mampu melindunginya dan tidak lagi memiliki
seorang isteri yang dapat meringankan beban penderitaannya.
Setelah
kematian dua orang tersebut, penindasan dan penganiayaan kaum Quraisy kepada
Nabi semakin meningkat dan orang-orang musyrik memilih waktu yang tepat untuk
menyembelih binatang di Mekah lalu mereka membawa usus-usus atau jeroan dari
unta dan mereka melemparkannya dan meletakkannya di atas punggung Nabi saat
beliau sujud. Kemudian berita memilukan itu sampai kepada puteri tercintanya,
Fatimah az-Zahrah, sehingga ia segera datang dan berusaha membela ayahnya dan
membersihkan kotoran yang ada di pundak ayahnya itu. Demikianlah kemuliaan Siti
Fatimah az-Zahra yang senantiasa melindungi ayahnya.
Betapa
sedihnya Nabi saw ketika beliau melihat bahawa keadaan beliau sampai pada batas
di mana anak perempuan beliau pun turut membelanya. Namun beliau tetap bersabar
dalam berdakwah di jalan Allah SWT. Pada suatu hari beliau berfikir untuk pergi
ke Tha'if di mana di sana dihuni oleh kaum Tha'if. Barangkali beliau berkata
dalam dirinya: jika di sini aku mendapati hati-hati yang telah membeku dan telah
berhubungan mesra dengan kebatilan lalu mengapa aku tidak pergi ke Tsaqif.
Barangkali Allah SWT akan membukakan pintu dakwah di sana. Mungkin di sana masih
terdapat hati yang akan terbuka guna menerima kebenaran.
Saat itu
kaum musyrik memperlakukan blokade umum atas dakwah yang dipimpin oleh
Rasulullah saw sehingga tekanan kepada beliau semakin meningkat sampai pada
batas di mana pergerakan dakwah tidak dapat bergerak satu langkah pun. Keadaan
demikian ini sangat menggelisahkan Nabi. Beliau ingin untuk melepaskan belenggu
yang mengikatnya. Lalu beliau memutuskan untuk pergi ke Tha'if. Jarak antara
Mekah dan Tha'if lebih dari tujuh puluh kilo meter. Nabi menempuh perjalanan itu
dengan jalan kaki, pergi dan pulang.
Kita
tidak mengetahui pemikiran-pemikiran apa yang terlintas dalam benak Rasulullah
saw saat beliau pergi dan menemui kabilah yang kafir kepada Allah SWT ini. Yang
kita ketahui adalah bahawa beliau pergi ke sana dengan membawa rahmat dunia dan
akhirat. Tetapi mereka justru membalas sikap baik Rasulullah saw itu dengan
tindakan Jahiliah. Mereka bersikap buruk kepada beliau dan mendustakannya.
Rasulullah saw tinggal di sana selama sepuluh hari. Beliau
mundar-mandir dari satu rumah ke
rumah yang lain dan dari pasar ke pasar yang lain dan dari satu jalan ke jalan
yang lain. Tak seorang pun yang mendengar kedatangan beliau di sana; tak seorang
pun yang mahu mendengar dakwah beliau dan tak seorang pun yang mahu beriman
kepada ajakannya. Bahkan masyarakat di situ semakin menjadi-jadi dalam menyerang
Rasulullah saw dan mengejeknya.
Pada
hari yang terakhir yang mana beliau telah menetapkan untuk kembali ke Mekah.
Rasulullah saw berdiri di Tha'if dan mengharap kepada masyarakat di sana agar
merahsiakan kunjungannya kepada mereka sehingga pencelaan yang beliau terima di
Mekah terhadap agama yang dibawanya tidak semakin menjadi-jadi. Tetapi penduduk
Tha'if menolak permohonan yang terakhir ini. Mereka tidak cukup melakukan hal
itu tetapi mereka melakukan perbuatan terburuk yang dilakukan manusia terhadap
sesama manusia. Mereka menahan keluarga orang-orang yang bodoh dan orang-orang
biasa untuk membentuk dua barisan dan memerintahkan mereka untuk melempari
Rasulullah saw dengan batu dan mengejeknya. Nabi keluar dari Tha'if dan beliau
mendapatkan lemparan bertubi-tubi dari keluarga Tha'if bahkan beliau merasakan
kepedihan saat kakinya terkena lemparan batu itu sehingga darah suci mengucur
dari kaki beliau.
Kemudian
Rasulullah saw diusir sehingga beliau sampai di suatu kebun yang dimiliki oleh
dua orang dari orang-orang kaya Tha'if. Di sana beliau duduk di bawah naungan
pohon anggur. Dua orang pemilik kebun itu merasa kasihan melihat keadaan orang
yang terusir dan terluka itu. Mereka membawa kepadanya setangkai anggur dengan
seorang pembantu. Pembantu mereka adalah seorang Nasrani yang bernama Adas. Si
pembantu meletakkan setangkai anggur itu depan Rasul saw lalu beliau
menghulurkan tangannya kepadanya sambil berkata: "Bismillahirahmanirrahim
(Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Adas berkata kepada
Nabi, perkataan ini tidak begitu dikenal oleh penduduk negeri ini. Nabi berkata:
"Anda
dari daerah mana?" Adas menjawab: "Aku adalah seorang Nasrani dari Nainawa."
Nabi berkata: "Apakah engkau dari desa lelaki soleh Yunus bin Mata?" "Bagaimana
engkau tahu tentang Yunus?, sambung lelaki itu. Nabi berkata: "Itu adalah
saudaraku. Ia adalah seorang Nabi aku pun seorang Nabi."
Mendengar jawapan Rasul saw, Adas segera merobohkan
tubuhnya di depan kedua kaki Rasul saw lalu ia menciuminya sambil menangis.
Akhirnya, pembantu Nasrani itu masuk Islam sehingga ia menambah barisan kaum
Muslim. Ia adalah seorang yang menjadi Muslim ketika Rasulullah saw berhijrah ke
Tha'if. Inilah harga yang harus dibayar Rasulullah saw selama dua minggu saat
beliau berada di Tha'if, dan kemudian beliau terkena cubaan dengan mengucurnya
darah dari kaki beliau akibat lemparan batu penghuni Tha'if.
Kemudian
Rasulullah saw kembali ke Mekah beliau kembali dalam keadaan ditolak oleh
penduduk Tha'if dan kini beliau kembali menerima penolakan itu di Mekah.
Meskipun demikian, beliau merasakan kesedihan yang mendalam melihat sikap
kaumnya. Namun ketika kebencian semakin deras mengalir kepada beliau, hati
beliau justru semakin bersemangat dan semakin dipenuhi dengan rahmat kemudian
datanglah kepada Nabi masa di mana tampak di dalamnya Islam asing, dan tampak di
dalamnya Nabi seorang diri, tanpa penolong.
Pada
saat demikian ini ketika manusia mulai meninggalkan Rasulullah saw lalu langit
turut campur dan terjadilah peristiwa besar dan mukjizat terbesar pada diri
Nabi, yaitu Isra' dan Mi'raj. Ia adalah mukjizat yang tidak berhubungan dengan
dakwah Islam; ia tidak datang untuk memperkuat dakwah ini atau menetapkannya
tetapi ia datang semata- mata untuk memperkuat keteguhan Nabi dan sebagai
penghormatan kepadanya. Seakan-akan Allah SWT ingin berkata kepada Nabi, jika
saja penduduk bumi tidak memujimu, maka penduduk langit mengenal kedudukanmu dan
memberikan pujian yang layak kepadamu dan jika manusia menolak dakwahmu dan
menolak keberadaanmu, maka sesungguhnya Allah SWT memilihmu dan memuliakanmu.
Untuk
melihat tanda-tanda kebesaran-Nya, munculnya mukjizat Isra' dan Mi'raj dalam
sejarah para nabi sebagai mukjizat satu-satunya yang tiada tandingannya
dibandingkan dengan kisah nabi yang lain. Kita mengetahui bahawa di deretan para
nabi ada nabi-nabi yang dinamakan oleh Allah SWT sebagai para kekasih-Nya dan
sebagai para pendamping-Nya, seperti Nabi Ibrahim. Kita juga melihat bahawa di
antara para nabi ada seseorang yang diajak bicara oleh Allah SWT tanpa
perantara, seperti Nabi Musa. Kita juga melihat di antara para nabi ada yang
didukung oleh Allah SWT dengan Ruhul kudus, seperti Nabi Isa. Tetapi untuk
pertama kalinya kita berada di hadapan seorang nabi yang diajak dan dipanggil
oleh Allah SWT untuk menuju ke sisi-Nya.
Beliau
naik bersama Jibril dengan jasadnya dan rohaninya sehingga Jibril berdiri di
suatu tempat dan Nabi maju sendirian. Itu adalah tingkat dari tingkat kehormatan
di mana pena terasa keluh untuk mengungkapkannya dan sejarawan tidak dapat
menulis apa yang terjadi saat itu. Kita telah melihat dalam kisah para nabi
seorang nabi yang meminta kepada Tuhannya agar memperlihatkan kepadanya
bagaimana Dia menghidupkan orang-orang yang mati. Allah SWT bertanya kepadanya,
apakah ia belum beriman akan hal itu? Ibrahim menjawab: bahawa ia beriman tetapi
ia ingin menenangkan hatinya.
Kita
juga melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang cintanya kepada Allah SWT
memancar dalam kalbunya sehingga ia meminta: "Ya
Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada
Engkau". (QS. al-A'raf: 143)
Namun
Allah SWT menjawab kepada Musa tentang kemustahilan melihat Allah SWT atas
manusia. Nabi Musa memahami bahawa makhluk manapun tidak akan mampu menahan
beban penampakan dari Zat sang Pencipta.
Adapun
Muhammad bin Abdillah ia tidak bertanya kepada Tuhannya dan meminta kepadanya
untuk diberi mukjizat atau kejadian yang luar biasa; ia tidak meminta kepada
Tuhannya agar dapat melihat Zat-Nya dan ia tidak berusaha mencari ketenangan
dalam hatinya. Cintanya kepada Allah SWT termasuk bentuk cinta yang sulit untuk
difahami atau diselami kedalamannya oleh para tokoh pencinta dan cintanya
tersebut bukan termasuk bentuk yang menimbulkan berbagai pertanyaan. Cinta
beliau melampaui tingkat permintaan menuju ke tingkat penyerahan dan kepuasan
atau ridha. Segala sesuatu yang menggelisahkan Nabi adalah ridha Allah SWT.
Rasulullah saw berkata saat beliau dalam keadaan ditolak
dan diusir dan terluka akibat perbuatan kaum Tha'if: "Jika Engkau tidak murka
kepadaku, maka aku tidak peduli dengan mereka."
Lihatlah
tingkat cinta yang tinggi itu: bagaimana tingkat tersebut menyebabkan beliau
merasa rendah diri sehingga beliau berkata, "jika Engkau tidak murka kepadaku
..." Seakan-akan beliau tidak menginginkan selain ridha Allah SWT dan yang
beliau khuatirkan adalah kemarahan Allah SWT.
Sungguh
adab yang diterapkan Rasulullah saw kepada Tuhannya adalah adab yang paling
layak dan paling tinggi yang sesuai dengan kedudukan beliau sebagai orang Muslim
yang paling sempurna.
Demikianlah mukjizat Isra' dan Mi'raj. Mukjizat yang
tujuannya adalah menghormati keperibadian Rasulullah saw; mukjizat yang
membangkitkan peranan akal dan hati secara bersama. Para nabi tanpa terkecuali
didukung oleh berbagai macam mukjizat yang terjadi di muka bumi bahkan para nabi
yang diangkat ke langit seperti Nabi Idris dan Nabi Isa, maka pengangkatan
mereka sebagai bentuk menyelamatkan mereka dari usaha pembunuhan atau
penyaliban. Mukjizat mereka saat mereka diangkat ke langit adalah bentuk akhir
dari aktiviti mereka di muka bumi.
Ini
adalah kali pertama ketika kita mendapati suatu mukjizat yang tempat utamanya di
langit; suatu mukjizat yang terwujud bersama seorang Nabi yang diangkat ke
langit dengan jasadnya dan rohaninya saat beliau masih hidup. Di sana Allah SWT
memperlihatkan kepadanya tanda- tanda kekuasaan-Nya. Kemudian beliau kembali ke
bumi di mana beliau akan mendapatkan berbagai macam tantangan dan cubaan yang
biasa diterima oleh penduduk bumi. Muhammad bin Abdillah adalah manusia yang
pertama melewati planet bumi dan beliau menembus bulan dan matahari dan
bintang-bintang. Kita menyaksikan di zaman kita manusia pertama atau astronaut
pertama yang mampu menembus ruang angkasa. Ruang angkasa itu baru dapat
ditembusi oleh manusia setelah empat belas abad dari turunnya risalah Muhammad
saw, namun sejak empat belas abad yang lalu Nabi Islam telah dapat menembus
ruang angkasa itu, bahkan beliau mencapai Sidratul Muntaha dan puncak
al-Muntaha.
Beliau
sampai pada batas yang di situlah alam makhluk diakhiri dan beliau menembus alam
ghaib. Bukankah syurga bahagian dari alam ghaib? Beliau sampai di syurga. Allah
SWT menamakannya dengan Jannatul Ma'wah. Beliau sampai pada batas terputusnya
ilmu manusia dan tiada yang mengetahui hakikat ilmu tersebut kecuali Allah SWT.
Mukjizat Isra' bukanlah mukjizat Mi'raj, meskipun kedua-duanya terjadi di satu
malam. Peristiwa Isra' dan Mi'raj dikutip oleh dua surah yang berbeza dalam Al-
Qur'an al-Karim. Allah SWT berfirman tentang mukjizat Isra':
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada
suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkali
sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebahagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
(QS. al-Isra': 1)
Sedangkan berkaitan dengan mukjizat Mi'raj, Allah SWT
berfirman:
"Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam
rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di
dekatnya ada syurga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul
Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak
berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya
dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling
besar." (QS. an-Najm: 13-18)
Pada
malam Isra' dan Mi'raj, Nabi Muhammad berkeliling di sekitar Ka'bah dan berdoa
kepada Allah SWT. Beliau dalam keadaan pucat wajahnya dan kedua air matanya
mengucur; beliau tidak bertawaf bersama seseorang pun; beliau tawaf sendirian
lalu orang-orang kafir dan orang-orang musyrik memandang beliau dengan pandangan
kebencian saat beliau bertawaf dan berdoa. Allah SWT melihat hamba-Nya yang
khusyuk itu lalu Allah SWT menurunkan perintah-Nya kepada Ruhul Amin yaitu
malaikat Jibril agar menemani hamba-Nya dari Masjidil Haram menuju Masjidil
Aqsha Kemudian membawanya naik ke langit agar dia dapat melihat tanda-tanda
kebesaran Tuhannya.
Di suatu
rumah yang mulia dan sederhana dari rumah-rumah yang ada di Mekah, Nabi saw
sedang tidur dan datanglah waktu pertengahan malam. Jibril turun dan memasuki
rumah sang Rasul saw. Jibril as berdiri di sisi kepala sang Nabi dan ia melihat
kepadanya dengan pandangan cinta. Pandangan Jibril itu membangunkan Rasul saw
kemudian beliau membuka kedua matanya dan bangkit dari tempat tidurnya.
Jibril
berkata kepada Nabi saw, salam kepadamu wahai Nabi yang mulia. Allah SWT ingin
agar engkau melihat sebahagian tanda-tanda kebesaran- Nya di alam. Kemudian
Jibril berjalan bersama Nabi saw. Mereka keluar dari rumah dan beliau
menyaksikan Buraq yaitu makhluk yang menyerupai burung dan mempunyai sayap
seperti burung garuda; makhluk yang terbuat dari kilat. kerana itu, ia dinamakan
dengan Buraq. Kilat adalah listrik dan listrik adalah cahaya. Cahaya adalah
makhluk yang tercepat yang kita kenal di bumi. Kilauan cahaya pada satu detik
saja mencapai 186 ribu mil. Kita
tidak akan terlibat terlalu jauh tentang kenderaan luar angkasa yang digunakan
dalam perjalanan itu; kita tidak akan bertanya bagaimana Nabi saw menembus alam
ruang angkasa tanpa ada latihan sebelumnya dan berapa lama waktu yang beliau
gunakan untuk pulang pergi; kami juga tidak akan bertanya tentang kecepatan
Buraq; kami tidak hairan dengan usaha penembusan luar angkasa ini; kita tidak
akan bertanya tentang semua itu kerana
kita mempunyai satu jawapan dari
semuanya: Allah SWT berkehendak agar hal itu terjadi dan untuk itu Allah SWT
mengatakan kun jadilah, maka jadilah.
Para
ulama berselisih pendapat tentang apakah Isra' dan Mi'raj terjadi dengan roh
saja atau dengan rohani dan jasad sekaligus. Ahli hakikat mengatakan bahawa itu
terjadi dengan roh dan jasad. Tentu perselisihan itu berakibat pada perselisihan
akal dan terjerumus dalam perangkap kaifa (bagaimana) dan bertanya tentang
kekuasaan Allah SWT dan usaha untuk menundukkan masalah ini terhadap sebab-sebab
yang biasa atau hukum-hukum kita yang alami atau logik kemanusiaan. Allah Maha
Suci dan Maha Tinggi dari semua itu. Apakah seseorang akan bertanya, bagaimana
Rasulullah saw naik berserta roh dan fiziknya ke puncak segala puncak di langit
kemudian beliau kembali sebelum tempat tidurnya dingin? Mukjizat apa yang
terjadi di sini yang melebihi mukjizat berubahnya air mani menjadi manusia dan
berubahnya benih menjadi pohon atau mukjizat air yang menghidupkan tanah, atau
ia mampu memuaskan kehausan si dahaga atau mukjizat cinta yang mengikat dua hati
yang belum pernah mengenal?
Sementara itu, Buraq menundukkan badannya kepada Nabi saw
kemudian Nabi saw menungganginya bersama Jibril dan Buraq pergi bagaikan anak
panah dari cahaya di atas gunung Mekah dan pasir-pasir menuju ke utara. Jibril
mengisyaratkan agar menuju arah gunung Saina' lalu Buraq itu berhenti. Jibril
berkata di tempat yang diberkati ini, Allah SWT berdialog dengan Musa as.
Kemudian Buraq kembali pergi ke Baitul Maqdis, Nabi saw turun dari pesawat ini
yang berjalan lebih cepat dari cahaya dan jutaan kali lebih cepat darinya dan ia
tidak berubah dari cahaya.
Nabi
berjalan bersama Jibril dan memasuki Baitul Maqdis. Beliau memasuki masjid dan
beliau mendapati semua nabi sedang menunggunya di sana. Allah SWT membangkitkan
gambar para nabi-Nya dari kematian dan mengumpulkan mereka di Masjid Aqsha. Para
malaikat memberinya suatu bejana yang di dalamnya terdapat susu dan bejana yang
lain yang di dalamnya terdapat khamer. Lalu beliau memilih susu dan meminumnya.
Dikatakan pada beliau, sesungguhnya engkau telah memilih fitrah dan umatmu akan
memilih fitrah.
Para
nabi mengitari Rasul saw dan datanglah waktu solat. Para nabi bertanya di antara
sesama mereka, siapa di antara mereka yang menjadi imam solat, apakah itu Adam,
Nuh, Ibrahim, Musa atau Isa? Jibril berkata kepada Muhammad saw, sesungguhnya
Allah SWT memerintahkanmu untuk solat bersama para nabi. Rasulullah saw berdiri
dan solat bersama para nabi. Mereka semua adalah orang-orang Muslim dan beliau
adalah orang-orang Muslim yang pertama. Secara logik bahawa beliau layak menjadi
imam dari para nabi sebagaimana kitabnya dijadikan kitab yang terbaik daripada
kitab-kitab yang mendahuluinya. Beliau membacakan Al-Qur'an kepada mereka dan
beliau menangis saat membacanya. Kekhusyukan beliau saat membacanya membuat para
nabi pun menangis. Dan ketika para nabi sujud di belakang imam mereka,
pohon-pohon dan bintang-bintang pun turut bersujud.
Selesailah waktu solat dan para nabi membubarkan diri.
Setiap nabi kembali ke langit yang mereka tinggal di dalamnya. Nabi keluar dari
masjid bersama Jibril dan mereka kembali menunggang Buraq seperti panah dari
cahaya. Buraq semakin meninggi dan ia melewati langit pertama lalu beliau
menyaksikan Nabi Adam. Kemudian ada panggilan dari Allah SWT: "Hendaklah
hamba-Ku semakin meninggi dan menjauh." Kemudian hamba Allah SWT Muhammad bin
Abdillah semakin terbang menjauh ia melampaui langit demi langit. Beliau
melampaui tempat materi dan mulai menjangkau tempat rohani dan melewatinya.
Beliau bersiap berdiri di haribaan Ilahi; beliau semakin tinggi dan jauh di
tingkat dan di puncak rohani dalam kecepatan yang tidak kurang dari kecepatan
kilat.
Beliau
melampaui kedudukan Nabi Adam di langit pertama dan melampaui kedudukan Nabi
Yahya dan Nabi Isa di langit kedua. Lalu Tuhan pemilik kemuliaan memanggil,
"hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Kemudian hamba Allah SWT dan Nabi-Nya
yang mulia mencapai tingkat yang lebih tinggi lagi. Beliau melampaui langit yang
ketiga, keempat, kelima, keenam, dan ke tujuh. Beliau melampaui alam materi
semuanya dan melampaui alam rohani. Akhirnya, beliau sampai ke Sidratul Muntaha.
Beliau sampai di tempat yang suci yang Allah SWT menamakannya dengan sebutan
Sidratul Muntaha dan di sana Nabi melihat dan menyaksikan Jannatul Ma'wa. Beliau
menyaksikan yang kita tidak mampu mengetahuinya dan memahaminya bahkan
membayangkannya:
"(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi
oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari
yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 16-17)
Sungguh
terjadilah pada tempat itu apa yang terjadi dengannya. Dengan kebesaran yang
misteri ini, Allah SWT memberitahu kita bahawa terjadilah hal penting di sana
meskipun hakikat hal tersebut tersembunyi dari kita. Sesuatu yang Allah SWT
sembunyikan dari kita tersebut disaksikan oleh Rasul saw. Itu adalah mukjizat
yang khusus baginya; itu adalah tingkat cinta yang tidak tersingkap tabirnya
kerana ketinggiannya yang tidak mampu ditangkap oleh pengetahuan manusia biasa.
Kemudian
Tuhan pemilik syurga dan neraka memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi
lagi." Hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah menaik ke tempat yang tinggi. Kali
ini beliau melihat Jibril yang berada di belakangnya lalu beliau mendapatinya
dalam keadaan bertasbih kepada Allah SWT. Jibril tidak berada dalam wujud
manusia seperti yang Nabi saksikan ketika berada di dunia. Jibril as kembali ke
dalam wujud malaikatnya. Nabi melihat Jibril dan ia merupakan tanda
kebesaran Allah SWT yang Allah SWT
janjikan untuk di perlihatkan kepadanya:
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Pemandangan itu terjadi dengan hati dan mata serta panca
indera yang dikenal dan yang tidak dikenal. Pemandangan itu benar-benar jelas.
Di sana bukan mimpi, bukan khayalan, dan bukan gambaran. Rasul saw melihat semua
itu dengan jasadnya dan rohaninya:
"Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Kemudian
Rasulullah saw menuju ke tempat yang tinggi dan lebih tinggi lagi. Beliau
semakin naik ke tingkat yang makin tinggi sampai beliau berdiri di hadapan Tuhan
Pencipta langit dan bumi dan Penebar kasih sayang di dunia dan di akhirat. Orang
Muslim yang paling sempurna itu bersujud di hadapan Tuhan Sang Pencipta sambil
berkata: "Sungguh penghormatan dan keberkatan serta selawat yang baik tertuju
hanya kepada Allah SWT." Allah SWT membalasnya: "Salam kepadamu wahai Nabi dan
rahmat Allah SWT serta berkat-Nya juga tercurah kepadamu." Para malaikat pun
ketika mendengar ucapan itu bertasbih dan mengatakan: "Salam kepada kita dan
kepada hamba-hamba Allah SWT yang soleh."
Ungkapan-ungkapan tersebut merupakan permulaan tahiyat
(penghormatan) yang diucapkan orang-orang Muslim saat mereka melaksanakan solat
pada setiap hari. Solat telah diwajibkan atas kaum Muslim pada kesempatan yang
besar ini. Hal popular di kalangan umumnya kaum Muslim adalah, bahawa Allah SWT
mewajibkan atas Nabi mula-mula lima puluh solat sehari. Kemudian Nabi turun dari
langit lalu beliau menemui Nabi Musa. Selanjutnya Nabi Musa bertanya kepadanya
tentang jumlah solat yang diwajibkan Allah SWT kepada umatnya. Nabi menceritakan
bahawa Allah SWT telah menentukan lima puluh kali solat. Nabi Musa berkata
sungguh umatmu tidak akan kuat untuk melakukan solat itu, maka kembalilah kepada
Tuhanmu dan mohonlah kepadanya agar Dia meringankan bagi umatmu. Lalu Nabi
kembali kepada Tuhan-Nya sehingga Allah SWT meringankan solat hingga sepuluh
kali. Setelah itu, Nabi kembali bertemu dengan Nabi Musa. Lagi-lagi Nabi Musa
memperingatkannya. Kemudian Nabi kembali lagi kepada Allah SWT sehingga sampai
diturunkan solat dari lima puluh kali menjadi lima kali sehari. Namun solat yang
lima kali itu pahalanya sama dengan solat yang lima puluh kali.
Menurut
hemat kami, kisah tersebut tidak memiliki sandaran dalam kitab-kitab ulama yang
benar-benar teliti. Kami kira, kisah itu tersebut merupakan rekayasa orang-orang
Yahudi di mana mereka masuk Islam dan mereka memenuhi kitab-kitab dengan
dongeng-dongeng khurafat dan mereka menisbatkannya kepada Rasul. Prasangka
tersebut didukung oleh pemilihan Musa sebagai seorang Nabi yang mengusulkan
kepada Rasul saw agar meminta keringanan atas umatnya sehingga terkesan Nabi
Musa menjadi seseorang yang lebih mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh
Nabi Muhammad. Kami sendiri cenderung untuk menolak kisah tersebut dengan
keyakinan bahawa pertemuan Nabi dengan Allah SWT menimbulkan rasa kebesaran dan
kewibawaan yang luar biasa sehingga ketika Nabi telah pergi, maka sangat berat
baginya untuk kembali lagi.
Nabi
menyaksikan dan melihat hal-hal yang tidak mampu diungkap oleh lisan dan tidak
mampu ditulis dengan pena. Beliau berada di suatu keadaan yang tidak dapat
difahami oleh manusia biasa. Al-Qur'an al- Karim sengaja tidak menyebutkan apa
saja yang di lihat oleh Nabi kerana itu merupakan rahsia antara Nabi dan
Tuhannya dan mukjizat yang khusus yang diperuntukkan baginya sebagai bentuk
penghormatan kepadanya. Jadi Al-Qur'an sengaja tidak menyebutkan itu semua untuk
menegaskan bahawa beliau melihat tanda dari tanda-tanda kebesaran Tuhannya.
Kami
tidak mengetahui apa yang di lihat oleh Nabi. Hal yang dapat kami bayangkan
adalah, bahawa Nabi bersujud dengan khusyuk di hadapan Tuhannya dan beliau
menangis kerana gembira. Kesedihan hatinya telah hilang selamanya. Setelah Nabi
melihat rahsia dan setelah penghormatan yang besar ini, beliau kembali menemani
Buraq dan pergi bersama Jibril untuk kembali ke bumi. Beliau kembali dan
mendapati tempat tidurnya masih dingin. Bagaimana beliau pergi dan kembali
sementara tempat tidurnya belum dingin? Berapa lama waktu yang diperlukannya
saat melakukan perjalanan tersebut? Hanya Allah SWT semata yang mengetahui. Yang
kita ketahui adalah, bahawa Rasulullah saw kembali ke tempat tidurnya setelah
Isra' dan Mi'raj dan hatinya dipenuhi dengan kegembiraan serta dadanya dipenuhi
dengan ketenangan dan kepuasan serta kefanaan dalam cinta kepada Allah SWT.
Kemudian
datanglah waktu pagi. Nabi menceritakan perjalanan dan pengalaman tersebut
kepada sahabat-sahabatnya dan orang-orang Musyrik sehingga berimanlah
orang-orang yang beriman padanya dan mendustakan kepadanya orang-orang yang
mendustakannya. Namun beliau tidak peduli dengan semua itu. Nabi terus
melangsungkan perjuangannya dengan penuh kesabaran.
Akhirnya, datanglah suatu masa di mana Nabi saw mengetahui
bahawa dakwah Islam di Mekah telah mengalami penekanan yang luar biasa sehingga
keadaan sangat tidak mendukung bagi kaum Muslim. Rasulullah saw bergerak dengan
dakwahnya. Lalu Allah SWT mewahyukan kepadanya agar ia berhijrah. Kemudian
mulalah Nabi berhijrah di jalan Allah SWT setelah tiga belas tahun beliau di
Mekah. Islam ingin membangun negaranya dan ingin menghilangkan pengepungan dan
serangan kaum musyrik. Mula-mula terjadilah perubahan sedikit dalam keadaan kaum
Muslim.
Rasulullah saw keluar dalam musim haji untuk menunjukkan
dirinya pada kabilah-kabilah Arab sebagaimana yang beliau lakukan pada setiap
musim. Beliau berada di tempat yang bernama 'Aqabah, lalu beliau bertemu dengan
jemaah dari Khazraj. Rasulullah saw berkata kepada mereka, "siapa kalian?"
Mereka menjawab: "Kami berasal dari kelompok Khazraj." Beliau berkata. "apakah
kalian termasuk pembantu kaum Yahudi?" Mereka menjawab, "benar." Beliau berkata,
"maukah kalian duduk bersama aku kerana aku ingin sedikit berbicara dengan
kalian." Mereka menjawab: "Boleh." Kemudian mereka duduk bersama Nabi lalu
beliau mengajak mereka untuk mengikuti agama Allah SWT.
Rasulullah saw sedikit menceritakan Islam kepada mereka dan
membacakan Al-Qur'an. Enam orang mendengarkan apa yang disampaikan oleh Nabi
saw. Setelah beliau selesai dari pembicaraannya, mereka membenarkannya dan
beriman kepadanya. Kemudian mereka menceritakan kepada Nabi saw bahawa mereka
meninggalkan kaumnya kerana kaum mereka terlibat peperangan dan kebencian.
Mudah- mudahan Allah SWT mengumpulkan mereka dengan kedatangan Nabi saw yang
mulia ini. Mereka memberitahu Nabi saw bahawa mereka akan menceritakan kepada
kaumnya apa yang mereka dengar dari Nabi saw dan akan mengajak mereka untuk
memenuhi dakwah Nabi.
Keenam
lelaki itu kembali ke kota Madinah yang berubah namanya menjadi Madinah
Munawarah yang sebelumnya ia bernama Yatsrib di zaman jahiliah. Allah SWT
berkehendak untuk meneranginya dengan Islam. Para lelaki itu kembali ke Madinah
dan mereka membawa Islam di hati mereka sehingga banyak orang yang masuk Islam.
Kemudian
datanglah musim haji dan keluarlah dari Madinah dua belas orang lelaki dari
orang-orang yang beriman yang di antara mereka terdapat enam orang yang
Rasulullah saw telah berdakwah kepada mereka pada musim yang dulu dan Nabi saw
menemui mereka di 'Aqabah. Kemudian Nabi melakukan solat pada mereka agar mereka
mempertahankan keimanan dan membela dakwah kebenaran serta kemanusiaan.
Kaum
lelaki itu kembali ke Madinah disertai salah seorang yang terpercaya dari tokoh
Islam yaitu Mus'ab bin Umair di mana ia menjadi utusan Rasulullah saw di Madinah
dan ia mengajari manusia tentang agama mereka dan membacakan kepada mereka
Al-Qur'an dan menyerukan kebenaran kepada manusia sehingga tersebarlah Islam di
Madinah. Penduduk Madinah mulai bertanya-tanya, mengapa saudara- saudara kita
kaum Muslim Mekah ditindas? Mengapa Rasul saw keluar untuk berdakwah dan
menebarkan rahmat tetapi beliau justru mendapatkan angin kebencian? Sampai kapan
kita akan membiarkan Rasulullah saw teraniaya dan terusir di Mekah?
Demikianlah, pergilah tujuh puluh orang ke Mekah, tujuh
puluh orang dari penduduk Madinah Munawarah. Mereka pergi ke 'Aqabah dalam
keadaan sendirian dan berkelompok-kelompok. Islam telah menghasilkan buah
pertamanya dalam hati mereka sehingga hati mereka dipenuhi cinta kepada Allah
SWT dan Rasul-Nya serta kaum Muslim. Penderitaan yang dialami kaum Muslim
mempengaruhi jiwa mereka dan mencegah mereka dari mendapatkan kenikmatan tidur
dan nikmatnya memakan dan nikmatnya kehidupan. Orang-orang yang baik itu datang
dan berniat kepada Rasul saw untuk membela beliau menolongnya dan melindunginya
serta siap untuk mati di jalannya. Mereka datang setelah hati mereka diliputi
oleh Islam dan mereka memberikan segala sesuatu untuk dakwah yang baru; mereka
datang sebagai pencinta-pencinta kebenaran.
Kitab-kitab hadis yang suci meriwayatkan apa yang terjadi
pada baiat 'Aqabah al-Kubra. Dalam kitab tersebut dikatakan bahawa Abbas Ibnu
Abdul Muthalib datang bersama Nabi dan saat itu ia masih berada dalam agama
kaumnya. Ia ingin menyelesaikan urusan anak pamannya. Ketika ia duduk dan
berbicara, ia mengatakan suatu pernyataan yang mengisyaratkan bahawa Muhammad
saw mendapatkan kemuliaan dari kaumnya dan kekuatan di negerinya tetapi ia
enggan dan memilih untuk bergabung bersama kalian wahai penduduk Madinah. Jika
kalian memenuhi janjinya dan melindunginya, maka ambillah ia, namun jika kalian
khawatir jika suatu saat nanti akan mengkhianatinya, maka mulai dari sekarang
biarkanlah ia di negerinya.
Kata-kata Abbas tersebut berasal dari fanatisme kesukuan
dan ikatan darah keluarga namun penduduk Madinah tidak begitu peduli dengan
kalimat Abbas itu kerana ia bukan termasuk dari agama mereka dan ia tidak
mengetahui tingkat cinta kepada Rasul saw yang mereka capai. Abbas bin Abdul
Muthalib menunggu jawapan dari penduduk Madinah. Lalu mereka berkata kepadanya,
"Kami telah mendengar apa yang engkau katakan, maka berbicaralah ya Rasulullah,
ambillah untuk dirimu dan Tuhanmu apa saja yang engkau sukai."
Kita
ingin mengamati jawapan sekelompok orang yang mukmin dari penduduk Madinah ini
sehingga Rasulullah saw berbicara. Jawapan yang dicari oleh Abbas bin Abu
Muthalib tersembunyi dalam pernyataan Nabi. Demikianlah setelah Rasulullah saw
mengucapkan kalimatnya, maka tidak keluar penyataan apa pun. Cukup hanya Nabi
yang berbicara dan mereka hanya menaatinya. Mereka meminta kepada beliau agar
mengambil pada dirinya dan Tuhannya apa saja yang beliau sukai; mereka merasa
tidak memiliki apa-apa dan tidak memiliki keputusan. Nabi berbicara lalu beliau
membaca Al-Qur'an dan mengajak ke jalan Allah SWT. Kemudian beliau berbicara
tentang Islam dan beliau membaiat mereka agar membantu beliau sehingga mereka
pun membaiat kepadanya. Demikianlah terjadinya baiat 'Aqabah al-Kubra.
Orang-orang yang terpilih oleh Allah SWT itu mengetahui
bahawa sebentar lagi mereka akan diajak untuk mengangkat senjata: mereka diajak
untuk mendapatkan kematian di bawah naungan pedang. Mereka menenangkan
Rasulullah saw bahawa beliau akan mendapati orang-orang yang sudah terlatih
dalam peperangan kerana mereka mewarisi dari datuk-datuk mereka.
Salah
seorang dari tujuh puluh orang itu menyebutkan masalah yang penting. Abul
Haitsyam berkata: "sesungguhnya di antara orang-orang Madinah dan Yahudi
terdapat suatu tali ikatan, maka mereka boleh jadi akan memutuskannya lalu,
apakah sikap yang harus kita ambil jika mereka lakukan hal itu dan memusuhi
orang-orang Yahudi," kemudian Allah SWT menolong Nabi dan memenangkan atas
kaumnya, lalu ia kembali kepada mereka dan meninggalkan mereka di bawah kasih
sayang orang-orang Yahudi.
Perhatikanlah bahawa pertanyaan tersebut berkisar pada
kecintaan kepada Nabi dan keinginan agar Nabi tetap bersama mereka selama
perjalanan hari dan bulan. Masalah yang dituntut oleh Abbas bin Abdul Muthalib
secara jelas adalah masalah perlindungan mereka kepada Nabi, di mana hal
tersebut tidak lagi diperdebatkan oleh orang-orang yang terpilih dari penduduk
Madinah. Namun masalah yang mereka inginkan adalah masalah perlindungan Nabi dan
keberadaan Nabi bersama mereka di Madinah.
Nabi
tersenyum dan beliau mengatakan kalimat-kalimat yang justru menekankan bahawa
ikatan akidah lebih kuat daripada ikatan darah. Beliau berkata: "Tetapi darah
adalah darah dan kehancuran adalah kehancuran. Aku dari kalian dan kalian dariku
aku akan memerangi orang-orang yang kalian perangi dan aku akan berdamai dengan
orang- orang yang kalian berdamai dengan mereka."
Akhirnya, penduduk Madinah pergi dan kembali ke negeri
mereka. Kemudian berita tentang baiat ini sampai ke telinga orang-orang Mekah
dan para tokoh musyrik, lalu mereka justru menambah penekanan kepada Rasulullah
saw dan kaum Muslim.
Para
preman Mekah berkumpul di Darul Nadwah. Mereka menetapkan akan mengambil sesuatu
keputusan penting berkaitan dengan Nabi. Salah seorang dari mereka mengusulkan
agar beliau dibelenggu dengan besi lalu dibuang di penjara sehingga beliau mati
kelaparan. Sebahagian lagi mengusulkan agar beliau dibuang dari Mekah dan
diusir. Abu Jahal mengusulkan agar mereka mengambil dari setiap keluarga dari
keluarga- keluarga Quraisy seorang pemuda yang kuat, kemudian setiap dari mereka
diberi pedang yang terhunus dan hendaklah mereka memukulkan pedang itu ke tubuh
Nabi. Jika mereka berhasil membunuhnya nescaya semua kabilah bertanggungjawab
terhadap darah sang Nabi dan Bani Hasyim tidak akan mampu menuntut dan memerangi
orang Arab semuanya dan mereka akan menerima diat sebagai tebusan dari
pembunuhan itu. Demikianlah persekongkolan itu digelar dan mereka sepakat untuk
melaksanakan hal itu. Namun Al-Qur'an al-Karim menyingkap persekongkolan yang
dilakukan orang-orang kafir itu dalam firman-Nya:
"Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir memikirkan tipu
daya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau
mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baih Pembalas tipu
daya." (QS. al-Anfal: 30)
Allah
SWT mewahyukan kepada Nabi-Nya agar ia berhijrah. Lalu Nabi mulai menyiapkan
sarana-sarana untuk hijrahnya. Beliau menyembunyikan urusan tersebut bahkan
beliau tidak memberitahu sahabat yang akan menemaninya. Rasulullah saw menyewa
seorang penunjuk jalan yang pengalaman yang mengenal padang gurun seperti
mengenal garis-garis tangannya. Yang menghairankan penunjuk jalan itu adalah
seorang musyrik. Demikianlah Nabi meminta bantuan kepada orang yang ahli tanpa
memperhatikan keyakinannya.
Kemudian
datanglah malam pelaksanaan kejahatan itu. Rasulullah saw memerintahkan Ali bin
Abi Thalib untuk tidur di tempat tidumya di malam tersebut. Datanglah
pertengahan malam dan Rasulullah saw pun keluar dari rumahnya. Para pemuda Mekah
mengepung rumah. Mereka menghunuskan pedangnya. Nabi menggenggam tanah lalu
beliau melemparkannya ke arah kaum sehingga mereka pun merasa kantuk sehingga
Nabi saw dapat menembus kepungan mereka. Beliau keluar dari Mekah dan berhijrah.
Dengan langkah yang diberkati ini, kaum Muslim menanggali tahun-tahun mereka.
Tahun
dalam Islam adalah tahun Hijrah, sedangkan kaum Masihi menanggali tahun mereka
dengan kelahiran Isa dan ini disebut dengan tahun Masihi. Adapun tahun-tahun
Islam, maka ia ditanggali pertama kalinya saat Rasulullah saw keluar berhijrah
di jalan Allah SWT. Hijrah Rasul bukan hanya lari dari penindasan tetapi lari
dari kebekuan; hijrah tersebut bukan keluar dari keamanan tetapi keluar dari
bahaya. Islam di Mekah hanya dapat mempertahankan dirinya tetapi ketika ia
keluar ke Madinah ia mempertahankan dirinya ketika menyerang. Dan selama
beberapa tahun masa yang dihabiskan di Mekah, tak seorang dari kaum Muslim yang
mengangkat senjata. Ketika mereka keluar ke Madinah, mereka mulai membawa
senjata dan mulai menyalakan obor peperangan. Islam mulai membawa senjata
sebagaimana luka akan sembuh dengan syarat jika diubati. Nabi saw mengetahui
bahawa Islam tidak akan menghabiskan usianya hanya untuk melawan serangan pada
dirinya; Islam ingin tersebar; Islam ingin mendirikan negaranya yang pertama
yaitu suatu negara yang belum pernah dikenal di muka bumi negara seperti itu.
Negara yang mencapai keadilan, kasih sayang, dan idealisme yang begitu luar
biasa di mana hukum Allah SWT ditegakkan dan kehormatan manusia benar-benar
dijaga.
Inilah
kedalaman hijrah yang mengesankan yaitu pendirian negara Islam setelah
sebelumnya membangun individu masyarakat Muslim. Setelah Rasul saw membangun
masyarakat Muslim dan membangun masjid, maka beliau membangun suatu negara
Islam. Selanjutnya, sayap-sayap dakwah mengepak.
Kami
kira pembaca tidak akan bertanya, apa gunanya pembangunan masjid ditingkatkan
sementara Islam masih mengalami penindasan di muka bumi. Kami kira pembaca lebih
pintar daripada orang yang tidak mengetahui bahawa masjid yang dibangun
Rasulullah saw di Madinah bukan tempat peristirahatan dari keletihan, tetapi
masjid merupakan pusat dari kepemimpinan pergerakan Islam dan kepemimpinan
menuju peperangan Islam.
Manusia
mandi di masjid dengan cahaya Allah SWT setelah itu mereka mandi di kancah
peperangan dengan darah mereka. Pertanyaannya adalah, siapakah di antara mereka
yang akan terbunuh di jalan Allah SWT sebelum saudaranya? Demikianlah perlumbaan
dalam perbaikan terjadi di antara mereka. Dengan cara demikianlah Islam
tersebar.
Sementara itu, Nabi berlindung di suatu gua; di gunung yang
bernama Tsur. Beliau masuk ke gua itu bersama sahabatnya Abu Bakar. Dan orang-
orang musyrik pergi menyusul beliau dengan membawa pedang mereka. Lalu mereka
sampai ke gunung itu. Abu Bakar berkata kepada Rasul saw dengan keadaan gelisah,
"seandainya salah seorang mereka melihat di bawah kakinya nescaya mereka akan
melihat kita."
Dengan
tenang, Rasulullah saw menepis kegelisahan Abu Bakar dan berkata: "Wahai Abu
Bakar apa yang kamu kira dengan dua orang yang ada di tempat yang sepi sementara
Allah SWT menjadi ketiga di antara mereka?" Sebelum Rasulullah saw mengakhiri
kalimatnya, terdapat laba- laba yang selesai dari menenun rumahnya di atas pintu
gua. Kitab-kitab sejarah mengatakan bahawa kaum musyrik mengikuti jejak sang
Nabi sehingga mereka sampai di gunung Tsur lalu di situlah mereka mengalami
kebingungan. Mereka mendaki gunung dan mendaki gua itu. Lalu mereka melihat di
atas pintu gua itu terdapat tenunan laba-laba. Mereka mengatakan, seandainya
seseorang masuk di dalamnya nescaya tidak akan terdapat tenunan laba-laba di
atas pintunya. Beliau tinggal di gua itu selama tiga malam.
Demikianlah keimanan tenunan laba-laba yang lembut
dimenangkan atas ketajaman pedang kaum musyrik sehingga Nabi bersama sahabatnya
pun selamat. Kini, kedua orang itu menuju Madinah. Dan Madinah pun menyambut
mereka. Ketika Rasulullah saw dan sahabatnya memasuki Madinah, mula-mula
masyarakat tidak mengenal siapa di antara mereka yang menjadi Rasul kerana
saking baiknya sikap Rasul terhadap sahabatnya. Akhirnya, Nabi menerangi kota
Madinah. Beliau membangun masjid dan mendirikan negaranya serta memerangi
musuh-musuhnya dan tersebarlah Islam dan Mekah pun ditaklukkan dan Baitul Haram
disucikan.
Beliau
menanamkan dalam akal dan hati suatu cahaya yang tidak akan pernah padam.
Kemudian berlangsunglah sepuluh tahun yang dilewatinya di Madinah di mana beliau
tidak menggunakannya untuk berleha-leha. Demikian juga selama masa tiga belas
tahun yang beliau lalui di Mekah, beliau pun tidak mendapatkan istirahat yang
cukup. Semua kehidupan beliau hanya untuk Allah SWT dan hanya untuk Islam. Beban
berat yang dipikul oleh punggung beliau yang mulia lebih berat dari beban yang
dipikul oleh gunung. Meskipun beliau seorang diri, tetapi beliau mampu memikul
amanat yang pernah Allah SWT tawarkan kepada langit dan bumi serta gunung namun
mereka pun enggan untuk memikulnya. kerana mereka menyedari bahawa mereka tidak
akan mampu memikulnya. Lalu datanglah beliau dan beliau pun mampu memikul amanat
itu dan melaksanakannya secara sempurna. Yaitu amanat untuk menyampaikan agama
Allah SWT; amanat untuk menyucikan
akal manusia dari polusi khayalisme dan khurafatisme: amanat yang mewarnai
kehidupan dengan hanya sujud kepada Allah SWT.
Kemudian
mengalirlah dalam memori Nabi saw suatu arus dari gambar- gambar hidup:
bagaimana saat beliau memasuki Madinah. Lewatlah di hadapan akal beberapa memori
dan nostalgia: bagaimana wahyu yang turun kepadanya dengan membawa risalah di
gua Hira, kemudian berubahlah pandangan dan bertiuplah angin kebencian
kepadanya, bahkan angin itu membawa pasir-pasir tuduhan-tuduhan yang dilemparkan
ke wajah suci beliau. Beliau berdiri sambil tersenyum dan hatinya dipenuhi
dengan kesedihan di hadapan gelombang gurun dan kesendirian serta badai
kesengsaraan. "Wahai manusia, tiada Tuhan selain Allah SWT. Demikianlah kalimat
yang beliau katakan. Meskipun kalimat itu tampak sederhana namun ia mampu
membangkitkan dunia. Dan bergeraklah patung-patung yang begitu banyak yang
memenuhi kehidupan dan mereka membekali dirinya dengan kegelapan dan kebencian
yang dialamatkan kepada sang Nabi. Para pembesar. para penguasa, wang, emas,
serta kebencian dan kedengkian syaitan yang klasik dan banyaknya orang-orang
munafik, semua ini menjadi musuh nyata sang Nabi pada saat beliau mengatakan
"tiada Tuhan selain Allah SWT." Nabi mengingat kembali Waraqah bin Nofel ketika
menceritakan kepadanya apa yang terjadi dan apa yang dialami beliau di gua Hira.
Tidakkah ia mengatakan kepadanya bahawa kaumnya akan mengusirnya?
Hari-hari hijrah sangat panjang dan berat. Matahari sangat
dekat dengan kepala dan rasa panas sangat mencekik tenggorokan dan rasa pusing-
pusing pun semakin meningkat. Setelah hijrah, Nabi memasuki Madinah. Beliau
disambut oleh kaum Anshar dengan sambutan luar biasa. Beliau datang sendirian
lalu mereka menolongnya; beliau datang dalam keadaan takut lalu mereka
mengamankannya; beliau datang dalam keadaan lapar lalu mereka memberinya
makanan; beliau datang dalam keadaan terusir lalu mereka memberikan
perlindungan.
Bangunan
Islam mulai ditancapkan di Madinah. Beliau mulai membangun negaranya setelah
beliau membangun sumber daya manusia Islam yang tangguh. Yang pertama kali
dibangunnya adalah sumber daya Islam, setelah itu beliau baru membangun negara.
Tidak ada nilai yang bererti dari satu sistem yang hanya berdasarkan
prinsip-prinsip besar yang tidak lebih dari sekadar tinta di atas kertas.
Penerapan prinsip-prinsip adalah tolok ukur final dari nilai apa pun yang
diperlakukan di dunia. Dan Islam telah berhasil menerapkan pada masa-masa
pertamanya suatu sistem yang belum pernah dikenal dalam kehidupan manusia suatu
sistem seperti itu. Yaitu sistem yang menunjukkan keadilan, persaudaraan, dan
kasih sayang yang mengagumkan. Hal yang pertama kali dilakukan Rasulullah saw
adalah membangun masjid di mana di situlah unta yang ditungganginya berhenti.
Masjid itu tampak sederhana. Tikarnya terdiri dari pasir-pasir dan batu-batu.
Tiangnya terbuat dari batang-batang kurma. Barangkali ketika turun hujan, maka
tanahnya akan menjadi lumpur kerana
mendapat siraman air hujan. Mungkin ketika angin bertiup dengan kencang, maka ia
akan mencabut sebahagian dari atapnya.
Di
bangunan yang sederhana ini, Rasulullah saw mendidik generasi Islam yang tangguh
yang dapat menghancurkan orang-orang yang lalim dan para penguasa yang bejat dan
mereka mampu mengembalikan kebenaran ke singgahsananya yang terusir dan
terampas. Mereka mampu menyebarkan Islam di muka bumi. Masjid itu tampak kecil
dan sederhana sekali tetapi ia dipenuhi dengan kebesaran; masjid itu tidak
menunjukkan kemewahan sama sekali. Di dalamnya Al-Qur'an dibaca lalu orang-orang
yang mendengarnya menganggap bahawa mereka benar dan mendapatkan perintah harian
untuk menerapkan dan melaksanakan apa- apa yang mereka dengar.
Al-Qur'an dibaca di masjid bukan seperti nyanyian yang
orang-orang duduk akan merasa terpengaruh dengan keindahan nyanyian dan suara
pembaca. Dan masjid di dalam Islam bukanlah tempat satu-satunya untuk ibadah.
Menurut kaum Muslim semua bumi adalah masjid namun masjid adalah simbol
peradaban yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, sebagaimana ia
menyuarakan ilmu, kebebasan dan persaudaraan.
Semua
Nabi berbicara tentang persaudaraan dan mengajak kepadanya dengan ribuan
kata-kata. Sedangkan Rasulullah saw telah mewujudkan persaudaraan itu secara
praktis, yakni ketika karakter masyarakat saat itu mencerminkan Al-Qur'an. Nabi
mulai mempersaudarakan kaum muhajirin dan Anshar di mana sahabat Anshar Sa'ad
bin Rabi', seorang kaya dari Madinah dipersaudarakan dengan Abdul Rahman bin
'Auf, seorang yang berhijrah dari Mekah. Sa'ad berkata kepada Abdul Rahman:
"Sesungguhnya, tanpa bermaksud sombong, aku memang memiliki harta yang banyak
daripada kamu. Aku telah membagi hartaku menjadi dua bahagian dan sebahagiannya
aku peruntukan bagimu. Lalu aku mempunyai dua orang wanita, maka lihatlah siapa
di antara mereka yang mampu memikatmu sehingga aku menceraikannya lalu engkau
dapat menikahinya." Abdul Rahman bin 'Auf menjawab: "Mudah-mudahan Allah SWT
memberkatimu, keluargamu, dan hartamu. Di manakah pasar yang engkau berdagang di
dalamnya?"
Abdul
Rahman bin 'Auf keluar menuju ke pasar untuk bekerja. Ia kembali dan membawa
sesuatu yang dapat dimakannya. Ia menolak dengan lembut sikap baik Sa'ad dan
kedermawanannya. Ia bersandar pada keimanan kepada Allah SWT dan lebih memilih
untuk bekerja dan membanting tulang. Tidak berlalu hari demi hari kecuali ia
tetap bekerja sehingga ia mampu untuk membekali dirinya dan melaksanakan
pernikahan.
Demikianlah masyarakat Islam terbentuk dan menampakkan
identitinya berdasarkan cinta, kebebasan, musyawarah, dan jihad. Pekerjaan
menurut Islam bukan suatu penderitaan untuk mendapatkan roti atau potongan
daging sebagaimana dikatakan peradaban kita masa kini, tetapi pekerjaan dalam
Islam melebihi ruang lingkup materi ini dan menuju puncak yang lebih tinggi:
"Dan katakanlah: 'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya
serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu. " (QS. at-Taubah: 105)
Kesedaran bahawa apa yang kita kerjakan akan di lihat oleh
Allah SWT menjadikan pekerjaan itu mendapat cita rasa yang lain. Yaitu suatu
rasa yang melampaui nikmatnya memakan roti dan daging. Setelah bekerja,
datanglah cinta. Cinta dalam Islam bukan hanya perasaan yang menetap dalam hati
dan tidak diwujudkan oleh suatu perbuatan; cinta dalam Islam merupakan langkah
harian yang akan mengubah bentuk kehidupan di sekitar manusia menuju yang lebih
tinggi dan mulia.
Seorang
Muslim mencintai Tuhannya Pencipta alam semesta dan mencintai Rasulullah saw dan
mencintai kaum Muslim dan orang-orang yang berdamai dengan orang-orang Muslim,
meskipun keyakinan mereka berbeza dengannya. Bahkan seorang Muslim mencintai
makhluk secara keseluruhan: ia mencintai anak-anak, haiwan, bunga, pasir dan
gunung bahkan benda-benda mati pun mendapat cinta dari seorang Muslim. Seorang
Muslim jika dia benar-benar seorang Muslim akan merasakan cinta yang dialami
oleh Nabi Daud terhadap alam dan lingkungan di sekitarnya. Ini adalah perasaan
sufi yang tinggi. Seorang Muslim akan mewarisi cinta yang sebenarnya seperti
yang diwarisi Nabi Isa terhadap lingkungan yang baik yang ada di sekitarnya di
mana ketika Nabi Isa melihat tubuh anjing yang mati, maka Nabi Isa tidak melihat
selain keputihan giginya.
Demikianlah cinta yang tersebar dalam kehidupan kaum Muslim
di mana cinta itu pun tertuju kepada binatang dan benda-benda mati. Cinta
demikian ini tidak akan terwujud dengan suatu keputusan dan tidak ditetapkan
dengan suatu undang-undang, tetapi cinta itu datang biasanya akibat dari
kepuasaan akal dan hati dengan adanya kepemimpinan besar yang hati cenderung
kepadanya dan akal mengambil darinya. Dan yang dimaksud dengan kepemimpinan
besar tersebut adalah keberadaan sang Nabi. Beliau adalah cermin terbesar dari
tingkat cinta yang tertinggi. Beliau adalah seorang yang paling banyak berbuat
demi Islam dan paling banyak sedikit mengharapkan balasan darinya. Meskipun
beliau seorang pemimpin namun beliau hidup dalam kesederhanaan. Beliau adalah
seorang tentera yang paling sederhana. Tempat tidurnya bersih tetapi kasar, dan
rumahnya tidak menampakkan kesibukan yang di dalamnya memasak berbagai macam
hidangan. Beliau justru menyiapkan hidangan yang sangat sederhana. Makanan utama
beliau adalah roti kering yang dicampur dengan minyak. Keinginan besar beliau
adalah tersebarnya dakwah Islam.
Kaum
Muslim menyedari bahawa kesempurnaan Islam tidak akan terwujud kecuali ketika
cinta Allah SWT dan Rasul- Nya lebih didahulukan daripada cinta diri sendiri,
cinta kepada wanita, cinta kepada anak, kepentingan, kekuasaan, kehidupan, dan
apa saja yang tidak ada hubungannya dengan Allah SWT dan Rasul-Nya. Demikianlah
kaum Muslim sangat mencintai pemimpin mereka lebih dari kehidupan peribadi
mereka. Di samping pekerjaan dan cinta tersebut, didirikanlah pemerintahan Islam
yang berdasarkan kaedah-kaedah kebebasan, musyawarah dan
jihad.
Kebebasan dalam Islam bukan sekadar perhiasan yang
dilekatkan kepada tubuh Islam tetapi ia merupakan tenunan dari sel-sel yang
hidup itu. Allah SWT telah membebaskan kaum Muslim dari penyembahan selain
dari-Nya. Dengan demikian, runtuhlah semua belenggu yang hinggap di atas akal,
hati, dan masyarakat. Seorang Muslim memiliki - dalam Islam - suatu kebebasan
yang diberikan kepadanya agar ia melihat sesuatu dengan akalnya dan mendebat
segala sesuatu dengan akalnya. Dan hendaklah ia merasa puas dengan sesuatu yang
dapat menenteramkan hatinya. Kebebasan dalam Islam bukan kebebasan mutlak yang
menjurus kepada anarkisme dan diskriminasi tetapi kebebasan dalam Islam adalah
kebebasan yang bertanggungjawab.
Dalam
ruang lingkup nas-nas yang pasti yang terdapat dalam Al-Qur'an atau sunah tidak
ada kebebasan di hadapan orang Muslim selain kebebasan untuk berlumba-lumba
untuk menerapkan apa yang mereka fahami. Selain itu, seorang bebas sampai tidak
terbatas, dan pintu ijtihad tetap terbuka sampai tidak ada batasnya, kerana
pintu ijtihad adalah akal dan menutup pintu ijtihad yakni menutup akal dan itu
bererti akan membawa kematian baginya. Islam tidak menerima orang-orang yang
mati akalnya atau mengalami kemunduran; Islam pada hakikatnya memperlakukan
manusia dari sisi akal dan hati.
"Adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahawa yang tidak
mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki untuk
membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir."
(QS. al-Anfal: 7)
Orang-orang Islam kerana kekafiran mereka dan kebutuhan
mereka serta situasi ekonomi yang memburuk, mereka ingin bertemu dengan pasukan
yang tidak bersenjata; mereka ingin bertemu dengan kafilah yang kaya, bukan
pasukan yang bersenjata; mereka membutuhkan harta untuk menyebarkan dakwah.
Namun Allah SWT menginginkan mereka dengan keadaan seperti itu agar mereka
berhadapan dengan pasukan kafir dan agar mereka mampu memutus tali kekuatan
orang-orang kafir sehingga kebenaran akan menang.
Keluarlah orang-orang Muslim dalam peperangan Badar dengan
membayangkan bahawa mereka akan mendapatkan keuntungan dan kesenangan dengan
banyak mengambil ganimah. Namun Allah SWT menginginkan terjadinya peperangan
yang berat, di mana itu berakibat pada jatuhnya tokoh-tokoh kaum kafir Mekah
sebagai korban darinya dan agar Madinah dapat menahan penderitaan dan kefakiran
yang dialaminya. Seharusnya pengikut Islam tidak membayangkan untuk mengambil
keuntungan tetapi ia justru harus memberi kepadanya.
Nabi
mengetahui sebagai pemimpin pasukan ia harus mengingatkan pasukannya bahawa
mereka akan menemui kesulitan dan penderitaan, dan bukan masalah sepele seperti
yang mereka bayangkan. Nabi bermusyawarah dengan sahabat-sahabat. Beliau
berbincang-bincang dengan Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, dan Miqdad bin
Amr. Lalu mereka semua sepakat untuk terus melakukan peperangan apa pun hasilnya
dan apa pun pengorbanan yang harus dilakukan.
Kemudian
Rasulullah saw berkata: "Wahai para sahabat, tunjukkanlah diri kalian."
Rasulullah saw mengisyaratkan kepada kaum Anshar. Rasulullah saw khawatir jika
mereka memahami bahawa baiat yang terjadi di antara mereka yang berisi agar
mereka melindungi beliau jika beliau diserang di Madinah saja, dan memang
pasal-pasal dari baiat itu mendukung hal itu. Tidakkah mereka mengatakan kepada
beliau: "Ya Rasulullah, kami tidak akan bertanggungjawab kepadamu sehingga
engkau sampai di negeri kami. Jika engkau sampai di negeri kami, maka kami akan
bertanggungjawab untuk melindungimu."
Majoriti
pasukan terdiri dari orang-orang Anshar, maka Rasulullah saw ingin mengetahui
keputusan majoriti tentera sebelum dimulainya peperangan. Kaum Anshar mengetahui
bahawa Rasul saw ingin mengetahui pendapat kaum Anshar. Oleh kerana itu, Sa'ad
bin 'Auf berkata: "Demi Allah, seakan-akan engkau menginginkan kami ya
Rasulullah." Nabi menjawab, "benar." Kemudian kaum Anshar menyatakan apa yang
mereka rasakan.
Mendengar pernyataan kaum Anshar itu hilanglah kekhuatiran
dan ketakutan Nabi, bahkan beliau bergembira dan wajahnya berseri-seri.
Rasulullah saw telah mendidik mereka berdasarkan Islam dan Islam tidak mengenal
pasal-pasal perjanjian namun ia justru tenggelam dalam esensinya dan
kedalamannya yang jauh. Kaum Anshar meyakinkan Nabi bahawa mereka benar-benar
beriman kepadanya, mencintainya dan akan mendengarkan apa saja yang beliau
katakan serta akan benar-benar mentaati beliau.
Sa'ad
bin Mu'ad berkata: "Ya Rasulullah, lakukanlah apa yang engkau inginkan dan kami
akan bersamamu. Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau
membelah lautan lalu engkau menyelam di dalamnya nescaya kami akan menyelam
bersamamu dan tidak ada seseorang pun di antara kami yang akan meninggalkanmu."
Demikianlah keteguhan kaum Anshar. Kalimat tersebut menetapkan peperangan paling
penting dan paling berbahaya dalam sejarah Islam.
Perasaan
kaum Anshar dan Muhajirin dalam pasukan Rasul saw sangat berbeza dengan perasaan
Nabi Musa ketika mereka mengatakan kepadanya, "pergilah engkau wahai Musa
bersama Tuhanmu dan berperanglah, sesungguhnya kami di sini hanya duduk-duduk
saja." Namun kaum Muslim menyatakan bahawa seandainya Rasul saw memerintahkan
mereka untuk melalui lautan dengan berjalan kaki di atas ombaknya nescaya mereka
akan melakukan hal itu walaupun berakibat pada tenggelamnya mereka dan kematian
mereka dan tak seorang pun yang akan menentang perintah Rasul saw tersebut.
Akhirnya, kaum Muslim bersiap-siap untuk memasuki kancah
peperangan lalu mereka membuat khemah-khemah yang di situ ditentukan tempat
peristirahatan dan pergerakan tentera Islam. Tempat itu ditentukan oleh Rasul
saw. Allah SWT membiarkan Rasul-Nya melakukan kesalahan dalam memilih tempat
sehingga itu akan dapat menjadi pelajaran bagi kaum Muslim dalam kaedah umum
dari kaedah-kaedah peperangan yaitu sikap pemimpin pasukan untuk mengambil suatu
kebijakan yang penting yang berdasarkan pengalaman. Kemudian datanglah Habab bin
Mundzir kepada Rasulullah saw dan bertanya kepadanya, "apakah tempat yang kita
jadikan sebagai pusat pergerakan tentera kita merupakan pilihan dari Allah SWT
dan Rasul-Nya hingga kita tidak dapat mendahuluinya dan mengakhirinya yakni kita
tidak dapat memberikan pendapat kita ataukah itu hanya masalah yang bersifat
teknik yakni itu terserah pada pendapat kita dan sesuai kebijakan saat perang
dan ia merupakan tipu daya semata?"
Rasulullah saw berkata: "Tetapi itu adalah pendapat
peribadi, peperangan, dan tipu daya." Habab berkata: "Ya Rasulullah ini adalah
tempat yang tidak tepat." Sahabat yang sarat pengalaman ini memilih tempat di
mana pasukan Madinah dapat minum darinya sedangkan pasukan Mekah tidak dapat
mengambil darinya. Kemudian berpindahlah pasukan Muslim menuju tempat yang telah
ditentukan oleh pengalaman militer.
Sampailah pasukan Mekah di mana jumlah mereka mendekati
seribu tentera dan mereka akan berhadapan dengan tiga ratus tujuh belas pasukan
Muslim. Pasukan Quraisy berada di tempat yang jauh dari lembah.
Pasukan
kafir terdiri dalam perang Badar dari pemuka-pemuka Quraisy dan
pahlawan-pahlawan mereka, sedangkan pasukan Muslim terdiri dari
keluarga-keluarga, ipar-ipar dan keluarga dekat dari pasukan kafir. Allah SWT
telah menentukan agar seorang anak bertemu dengan ayahnya, saudara bertemu
dengan sesama saudara dan sesama ipar bertemu di medan peperangan. Mereka semua
dipisahkan dengan suatu prinsip di mana mereka ditentukan oleh pedang. Akhirnya,
peperangan Badar pun terjadi dan kaedah utama adalah kaedah persaudaraan sesama
Muslim. Dan ketika pasukan Muslim berpegang teguh di atas dasar Islam, maka
pasukan kafir mulai terpecah belah namun keadaan tersebut mereka sembunyikan.
Lalu
'Utbah bin Rabi'ah berbicara di tengah-tengah pasukan Mekah dan mengajak mereka
untuk menarik kembali dari peperangan. 'Utbah memberikan pernyataan sesuai
dengan tuntutan akal sehat, "wahai orang-orang Quraisy demi Allah, jika kalian
harus memerangi Muhammad, maka kalian akan menyesal kerana kita berhadapan
dengan saudara- saudara kita sendiri. Boleh jadi kita akan membunuh anak paman
kita, atau salah seorang dari kerabat kita. Mengapa kalian tidak membiarkannya
saja?"
Kalimat
yang rasional tersebut cukup menggoncangkan pasukan Mekah. Sebahagian tentera
merasa puas dengan pernyataan tersebut kerana mereka melihat bahawa tidak ada
gunanya peperangan itu. Namun kebodohan justru memadamkan kalimat yang rasional
itu. Abu Jahal menuduh bahawa yang mengucapkan kata-kata adalah orang yang
penakut. Kemudian Abu Jahal lebih memilih pendapatnya untuk menetapkan terus
memerangi kaum Muslim.
Pemimpin
pasukan kafir yaitu Abu Jahal mengetahui bahawa Muhammad tidak pernah berbohong.
Kitab-kitab sejarah menceritakan bahawa Akhnas bin Syuraif menyendiri dalam
perang Badar bersama Abu Jahal sebelum terjadinya peperangan tersebut dan
bertanya kepadanya, "wahai Abul Hakam, tidakkah engkau melihat bahawa Muhammad
pernah berbohong? Abul Hakam menjawab: "Bagaimana mungkin ia berbohong atas
Allah, sedangkan kami telah menamainya al-Amin (orang yang dapat dipercayai)."
Peperangan tersebut bukan sebagai usaha untuk mendustakan Rasul saw tetapi itu
hanya semata-mata untuk menjaga kepentingan-kepentingan sesaat dan keadaan
ekonomi. Demikianlah orang-orang kafir mempertahankan nilai yang paling rendah
yang ada di muka bumi yang juga dipertahankan oleh binatang, sementara kaum
Muslim justru mempertahankan nilai yang paling tinggi di bumi dan di langit yang
ikut serta di dalamnya para malaikat.
Kemudian
datanglah waktu malam menyelimuti dua kubu. Tiga ratus tentera yang mukmin sudah
bersiap-siap dan mendekati seribu tentera musyrik. Orang-orang musyrik datang
dengan menunggangi tunggangan mereka dan tampak mereka memiliki persenjataan
yang lengkap, sedangkan setiap orang Muslim datang di atas satu kenderaan.
Pakaian yang dipakai orang-orang musyrik tampak masih baru dan pedang-pedang
mereka tampak mengilat serta baju besi yang mereka gunakan sangat unggul dan
kuat. Alhasil, mereka memiliki persiapan yang sangat mengagumkan sedangkan
pakaian yang dipakai orang-orang Muslim tampak sudah usang dan pedang-pedang
kuno pun mereka gunakan dan baju besi yang mereka gunakan tampak tidak sempurna.
Nabi
melihat keadaan pasukannya lalu hati beliau tampak sedih melihat pasukan
tersebut. Beliau berdoa kepada Tuhannya: "Ya Allah, Sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang lapar, maka kenyangkanlah mereka. Ya Allah, sesungguhnya mereka
adalah orang- orang yang tanpa alas kaki, maka tolonglah mereka. Ya Allah,
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak berpakaian, maka berilah
mereka pakaian."
Kemudian
rasa kantuk menghinggapi mata kedua pasukan lalu mereka beristirahat di
tengah-tengah malam. Jatuhlah hujan kecil yang membuat tempat itu basah sehingga
kelembapan mengitari kaum Muslim. Hujan tersebut membasuh tanah perjalanan dan
menghilangkan debu- debu kepayahan serta menyucikan hati dan membangkitkan
kepercayaan atas kemenangan dari Allah SWT.
Allah
SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai
suatu penenteram dari-Nya, dan Allah menurunkan hujan dari langit untuk
menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan
syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu)."
(QS. al-Anfal: 11)
Datanglah waktu pagi di Badar lalu kaum Quraisy mulai
menyerang, lalu Nabi memerintahkan pasukan Muslim untuk bertahan. Rasulullah saw
bersabda: "Jika musuh mengepung kalian, maka usirlah mereka dengan panah dan
janganlah kalian menyerang mereka sehingga kalian diperintahkan."
Demikianlah ketetapan militer yang sangat jitu yang bererti
hendaklah kaum Muslim membentengi mereka di tempat-tempat mereka agar
orang-orang musyrik mendapatkan kerugian dari serangan yang mereka lakukan. Kita
mengetahui dari ilmu militer saat ini bahawa seorang yang menyerang memerlukan
tiga atau tiga kali lipat dari jumlah yang biasa dilakukan sehingga serangannya
betul-betul efektif; kita mengetahui bahawa jumlah pasukan musyrik tiga kali
lipat dibandingkan dengan tentera Muslim. Kaum musyrik di lihat dari segi jumlah
sangat memadai untuk memenangkan peperangan, dan persenjataan mereka lebih
lengkap dari persenjataan kaum Muslim. Jumlah haiwan yang mereka miliki pun sama
dengan jumlah mereka, sedangkan tiap tiga orang Muslim berperang di atas satu
tunggangan.
Keadaan
saat itu sangat menguntungkan kaum musyrik. Tanda-tanda kemenangan tampak
menyertai bendera kaum musyrik, tetapi kemenangan peperangan bukan kerana
kebesaran jumlah pasukan dan persenjataan yang lengkap. Terkadang peperangan
justru dimenangkan oleh unsur spirituil yang tidak kelihatan. Spirituil tentera
dan keimanannya tentang persoalan yang dipertahankannya serta keinginannya untuk
mendapatkan dua kebaikan: kemenangan atau kematian dan hasratnya yang tinggi
untuk meneguk madu syahadah, semua itu dapat mengubah seorang tentera menjadi
makhluk yang tidak terkalahkan. Boleh jadi ia akan merasakan kematian tetapi
jauh dari kekalahan. Demikianlah keadaan pasukan Muslim.
Sementara itu debu-debu berterbangan di atas kepala pasukan
yang bertempur dan kaum Muslim mencurahkan tenaga yang keras dalam peperangan
itu. Ketika dua pasukan saling bertemu dan bertempur, Nabi saw melihat mereka,
lalu Nabi saw menyaksikan pasukannya terjepit. Pasukan yang berjumlah sedikit
dengan persenjataan yang tidak lengkap itu kini ditekan oleh orang kafir. Dalam
keadaan demikian, Nabi saw meminta pertolongan kepada Tuhannya: 'Ya Allah,
kirimkanlah bantuan dan pertolongan-Mu. Ya Allah, wujudkanlah janji-Mu kepadaku.
Ya Allah, jika kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah
setelahnya di muka bumi." Renungkanlah, bagaimana kesedihan Nabi saat terjadi
peperangan itu. Oleh kerana itu, kita dapat memahami mengapa Nabi saw meminta
agar pasukannya dimenangkan.
Pemimpin
pasukan tertinggi Muhammad bin Abdillah keluar berperang di jalan Allah SWT dan
saat ini kematian sedang mengitari kaum Muslim, lalu apa yang difikirkan oleh
Nabi saw pada keadaan yang sulit tersebut? Pemikiran Nabi saw melebihi hal yang
sekarang dan menuju pada hal yang akan datang, dan yang menjadi fokus Nabi
adalah penyembahan Allah SWT di muka bumi: "Ya Allah, jika kelompok ini
dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka bumi."
Nabi
tidak terlalu mengkhuatirkan kehancuran kaum Muslim kerana Nabi justru
mengkhuatirkan sesuatu yang lebih besar dari itu. Yang beliau khuatirkan adalah
penyembahan kepada Allah SWT akan berhenti di muka bumi. Oleh kerana itu, Nabi
meminta tolong kepada Tuhannya dan mengingatkan kembali kepada Tuhannya dan
Allah SWT lebih tahu dari hal itu. Kemudian turunlah bala tentera malaikat yang
dipimpin oleh Jibril.
Allah
SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada
Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: 'Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala
bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.' Dan
Allah tidak menjadikannya (mengirim bantuan itu), melainkan sebagai khabar
gembira dan agar hatimu menjadi tenteram kerananya. Dan kemenangan itu hanyalah
dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS.
al-Anfal: 9-10)
Setelah
itu Nabi saw menghampiri sahabat Abu Bakar dan berkata: "Sampaikan berita
gembira wahai Abu Bakar, sesungguhnya telah datang kepadamu bantuan dari Allah
SWT."
Turunnya
para malaikat merupakan cara untuk meneguhkan kaum Muslim dan berita gembira
kepada mereka. Mukjizat itu bukan terletak pada penyertaan para malaikat dalam
peperangan, namun melalui nas-nas ditegaskan bahawa peranan malaikat tidak lebih
dari sekadar membawa berita gembira dan memberikan dukungan moril serta memenuhi
hati dengan ketenangan. Kami kira bahawa Allah SWT ingin agar para malaikat
menyaksikan manusia-manusia malaikat yang mempertahankan akidah tauhid.
Demikianlah Allah SWT mewahyukan kepada malaikat bahawa Dia
bersama mereka. Oleh kerana itu, hendaklah orang-orang yang beriman merasa
tenang dan kebenaran akan tertancap pada hati mereka sedangkan orang-orang kafir
pasti akan merasakan ketakutan.
Allah
SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para
malaikat: 'Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian)
orang-orang yang telah beriman.' Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam
hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap
ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah kerana sesungguhnya
mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barang siapa menentang Allah dan
Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras seksaan-Nya. Itulah (hukum dunia
yang ditimpakan atasmu), maka rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi
orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab neraka." (QS. al-Anfal: 12-14)
Lalu
orang-orang kafir pun mengalami kekalahan. Setelah peperangan itu, terbunuhlah
tujuh puluh kafir dan tujuh puluh tawanan dari mereka dan sebahagian pasukan
melarikan diri. Runtuhlah tokoh-tokoh kebencian dan kelaliman di peperangan
tersebut. Hancurlahlah Abu Jahal, pemimpin pasukan, dan pahlawan-pahlawan Mekah
kini terkapar.
Rasulullah saw berdiri di depan bangkai-bangkai orang-orang
kafir dan berkata: "Wahai Utbah bin Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi'ah, wahai
Umayah bin Khalf, wahai Abu Jahal bin Hisam, apakah kalian menemukan apa yang
dijanjikan oleh tuhan kalian kepada kalian. Sungguh aku telah menemukan apa yang
dijanjikan Tuhanku." Orang-orang Muslim berkata: "Ya Rasulullah, apakah engkau
memanggil kaum yang sudah mati?" Rasulullah berkata: "Kalian tidak mengetahui
apa yang aku katakan kepada mereka, tetapi mereka tidak mampu menjawab
perkataanku." Rasulullah saw tinggal tiga malam di Badar kemudian beliau kembali
ke Madinah. Di depan beliau terdapat tawanan-tawanan perang dan ganimah.
Kaum
Muslim sangat menanggung beban berat dengan banyaknya tawanan perang. Mula-mula
Rasulullah saw bermusyawarah dengan sahabat Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar
berkata: "Ya Rasulullah, mereka adalah keturunan dari saudara-saudara dan
keluarga, dan aku melihat lebih baik engkau mengambil fidyah (tebusan) dari
mereka sehingga apa yang engkau ambil tersebut merupakan kekuatan bagi kita
terhadap orang-orang kafir, dan mudah-mudahan Allah SWT memberi petunjuk kepada
mereka sehingga mereka menjadi tulang punggung kita."
Kemudian
Rasulullah saw menoleh kepada Umar bin Khattab sambil berkata, "bagaimana
pendapatmu wahai Ibnul Khattab?" Lelaki itu berkata: "Demi Allah, aku tidak
sependapat dengan apa yang dikatakan Abu Bakar tetapi aku berpendapat,
seandainya aku mampu untuk bertemu dengan salah seorang kerabatku, maka aku akan
memukul lehernya, dan seandainya Ali mampu bertemu dengan keluarganya, maka ia
pun akan memukul lehernya begitu Hamzah sehingga Allah SWT mengetahui bahawa
tidak ada di hati kita kelembutan kepada kaum musyrik."
Pasukan
Madinah dan pasukan Mekah terdiri dari keluarga-keluarga yang terikat hubungan
kekerabatan, namun kehendak Allah SWT menetapkan terjadinya peperangan sesama
keluarga: antara anak dan orang tuanya. Umar menginginkan agar keadaan demikian
terus berlanjut sehingga orang-orang musyrik mengetahui bahawa Islam tidak ingin
berdamai. Kemudian Selesailah urusan itu dan terjadi peperangan di jalan Allah
SWT dan mengangkat senjata dan berperang adalah suatu kewajipan yang tiada
keraguan di dalamnya. Nabi saw menoleh kepada kaum Muslim dan mendapati
sebahagian besar mereka cenderung kepada pendapat Abu Bakar. Nabi saw mengikuti
pendapat majoriti saat itu. Pendapat majoriti salah dan hanya Umar yang benar.
Ini
adalah peperangan pertama yang dilalui oleh Islam. Hendaklah kaum Muslim harus
meninggalkan dorongan kemanusiaan mereka, yakni orang- orang kafir harus dibunuh
agar musuh-musuh Allah SWT mengetahui bahawa Islam telah memilih darah. Allah
SWT telah mendukung Umar bin Khattab dalam Al-Qur'an sehingga Nabi saw dan Abu
Bakar menangis ketika keduanya menyedari kesalahan mereka pada hari berikutnya,
lalu Umar memergoki mereka dalam keadaan menangis dan ia bertanya, "apa yang
menyebabkan Rasulullah saw dan temannya di gua menangis?" Kemudian Rasulullah
saw membaca Al-Qur'an:
"Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia
dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi
sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu
dari Allah, nescaya kamu ditimpa seksaan yang besar kerana tebusan yang kamu
ambil." (QS. al-Anfal: 67-68)
Kedua
ayat itu mengatakan bahawa ini bukan saatnya melindungi para tawanan dan
berusaha untuk menebus mereka. Waktu Demikian belum saatnya. Nabi tidak berhak
memiliki tawanan kecuali jika ia telah melakukan banyak peperangan dan banyak
berjihad dan telah banyak membunuh dan dakwahnya telah mapan.
Kedua
ayat tersebut menyingkap tujuan di balik penebusan tawanan: "Kamu menghendaki
harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu)."
Demikianlah pemikiran yang mempertimbangkan keadaan-keadaan
aktual yang sulit. Itu adalah pemikiran yang bersifat taktik sebagaimana yang
kita ungkapkan dalam istilah moden dan bukan pemikiran yang bersifat strategis.
Kemudian para tawanan tersebut bukan tawanan biasa tetapi menurut istilah moden
mereka adalah penjahat-penjahat perang. Oleh kerana itu, nyawa mereka harus
ditumpahkan saat mereka dapat ditangkap, meskipun mereka memiliki kekayaan yang
banyak atau kedudukan yang tinggi. Islam tidak mengakui kekayaan atau kedudukan,
yang diakuinya adalah keimanan, sedangkan pertimbangan-pertimbangan duniawi
lainnya tidak dihiraukan oleh Islam.
Nas
Al-Qur'an memperingatkan orang-orang yang menang bahawa kesalahan mereka bisa
berakibat pada datangnya seksaan yang bakal mereka terima tetapi Allah SWT
mengampuni mereka dan menurunkan rahmat-Nya: "Kalau sekiranya tidak ada
ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, nescaya kamu ditimpa seksaan yang
besar kerana tebusan yang kamu ambil."
Seksaan
tersebut memang lebih dekat daripada pohon yang dekat ini, kemudian Allah SWT
mengampuni mereka dan Allah SWT mengampuni sahabat-sahabat yang terjun di perang
Badar, baik dosa yang lalu mahupun dosa mereka yang akan datang. Demikianlah
Al-Qur'an ingin mendidik kaum Muslim agar mereka tidak banyak mempertimbangkan
urusan manusiawi saat berperang. Jadi, Islam memulai peperangannya yaitu
peperangan yang hanya ditujukan kepada Allah SWT dan hendaklah peperangan
tersebut dihilangkan dari pertimbangan-pertimbangan yang sulit sehingga
sahabat-sahabat Nabi mengetahui bahawa kecenderungan kepada kesenangan duniawi
akan berakibat pada kekalahan mereka.
Dalam
peperangan Uhud jumlah kaum musyrik tiga ribu sedangkan jumlah kaum Muslim tiga
ratus pasukan setelah pemimpin orang-orang munafik Abdullah bin Saba'
mengundurkan diri pasukan. Kaum Muslim diletakkan di gunung dan Rasulullah saw
membuat rencana yang jitu untuk memenangkan pertempuran di mana beliau membagi
pasukan pemanah di puncak gunung untuk melindungi punggung kaum Muslim dan
melindungi mereka dari serangan dari arah belakang. Rasulullah saw memberi
pengertian kepada pasukan panah itu agar mereka tetap di tempatnya baik kaum
Muslim menang mahupun kalah. Yakni bahawa pasukan pemanah tidak boleh turun dari
gunung dan meski berusaha untuk melindungi kaum Muslim. Rasulullah saw berkata
kepada mereka. "lindungilah punggung-punggung kami. Jika kalian melihat kami
sedang bertempur, maka kalian tidak usah turun darinya dan tidak usah menolong
kami, dan jika kalian melihat kami memperoleh kemenangan dan mengambil ganimah,
maka kalian tidak boleh ikut serta bersama kami."
Setelah
membuat keputusan tersebut, Rasulullah saw kembali ke pasukan yang lain, lalu
beliau membikin suatu rencana untuk menyerang. Dan Dimulailah peperangan
kemudian pasukan Islam mendorong pasukan musyrik laksana angin yang kencang yang
memporak-porandakan ribuan kaum musyrik. Pada tahap pertama pasukan Islam tampak
menguasai medan dan berhasil menyapu kaum musyrik sehingga pasukan Mekah tampak
berputus asa meskipun mereka unggul secara bilangan dan meskipun mereka memiliki
kekuatan persenjataan yang lengkap, pasukan Mekah justru dikejutkan dengan
ketangguhan pasukan Muslim yang dapat memukul mundur mereka hingga mereka
membayangkan bahawa mereka tidak dapat memenangkan peperangan atau dapat
bertahan di hadapan pasukan Muslim.
Debu-debu peperangan mulai berterbangan yang menyertai
tanda-tanda kekalahan pasukan Mekah. Sementara itu, para pemanah yang diletakkan
Rasulullah saw di suatu tempat yang strategis berfikir untuk memperoleh ganimah.
Pasukan Mekah telah kalah dan mereka telah melarikan diri dari pasukan Muslim,
maka bagaimana seandainya para pemanah turun dari tempat mereka untuk
mengumpulkan harta rampasan dan ganimah. Rasulullah saw telah mengingatkan
mereka agar jangan meninggalkan tempat mereka, apa pun yang terjadi tetapi
pasukan pemanah itu justru berkhianat dan menentang perintah Nabi saw setelah
mereka membayangkan bahawa peperangan telah selesai dan keuntungan akan
diperoleh pasukan Madinah yang beriman.
Pasukan pemanah mengira bahawa
Allah SWT akan menutupi kesalahan mereka dan akan melindungi mereka sehingga
mereka berhasil mengambil harta rampasan dan ganimah. Sungguh keikhlasan telah
tercabut dari hati sebahagian pasukan. Belum lama hal tersebut berlangsung
sehingga terjadilah perubahan yang drastik pada peperangan. Pemimpin pasukan
berkuda musyrik dalam peperangan Uhud yaitu Khalid bin Walid yang kemudian ia
menjadi tokoh Muslim adalah orang yang sangat genius dalam peperangan. Begitu ia
melihat pasukan pemanah lari dari tempat mereka, maka ia melihat celah yang
terbuka di tengah-tengah kaum Muslim, sehingga ia segera memutarkan kudanya dan
disertai pasukan yang mengikutinya. Kemudian ia menyerang kaum Muslim dari
belakang. Serangan yang dilakukan Khalid itu sangat cepat dan sangat
mengejutkan. Orang-orang musyrik mengambil kesempatan emas. Mereka yang tadinya
lari, kini mereka menarik diri dan justru menyerang kembali.
Pasukan
Muslim dikepung dari dua arah oleh pasukan berkuda: satu dari belakang dan yang
lain dari depan. Kemudian berjatuhanlah korban- korban dari pasukan Muhammad bin
Abdillah. Banyak di antara mereka yang mati sebagai syahid saat mempertahankan
dan melindungi Rasulullah saw, bahkan sang Nabi pun hidungnya terluka dan
giginya pun runtuh dan kepala beliau yang mulia terluka sehingga beliau
mengucurkan darah.
Kemudian
tersebarlah isu bahawa Muhammad saw telah meninggal. Ketika mendengar itu, kaum
Muslim sangat terpukul dan sangat sedih sehingga kaum Muslim pun terpecah-pecah.
Sebahagian mereka kembali ke Mekah dan sekelompok yang lain ke atas gunung dan
mereka tetap menjaga Nabi saw yang mulia. Ketika mendengar kematian Nabi, Anas
bin Nadhir berkata kepada kaumnya: "Bangkitlah kalian dan matilah seperti
kematiannya. Apa yang kalian lakukan setelah kalian hidup sesudahnya."
Pasukan
Muslim tetap bertahan dan melakukan peperangan, lalu tekanan kaum musyrik
semakin berat kepada Nabi saw dan para sahabatnya. Kemudian terjadilah kejadian
yang paling sulit dalam sejarah umat Islam. Nabi saw berteriak saat melihat kaum
musyrik menekannya dan berusaha membunuhnya: "Barang siapa yang dapat mengusir
mereka dariku, maka baginya syurga."
Mendengar perkataan itu, kaum Muslim segera mengitari Nabi
saw dan melindungi beliau sehingga banyak dari mereka berguguran sebagai syahid.
Bahkan sahabat-sahabat Abu Juanah melindungi Nabi saw sampai- sampai punggungnya
dipenuhi dengan anak-anak panah. Ia bagaikan baju besi yang dipakai kepada Nabi
saw dan ia tetap kukuh melindungi Nabi saw. Kemudian berubahlah keadaan kerana
keteguhan dan keberanian yang diperlihatkan oleh kaum Muslim. Pasukan Mekah
merasa puas dan mereka memilih untuk menarik diri. Saat itu orang-orang Quraisy
tidak lebih sedikit penderitaannya daripada orang-orang Muslim.
Setelah
peperangan yang dahsyat itu, kaum musyrik menarik diri setelah mereka berhasil
membunuh beberapa orang Muslim, bahkan mereka berhasil melukai pemimpin pasukan
yaitu sang Nabi saw. Semua itu terjadi kerana satu kesalahan yaitu kesalahan
terletak pada penentangan dan pembangkangan para pemanah terhadap perintah sang
Rasul saw dan usaha mereka untuk meninggalkan tempat mereka.
Ketika
sebahagian kelompok dari sahabat kehilangan pengorbanan dan kehilangan sikap
ikhlas dalam hati mereka, maka kesalahan tersebut harus dibayar oleh tentera
yang paling berani dan mulia di antara mereka yaitu sang Nabi saw. Langit tidak
ikut campur untuk menyelamatkan pasukan Islam itu. Kesalahan kaum Muslim itu
harus dibayar oleh Rasul saw di mana wajah beliau pun terluka bahkan keluar
darah yang cukup deras dari luka beliau sehingga setiap kali dituangkan air di
atas luka itu, maka darah pun semakin deras mengucur. Darah itu tidak berhenti
kecuali setelah dibakarkan potongan tembikar lalu dilekatkan di atasnya.
Luka
beliau bukan hanya bersifat materi tetapi luka spirituil beliau dan rohani
beliau pun semakin bertambah. Ini beliau rasakan ketika mendengar bahawa
pamannya Hamzah gugur sebagai syahid dan tidak cukup dengan itu, bahkan isteri
Abu Sofyan yaitu Hindun membelah perutnya dan mengeluarkan jantungnya serta
mengunyahnya dengan mulutnya. Semua itu semakin menambah kesedihan sang Nabi.
Kaum
Quraisy menguasi pasukan Muslim dan mereka memperlakukan dan menekan kaum Muslim
secara aniaya. Seandainya bukan kerana rahmat Allah SWT nescaya kaum Muslim akan
mengalami kekalahan yang teruk. Kemudian turunlah dalam Al-Qur'an al-Karim
ayat-ayat yang mendidik kaum Muslim agar mereka benar-benar ikhlas dan
memahamkan mereka bahawa kekalahan mereka sebagai akibat dari adanya pasukan di
antara mereka yang menginginkan dunia meskipun di antara mereka ada sebahagian
yang menginginkan akhirat. Jika terjadi demikian, maka tidak ada jalan untuk
memperoleh kemenangan. Ini bukanlah hal yang diinginkan oleh pasukan Muslim,
yang diharapkan adalah hendaklah semua pasukan tertuju untuk mencapai ridha
Allah SWT dan hanya mengharapkan akhirat. Jika demikian halnya, maka Allah SWT
akan memberi mereka dunia dan akhirat.
Allah
SWT berfirman dan menceritakan peperangan Uhud dalam surah Ali 'Imran:
"Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara
kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari
mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan
Allah mempunyai kurnia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman." (QS.
Ali 'Imran:: 152)
Allah
SWT memaafkan hal itu. Orang-orang Muslim kini menghitung jumlah korban mereka
dan mengubati orang-orang yang terluka. Rasulullah saw bertanya tentang pamannya
Hamzah, dan ketika beliau mendapatinya di tengah-tengah sahabat yang gugur, dan
orang-orang kafir telah merosak jasadnya, maka beliau berkata dalam keadaan
menangis: "Tidak akan ada orang yang akan tertimpa sepertimu selama- lamanya."
Kemudian
Nabi saw berdiri dan memuji Allah SWT lalu beliau memerintahkan untuk
mengembalikan orang-orang yang terbunuh dari kaum Muslim ke tempat asal mereka
di mana mereka terbunuh. Saat itu keluarga mereka telah membawanya ke kuburan
kemudian Nabi saw mengumpulkan kedua orang laki-laki dari pahlawan-pahlawan Uhud
dalam satu pakaian dan beliau bertanya siapa di antara keduanya yang paling
banyak mengambil manfaat dari Al-Qur'an. Jika diisyaratkan kepada salah satunya,
maka beliau akan mendahulukannya untuk dimasukkan dalam liang lahad.
Rasulullah saw juga memerintahkan agar mereka dikebumikan
dengan darah mereka dan beliau pun tidak mensolati mereka, serta tidak
memandikan mereka. Allah SWT ingin memperlihatkan bagaimana mereka dibangkitkan
pada hari kiamat lalu beliau bersabda: "Tiada seorang pun yang terluka di jalan
Allah SWT kecuali Allah SWT membangkitkannya di hari kiamat dalam keadaan di
mana Iukanya akan mengucur darah. Warna itu adalah warna darah dan baunya
seperti minyak misik."
Bukanlah
penderitaan yang dalam yang merupakan pelajaran yang harus dimengerti kaum
Muslim dari peperangan Uhud sebagai akibat dari pembangkangan mereka dari
perintah Rasul saw dan ketidaktaatan mereka kepadanya, tetapi wahyu juga
menurunkan berbagai pelajaran yang lain yang dapat dimanfaatkan. Pelajaran yang
terpenting setelah pelajaran kesetiaan adalah penjelasan tentang sentral utama
yang di situ kaum Muslim berkumpul. Peribadi Rasulullah saw bukanlah markas yang
di situ kaum Muslim berkumpul yang ketika peribadi Rasulullah saw yang mulia
pergi kerana satu dan lain hal, maka orang-orang Muslim akan pergi dan
meninggalkan beliau. Tidak seharusnya peribadi Rasul saw menjadi markas atau
sentral tetapi yang menjadi sentral dari semuanya adalah pemikiran beliau.
Itulah yang paling penting.
Demikianlah bahawa Al-Qur'an al-Karim mencela orang-orang
yang meletakkan senjatanya ketika tersebar isu terbunuhnya Nabi saw. Islam tidak
akan mencapai puncaknya ketika kaum Muslim berkumpul di sisi Rasulullah saw saat
beliau masih hidup namun ketika beliau terbunuh atau mati, maka mereka murtad di
mana mereka membuang senjatanya dan pergi mengurusi diri mereka sendiri.
Orang-orang Islam adalah orang- orang yang mengikuti prinsip bukan mengikuti
peribadi. Muhammad bin Abdillah memang seorang pemimpin manusia dan Imam para
rasul dan penutup para nabi, dan sebagai makhluk Allah SWT yang paling mulia,
namun ini semua tidak membenarkan bahawa seorang Muslim diperbolehkan untuk
meletakkan senjatanya ketika Rasul saw wafat atau terbunuh. Hendaklah seorang
Muslim memanggul senjatanya dan tidak membuang dari tangannya kecuali dalam dua
keadaan: pertama ketika ia telah memperoleh kemenangan dan kedua ketika ia telah
mati.
Nas
Al-Qur'an menjelaskan secara gamblang hubungan kaum Muslim dengan akidah Islam,
bukan dengan peribadi sang Rasul saw. Allah SWT berfirman:
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh
telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau
dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke
belakang, maha ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan
Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali 'Imran:
144)
Demikianlah bahawa peperangan Uhud telah membawa dampak
yang luar biasa terhadap kaum Muslim, utamanya terhadap Nabi saw. Orang-orang
yang terbunuh di perang Uhud adalah sahabat-sahabat yang paling mulia dan paling
banyak imannya. Mereka adalah pilihan dari orang-orang Muslim yang pertama;
mereka memikul beban dakwah di saat-saat yang sulit bahkan mereka harus
berhadapan dan memusuhi kerabat mereka dan teman-teman mereka; mereka menjadi
terasing saat menyatakan keislaman mereka sebelum hijrah dan sesudahnya; mereka
telah menginfakkan harta; mereka berjuang di jalan Allah SWT; mereka telah
bersabar dalam menanggung berbagai macam penderitaan, dan ketika datang saat
yang paling berbahaya dan pasukan Islam telah terkepung di mana jiwa Rasul saw
telah terancam, mereka justru mencurahkan darah mereka bagaikan lautan yang
menenggelamkan orang-orang kafir dan mereka mampu melindungi sang Rasul saw dan
mengubah jalan peperangan serta menyelamatkan akidah tauhid.
Peperangan Uhud bukanlah pengorbanan pertama yang dilakukan
oleh kaum Muslim dan bukanlah merupakan peperangan yang terakhir. Ia adalah satu
peperangan di antara cukup banyak peperangan yang dilalui oleh Islam untuk
menyebarkan kalimat Allah SWT di muka bumi dan membimbing hamba-hamba-Nya.
Begitu juga pengorbanan Rasul saw, dan peperangan Uhud bukanlah pengorbanan yang
pertama terhadap Islam dan bukan juga yang terakhir. Rasulullah saw telah hidup
setelah diutusnya kepada manusia di mana beliau telah memberikan semuanya untuk
kehidupan dan untuk dakwah; beliau tidak memiliki dirinya sendiri; beliau tidak
memboroskan waktunya dengan sia-sia bahkan beliau beristirahat sedikit saja.
Semua kehidupan beliau diberikan kepada dakwah dan untuk Islam. Beliau menjalani
berbagai macam peperangan dan beliau memikul berbagai macam penderitaan dan
belum lama beliau lari dari suatu masalah kecuali beliau berhadapan dengan
masalah yang baru dan lain; belum lama beliau menyelesaikan suatu krisis kecuali
beliau menghadapi krisis yang lain. Demikianlah kehidupan sang Nabi saw di mana
beliau selalu memberikan kontribusi dan sumbangannya demi kepentingan agama
Allah SWT.
Silakan
Anda mengamati kehidupan sang Rasul saw dari sudut manapun yang Anda inginkan
nescaya Anda tidak akan menemukan sudut dari sudut-sudut kehidupan beliau
kecuali dimulai dan dipenuhi dengan pergelutan yang hebat.
Rasulullah saw telah melalui pergelutan militer dalam
berbagai macam pertempuran yang silih berganti yang beliau lakukan. Beliau
memulai pergelutan politiknya yang terwujud dalam perundingan-perundingan dan
surat-surat yang beliau kirimkan kepada penguasa dan para raja di berbagai
negara agar mereka memeluk Islam, bahkan beliau melakukan pergelutannya dalam
masalah peribadi di rumah tangga. Rumah tangga beliau pun tidak kosong dari
pergelutan. Beliau adalah pejuang sejati dalam setiap waktu. Kalau kita mengenal
Nabi Ibrahim sebagai seorang musafir di jalan Allah SWT, maka Muhammad bin
Abdillah adalah seorang pejuang di jalan Allah SWT. Belum lama peperangan Uhud
berakhir sehingga pengaruh-pengaruh buruknya berbekas pada kaum Muslim.
Orang-orang Arab Badwi mulai berani bersikap kurang ajar kepada mereka, demikian
juga orang-orang Yahudi, apalagi orang-orang munafik dan tidak ketinggalan
orang-orang Quraisy pun mulai menyudutkan kaum Muslim.
Kemudian
datanglah utusan dari kabilah Arab kepada Rasul saw dan mereka mengatakan kepada
beliau bahawa mereka mendengar tentang Islam dan mereka ingin memeluknya, maka
hendaklah beliau mengutus kepada mereka beberapa dai dan mubaligh untuk
mengajari mereka tentang dasar-dasar agama. Nabi saw mengutus bersama mereka
sekelompok para dai yang dipimpin oleh 'Ashim bin Tsabit. Ternyata orang-orang
itu berkhianat atas para sahabat-sahabat yang berdakwah itu dan mereka pun
dibunuh. Bahkan tiga di antara mereka ditawan dan dijual di Mekah. Dijualnya
mereka di Mekah bererti mereka diserahkan pada kelompok orang-orang Quraisy yang
telah lama menunggu untuk menangkap kaum Muslim. Kaum Quraisy Mekah membunuh
tiga tawanan kaum Muslim itu. Orang-orang Muslim sangat sedih mendengar dai-dai
Allah SWT itu terbunuh dengan cara yang begitu tragis.
Ketika
datang kepada Nabi saw orang-orang yang minta pada beliau agar dikirim utusan
dari kalangan mubaligh untuk menyebarkan Islam untuk para kabilah kaum Najd,
maka Nabi kali ini betul-betul mempertimbangkan antara kepentingan menyebarkan
Islam dan perlindungan terhadap kehormatan manusia. Lalu beliau memilih untuk
kepentingan dakwah Islam. Beliau menyedari bahawa beliau mengutus para
sahabatnya dalam bahaya; beliau memberitahu mereka bahawa mereka akan menghadapi
suatu keadaan yang misteri yang tiada mengetahuinya kecuali Allah SWT. Namun
bahaya tersebut sudah menjadi bahagian dari cita rasa kehidupan yang selalu
meliputi dakwah Islam.
Ketika
Nabi saw mengutarakan kekhuatirannya terhadap para sahabatnya yang bakal
diutusnya di tengah kabilah itu, orang-orang yang meminta beliau untuk mengutus
para sahabatnya menyakinkan beliau bahawa mereka akan melindungi sahabat beliau.
Kemudian Nabi saw memerintahkan tujuh puluh orang pilihan dari sahabatnya untuk
pergi dan berjihad di jalan Allah SWT serta mengajak manusia untuk mengikuti
Islam. Lalu pergilah para sahabat yang kemudian dikenal dengan sebutan al-Qurra'
(yaitu orang-orang yang pandai membaca Al-Qur'an dan menghafalnya). Mereka
adalah para dai yang terbaik yang diutus Nabi di mana pada siang hari mereka
memikul kayu bakar dan pada malam hari mereka sibuk dalam keadaan solat. Ketika
datang perintah Rasulullah saw kepada mereka untuk pergi dan berdakwah mereka
pun pergi dalam keadaan gembira kerana mereka diajak untuk berjihad di jalan
Allah SWT. Mereka melangkahkan kaki dengan mantap di tanah orang-orang munafik
dan para pengkhianat sehingga mereka sampai di suatu sumur yang bernama sumur
Ma'unah. Kemudian mereka mengutus salah seorang di antara mereka untuk menemui
pemimpin orang-orang kafir di negeri itu. Mubaligh dari sahabat Rasulullah saw
itu menyampaikan surat Nabi yang dibawanya di mana beliau mengharapkan agar
masyarakat di situ masuk Islam, tetapi ia dikejutkan dengan adanya pisau yang
menembus punggungnya. Mubaligh itu berteriak saat ia tersungkur: "sungguh aku
beruntung demi Tuhan pemelihara Ka'bah."
Kemudian
pemimpin orang-orang kafir itu mengangkat senjata dan mengumpulkan para kabilah
untuk memerangi para mubaligh di jalan Allah SWT itu sehingga sahabat-sahabat
terbaik yang berdakwah di jalan Allah SWT itu pun gugur di sumur Ma'unah.
Jasad-jasad mereka menjadi makanan dari burung nasar dan burung-burung yang
lain. Dari tujuh puluh orang yang dikirim itu hanya seorang yang selamat yang
kembali kepada Nabi saw. Ia menceritakan apa yang dialami oleh fuqaha-fuqaha
Muslimin di mana mereka dikhianati. Ketika mendengar berita tentang tragedi itu,
Nabi sangat terpukul dan sedih. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan berkata
kepada sahabat-sahabatnya: "Sungguh sahabat-sahabat kalian telah terbunuh dan
mereka telah meminta kepada Tuhan mereka. Mereka mengatakan, Tuhan kami,
berikanlah kami ujian sesuai dengan kehendak-Mu dan ridha-Mu. Apa saja yang
menjadi kepuasan-Mu kami pun akan merasakan kepuasan."
Sungguh
penderitaan yang dialami oleh Islam sangat berat, terutama yang menimpa para
sahabat yang gugur sebagai syahid di sumur Ma'unah. Nabi saw sangat sedih
mendengar sikap orang-orang Arab dan orang- orang kafir terhadap Islam. Mereka
telah mengejek dan merendahkan kaum mukmin sampai pada batas ini. Kemudian
beliau menetapkan akan kembali mengangkat kewibawaan Islam dengan tindak
kekerasan.
Dalam
keadaan seperti ini, bergeraklah orang-orang Yahudi untuk membunuh Rasulullah
saw. Pada suatu hari beliau pergi ke Bani Nadhir untuk menyelesaikan suatu
urusan. Kemudian mula-mula mereka menampakkan persetujuan atas apa yang
diucapkan beliau. Mereka mendudukkan Nabi di bawah naungan benteng-benteng
mereka, lalu mereka bersekongkol untuk melenyapkan beliau; mereka menetapkan
untuk melemparkan batu yang berat dari atas benteng itu saat beliau duduk dan
tidak membayangkan akan terjadinya kejahatan yang direncanakan padanya. Namun
Allah SWT mengilhami Rasul-Nya akan datangnya bahaya kepada beliau, lalu beliau
bangun sebelum pelaksanaan tipu daya itu. Lalu beliau segera pergi menuju
rumahnya. Beliau berfikir saat beliau kembali ke rumahnya dengan membawa
penderitaan yang baru. Pembangkangan dan pengkhianatan tersebut tidak akan dapat
berhenti kecuali setelah Islam menunjukkan taringnya. Islam ingin mengembalikan
kewibawaannya dengan cara mengangkat senjata.
Rasul
saw mengutus utusan ke Bani Nadhir dan memerintahkan mereka untuk keluar dari
Madinah, bahkan Rasul saw memberi waktu kepada mereka hanya sepuluh hari.
Kemudian orang-orang munafik yang ada di Madinah bersatu bersama orang-orang
Yahudi dan mereka sepakat untuk memerangi Islam. Namun ketika berhadapan dengan
Islam, orang-orang Yahudi menelan kekalahan. Kemudian turunlah surah al-Hasyr
yang menyebutkan pengusiran orang-orang Yahudi dan menyingkap kedok orang-orang
munafik. Setelah kemenangan yang meyakinkan ini, Rasul saw keluar bersama
sahabatnya untuk membalas kejadian yang menimpa sahabat-sahabatnya yang dikenal
dengan al-Qurra' itu. Rasul saw ingin mengembalikan kewibawaan Islam. Kemudian
pasukan Rasul saw itu mampu membuat para pengkhianat dari orang-orang Arab
ketakutan. Hanya sekadar mendengar nama pasukan Muslim, maka serigala-serigala
gurun yang dulu bengis itu pun ketakutan laksana tikus-tikus yang panik yang
bersembunyi di bawah lubang-lubang gunung. Orang-orang Quraisy mendengar
kegiatan pasukan Islam. Pasukan Quraisy menarik diri saat mereka mendekati
Dahran, sementara pasukan Muslim berada di Badar. Mereka menunggu pertemuan yang
disepakati di Uhud. Orang-orang Muslim menyala-kan api selama delapan hari
sebagai bentuk tantangan dan menunggu kedatangan kaum kafir sehingga ketika
mereka (kaum kafir) telah pergi, maka citra kaum Muslim pun terangkat setelah
mereka menerima kepahitan dalam peperangan Uhud.
Kaum
Muslim menoleh ke arah utara jazirah Arab setelah menetapkan kewibawaan mereka
di selatan. Kabilah di sekitar Daumatul Jandal dekat dengan Syam merampok di
tengah jalan dan merampas kafilah yang berlalu di situ, bahkan kenekatan mereka
sampai pada batas di mana mereka berfikir untuk menyerbu Madinah. Oleh kerana
itu, Rasulullah saw keluar bersama seribu orang Muslim yang mereka bersembunyi
di waktu siang dan berjalan di waktu malam, sehingga setelah lima belas malam
beliau sampai ke tempat yang dekat dengan tempat tinggal musuh-musuh mereka lalu
mereka menggerebek tempat itu. Pasukan kafir itu dikejutkan dengan kedatangan
kaum Muslim yang begitu cepat.
Kita
akan mengetahui bahawa alat komunikasi yang dimiliki oleh Rasulullah saw sangat
unggul sebagaimana alat pertahanan beliau pun sangat unggul. Serangan mendadak
yang dilakukan oleh pasukan Rasulullah saw menunjukkan bahawa mereka memiliki
pertahanan yang luar biasa. Sistem pertahanan yang luar biasa sebagaimana
kedatangan pasukan yang secara tiba-tiba itu menunjukkan kemampuan pasukan Islam
untuk menyusup.
Demikianlah, terjadilah hari-hari pertempuran militer.
Belum lama Nabi saw meletakkan baju besinya, dan beliau kembali membangun
peribadi kaum Muslim sehingga beliau terpaksa kembali memakai baju besinya dan
kembali berperang. Ketika musuh-musuh Islam yang berada di sekelilingnya melihat
bahawa kemampuan militer mereka tidak dapat menandingi kemampuan kaum Muslim,
maka mereka sengaja melakukan cara-cara baru untuk memerangi Islam. Yaitu
peperangan psikologi atau peperangan urat saraf dengan cara menyebarkan berbagai
macam isu atau apa yang dinamakan Al-Qur'an al-Karim dengan peristiwa al-Ifik
(kebohongan). Setelah peperangan Bani Musthaliq yaitu peperangan yang membawa
kemenangan yang cepat bagi kaum Muslim, terjadilah kesalahfahaman dan
pertengkaran di antara sahabat-sahabat yang biasa mengambil air di mana salah
seorang mereka berteriak: "wahai kaum Muhajirin," dan yang lain berteriak:
"Wahai kaum Anshar."
Peristiwa yang sangat sepele itu dimanfaatkan oleh pemimpin
kaum munafik yaitu Abdullah bin Ubai. Abdullah bin Ubai memprovokasi orang-
orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ia ingin membangkitkan luka-luka
jahiliah yang lama yang telah dibuang dan telah dikubur oleh Islam, Salah satu
yang dikatakan oleh Ibnu Ubai adalah, "sungguh mereka telah menyaingi kita dan
mengambil kebaikan dari dan seandainya kita telah kembali ke Madinah nescaya
orang-orang yang mulai akan dapat mengusir orang-orang yang hina di dalamnya."
Zaid bin
Arqam menyampaikan kalimat si munafik itu kepada Nabi saw, di mana kalimat itu
berisi provokasi terhadap orang-orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin.
Ubai menginginkan agar mereka berpecah belah dan agar kesatuan mereka runtuh. Si
Munafik itu segera datang kepada Rasul saw dan menafikan apa yang dikatakannya.
Orang-orang Muslim secara lahiriah membenarkan perkataan si munafik itu dan
mereka justru menuduh Zaid bin Arqam salah mendengar. Tetapi hakikat peristiwa
itu tidak tersembunyi dari Nabi saw sehingga peristiwa itu sangat menyedihkan
beliau. Lalu beliau mengeluarkan perintah agar para sahabat pergi ke suatu
tempat yang tidak biasanya mereka lalui. Kemudian beliau pergi bersama sahabat
di hari itu sampai waktu malam menyelimuti mereka. Dan kini, mereka memasuki
waktu pagi. Kepergian yang singkat dan tiba-tiba itu mampu menepis kebohongan
yang dirancang oleh si Munafik, Abdullah bin Ubai. Yaitu kebohongan yang
bertujuan untuk membakar persatuan kaum Muslim ketika ia berusaha untuk
menyalakan api di tengah-tengah rumah sang Nabi saw.
Ketika
Nabi masih memiliki kekuatan yang menakutkan bagi yang mencuba melawannya, maka
mereka pun melakukan berbagai penipuan dan, makar. Dan salah satu yang menjadi
objek tipu daya itu adalah isteri beliau, yaitu Aisyah. Alkisah, Aisyah pada
suatu hari pergi untuk memenuhi hajatnya lalu dilehernya terdapat anting-anting.
Setelah ia memenuhi hajatnya, anting-anting itu terjatuh dari lehernya dan ia
tidak mengetahui. Ketika Aisyah kembali dari kafilah yang telah siap-siap untuk
pergi, ia kembali mencari kalungnya sampai ia menemukannya. Sementara itu
orang-orang yang membawanya dalam tandu (haudaj) mengira Aisyah sudah berada di
dalamnya. Mereka tidak ragu dalam hal itu kerana memang berat badan Aisyah
sangat ringan.
Pasukan
Nabi berjalan dan membawa tandu, sedangkan Aisyah tidak ada di dalamnya. Aisyah
kembali dan tidak mendapati pasukan di mana mereka telah pergi. Aisyah merasa
hairan atas kepergian pasukan yang begitu cepat. Aisyah merasa takut saat ia
berdiri sendirian di padang gurun. Aisyah berusaha bersikap baik, ia duduk di
tempatnya di mana di situlah untanya duduk juga. Aisyah melipat-lipat pakaiannya
sambil berkata dalam dirinya: Mereka akan mengetahui bahawa aku tidak ada dan
kerana itu mereka akan kembali mencariku dan akan menemukan aku.
Sementara itu, Sofwan bin Mu'athal juga tertinggal kerana
ia melakukan keperluannya. Ia berjalan dari arah yang jauh lalu ia melihat
bayangan orang yang tidak begitu jelas. Sofwan mendekat dan tiba-tiba ia
mengetahui bahawa ia sedang berdiri di hadapan Aisyah. Ia melihat Aisyah sebelum
diwajibkannya perintah memakai hijab (jilbab) atas isteri-isteri Nabi. Ketika
melihatnya, Sofwan berkata: "Sesungguhnya kita milik Allah SWT dan kepadanya
kita akan kembali,... isteri Rasulullah Aisyah tidak menjawab.
Sofwan
mundur dan mendekatkan untanya kepadanya sambil berkata: "Silakan Anda
menaikinya." Aisyah pun menaikinya. Kemudian Sofwan membawanya pergi dan mencari
pasukan yang telah meninggalkannya. Sementara itu, pasukan Nabi sedang
beristirahat. Para sahabat mengira bahawa Aisyah masih berada dalam tandu.
Tiba-tiba mereka terkejut ketika Aisyah datang kepada mereka bersama Sofwan yang
menuntun untanya.
Tokoh
munafik Abdullah bin Ubai segera memanfaatkan kesempatan emas ini. Ia membuat
kisah bohong yang terkesan menuduh isteri Nabi melakukan pengkhianatan. Abdullah
bin Ubai pandai memilih beberapa sahabat yang dikenalinya sebagai orang-orang
yang mudah percaya dan cenderung membenarkan hal-hal yang bersifat lahiriah,
atau ia mengetahui bahawa di antara mereka dan Aisyah terdapat kedengkian
sehingga mereka suka jika tersebar kebohongan yang berkenaan dengan Aisyah.
Demikianlah pemimpin munafik itu berhasil menjerat beberapa
sahabat dalam tali kebohongannya, di antaranya Hasan bin Sabit. Musthah, dan
seorang wanita yang dipanggil Hamnah binti Jahasv. yaitu saudara perempuan
Zainab binti Jahasy isteri Rasulullah saw. Ketiga orang itu tertipu dengan
kebohongan tersebut lalu mereka menyebarkannya sehingga orang-orang yang
terjerat dalam kebohongan itu mengatakan apa saja yang mereka inginkan.
Akhirnya. pasukan pun bergoncang dengan isu itu. Sementara itu, Aisyah tidak
mengetahui sedikit pun tentang hal tersebut. Isu tersebut bertujuan untuk
menjatuhkan Islam dan melukai perasaan Rasullullah saw dan itu termasuk
peperangan menentang Rasulullah saw dan ajaran yang dibawanya. Begitu juga ia
bertujuan menunjukkan bahawa kaum Muslim tidak konsekuen dengan akidah yang
mereka yakini dan secara tidak langsung ia juga menyerang kesucian rumah tangga
Aisyah.
Pasukan
kembali ke Mekah dan Aisyah jatuh sakit, namun ia tidak mengetahui isu-isu yang
dikatakan tentang dirinya. Kemudian Rasulullah saw mendengar hal itu sebagaimana
ayahnya Abu Bakar dan ibunya pun mendengarnya, namun tak seorang pun di antara.
mereka yang memberitahu Aisyah. Begitu juga Rasul saw tidak menceritakan
peristiwa itu di hadapan Aisyah. Namun sikap beliau berubah di mana beliau tidak
lagi menunjukkan perhatiannya seperti biasanya saat Aisyah sakit. Ketika beliau
menemui Aisyah dan saat itu ibunya ada di situ, beliau berkata: "Bagaimana
keadaanmu?" Beliau tidak lebih dari mengucapkan kata-kata itu. Ketika Aisyah
melihat perubahan sikap Rasul saw, ia mulai marah. Pada suatu hari ia berkata
pada Nabi: "Seandainya engkau mengizinkan aku, nescaya aku akan pindah ke tempat
ibuku." Beliau menjawab: "Itu tidak ada masalah."
Aisyah
pun pindah ke tempat ibunya dan ia tidak mengetahui sama sekali apa yang
sebenarnya terjadi padanya. Setelah melalui lebih dari dua puluh malam, Aisyah
sembuh dari sakitnya dan ia pun belum mengetahui hal-hal yang dikatakan tentang
dirinya. Umul mu'minin Aisyah menceritakan bagaimana ia mengetahui isu bohong
tersebut dan bagaimana Allah SWT membebaskannya dari isu itu, ia berkata:
"Kami
adalah kaum Arab di mana kami tidak mengambil di rumah kami tanggung jawab ini
yang biasa di ambil oleh orang-orang Ajam. Kami membencinya. Kami keluar untuk
menikmati keluasan kota. Sementara itu para wanita keluar pada setiap malam
untuk memenuhi hajat mereka. Pada suatu malam, aku keluar bersama Ummu Musthah
untuk memenuhi sebahagian keperluanku. Lalu ia berkata: "Tidakkah kau sudah
mendengar suatu berita wahai puteri Abu Bakar?" Aku bertanya, "berita apa itu?"
Lalu ia memberitahukan padaku apa-apa yang dikatakan oleh para penyebar
kebohongan. Aku berkata: "Apa ini memang benar?" Ia menjawab: "Demi Allah, ini
benar-benar terjadi." Aisyah berkata: "Demi Allah, aku tidak mampu memenuhi
hajatku." lalu aku pulang. Demi Allah, aku tetap menangis sampai-sampai aku
mengira bahawa tangisanku akan merosak jantungku dan aku berkata kepada ibuku,
mudah-mudahan Allah SWT mengampunimu, banyak orang berbicara tentangku namun
engkau tidak menceritakan sedikit pun kepadaku. Ia berkata: "Wahai anakku,
sabarlah demi Allah jarang sekali wanita yang baik yang dicintai oleh seorang
lelaki yang jika ia memiliki isteri-isteri yang lain (madunya) kecuali wanita
itu akan diterpa oleh berbagai isu."
Aisyah
berkata: "Rasulullah saw berdiri dan menyampaikan pembicaraannya pada mereka dan
aku tidak mengetahui hal itu." Beliau memuji Allah SWT kemudian berkata: "Wahai
manusia, bagaimana keadaan kaum lelaki yang menyakiti aku melalui keluar gaku
dan mereka mengatakan sesuatu yang tidak benar. Demi Allah, aku tidak mengenal
mereka kecuali dalam kebaikan. Lalu mereka mengatakan hal itu pada seorang
lelaki yang aku tidak mengenalnya kecuali dalam kebaikan di mana ia tidak
memasuki suatu rumah dari rumah-rumahku kecuali ia bersamaku."
Kemudian
Rasulullah saw memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid dan
bermusyawarah dengan keduanya. Usamah hanya melontarkan pujian dan berkata: "Ya
Rasulullah aku tidak mengenal isterimu kecuali dalam kebaikan dan berita ini
hanya kebohongan dan kebatilan," sedangkan Ali berkata: 'Ya Rasulullah masih
banyak wanita yang lain yang dapat kau percaya." Kemudian Rasulullah saw
memanggil Burairah dan bertanya kepadanya, lalu Ali berdiri kepadanya dan
memukulnya dengan keras sambil berkata: "Jujurlah kepada Rasulullah saw," lalu
wanita itu berkata: "Demi Allah, aku tidak mengetahui kecuali kebaikan. Aku
tidak pernah mencela Aisyah kecuali pada suatu waktu aku sedang membikin adunan
roti lalu aku memerintahkannya untuk menjaganya namun Aisyah tertidur dan
datanglah kambing lalu adunan itu dimakan olehnya."
Aisyah
berkata: "Kemudian datanglah kepadaku Rasulullah saw dan saat tu aku bersama
kedua orang tuaku dan seorang wanita dari kaum Anshar. Aku menangis dan wanita
itu pun turut menangis. Rasulullah saw duduk lalu memuji Allah SWT dan berkata:
"Wahai Aisyah, sungguh kamu telah mendengar sendiri apa yang dikatakan
orang-orang tentang dirimu, maka bertakwalah kepada Allah SWT dan jika engkau
telah melakukan keburukan seperti yang diucapkan orang-orang itu, maka
bertaubatlah kepada Allah SWT kerana sesungguhnya Allah SWT menerima taubat dari
hamba-hamba-Nya." Aisyah berkata, "demi Allah, itu tidak lain hanya kebohongan
yang dialamatkan kepadaku sehingga membuat air mataku kering. Aku sama sekali
tidak seperti yang mereka katakan," lalu aku menunggu kedua orang tuaku untuk
mengatakan tentang diriku namun mereka justru terdiam. Aisyah berkata, "demi
Allah aku merasa sebagai seorang yang hina yang tidak layak diturunkan Al-Qur'an
dari Allah SWT berkenaan denganku, tetapi aku hanya berharap agar Nabi saw
melihat kebohongan yang dialamatkan kepadaku itu sehingga ia memastikan
terbebasnya aku darinya."
Aisyah
berkata: "Ketika aku tidak melihat kedua orang tuaku berbicara aku berkata
kepada mereka tidakkah kalian menjawab apa yang dikatakan Rasulullah saw?"
Mereka berkata: "Demi Allah kami tidak mengetahui apa yang harus kami jawab."
Aku mengetahui bahawa aku bebas dari tuduhan itu. Tiba-tiba Rasulullah saw
mengusap keringat dari wajahnya sambil berkata: "Bergembiralah wahai Aisyah
kerana sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan ayat yang membebaskan kamu dari
tuduhan itu," lalu aku berkata: "Segala puji bagi Allah SWT." Kemudian beliau
keluar menemui para sahabat dan membacakan kepada mereka ayat berikut ini:
"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu
adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahawa berita bohong itu
buruk bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang
dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar
dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang besar. " (QS. an-Nur:
11)
Jibril
turun kepada Nabi saw untuk menyampaikan terbebasnya Aisyah dari segala tuduhan
yang ditujukan kepadanya. Dan gagallah peperangan psikologi menentang kaum
Muslim dan rumah tangga Rasulullah saw, dan kelompok-kelompok kafir meyakini
bahawa mereka harus menggunakan cara baru lagi untuk menentang Islam. Kemudian
Rasulullah saw kembali memasuki pergelutan menentang peperangan fizik.
Peperangan Khandaq termasuk contoh peperangan fizik yang dilakukan oleh
Rasulullah saw. Orang-orang Yahudi menyerahkan urusan mereka kepada kaum
musyrik, dan Dimulailah rangkaian persekongkolan dan sumpah di antara tokoh-
tokoh Yahudi dan pemimpin-pemimpin kaum musyrik, bahkan pendeta- pendeta Yahudi
berfatwa bahawa agama Quraisy yang disimbolkan dengan penyembahan berhala lebih
baik daripada agama Muhammad yang penyembahan hanya layak ditujukan kepada Tuhan
Yang Esa
sebagaimana tradisi jahiliah lebih
baik daripada ajaran Al-Qur'an.
Politik
kaum Yahudi berhasil menyatukan kelompok-kelompok orang kafir dan mengerahkannya
untuk menentang kaum Muslim. Kemudian mereka akan menyerang Madinah dengan
jumlah kekuatan sepuluh ribu tentera. Akhirnya, berita itu sampai ke Nabi saw.
Beliau tidak hairan ketika mendengar orang-orang Yahudi bersatu - padahal mereka
mempunyai asas agama yang menyeru kepada tauhid - bersama kaum musyrik menentang
agama tauhid. Nabi saw mengetahui bahawa perjanjian telah lama membelenggu
orang-orang Yahudi sehingga hati mereka menjadi keras dan hari telah menjauhkan
antara mereka dan sumber yang jernih yang dipancarkan oleh Musa. Akhirnya,
mereka menjadi buah yang rosak yang kulitnya bergambar tauhid namun isinya
bergambar kepahitan syirik. Dan yang lebih penting dari itu adalah kesamaan
kepentingan kaum Yahudi dan kaum musyrik.
Nabi saw
menyedari bahawa beliau sekarang menghadapi ancaman dan pasukan yang besar.
Pertempuran secara terbuka tidak memberi keuntungan bagi Muslimin. Beliau mulai
berfikir bagaimana cara mempertahankan Madinah tanpa harus keluar darinya. Kali
ini taktik militernya berubah di mana sebelum itu beliau keluar dari Madinah dan
menjauhinya serta menyerang kelompok-kelompok yang berencana menyerbu Madinah.
Kali ini bentuk ancaman berbeza dan tentu fikiran Nabi pun berubah kerana
mengikuti perbezaan ancaman itu.
Kemudian
beliau mengadakan pertemuan militer bersama para tenteranya. Beliau ingin
mendengar berbagai usulan tentang bagaimana cara mempertahankan Madinah. Lalu
Salman al-Farisi mengusulkan agar Nabi menggali suatu parit yang dalam di
sekeliling Madinah yaitu parit yang seperti bendungan alami yang dapat menahan
laju banjir yang ingin maju, suatu parit yang pasukan berkuda tidak akan mampu
melewatinya dan kaum Muslim dapat mempertahankan diri dari belakangnya. Mula-
mula usulan itu terkesan agak mustahil diwujudkan namun pada akhirnya Nabi
menyetujui usulan Salman itu. Melalui sensifitas militernya yang mengagumkan,
beliau mengetahui bahawa situasi cukup genting dan kerananya ia menuntut usaha
keras untuk dapat melaluinya. Nabi saw memerintahkan para sahabat untuk menggali
parit di sekitar Madinah. Pekerjaan itu sangat berat dan saat itu musim dingin
di mana udara sangat dingin. Di samping itu, kaum Muslim sedang mengalami krisis
ekonomi yang mengancam Madinah, meskipun demikian, penggalian parti tetap
dilaksanakan, bahkan Rasulullah saw terjun langsung untuk membuat galian dan
memikul tanah.
Kaum
Muslim dengan semangat yang luar biasa dapat menyelesaikan penggalian parit itu
meskipun kehidupan sangat keras dan mereka merasakan kelaparan kerana kekurangan
harta. Namun semangat pasukan Islam tetap meninggi. Mereka percaya akan
datangnya kemenangan dan pertolongan dari Allah SWT.
Allah
SWT berfirman:
"Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan
yang bersekutu itu, mereka berkata: 'lnilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya
kepada kita.' Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah
menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan." (QS. al-Ahzab: 22)
Pasukan
Quraisy mulai mendekati Madinah dan tiba-tiba Madinah berubah menjadi jazirah
cinta di tengah-tengah lautan kebencian, lautan itu mulai menghentam jazirah dan
berusaha menenggelamkannya dari dalam. Kemudian berteburanlah panah-panah kaum
Muslim untuk menghalau pasukan kafir yang cukup banyak. Pasukan kafir mulai
berputar-putar di sekeliling parit dalam keadaan bingung: apa gerangan yang
telah dilakukan pasukan Islam, bagaimana mereka dapat menggali parit ini?
Kuda-kuda musuh berusaha melalui parit itu namun pasukan
Muslim segera menyerangnya. Demikianlah peperangan Ahzab terus berlangsung. Pada
hakikatnya ia adalah peperangan urat saraf. Pasukan musuh mengepung Madinah
selama tiga minggu di mana serangan demi serangan terus dilakukan sepanjang
siang dan mata mereka tetap terjaga sepanjang malam. Bahkan saking dahsyatnya
pertempuran itu sehingga kaum Muslim tidak mengetahui apakah pasukan musuh
berhasil menduduki Madinah atau tidak, dan apakah para musuh berhasil menembus
lubang yang mereka bangun? Allah SWT menggambarkan keadaan peperangan Ahzab
dalam firman-Nya:
"(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari
bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak
sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam
persangkaan. Di situlah diuji orang- orang mukmin dan digoncangkan hatinya
dengan goncangan yang dahsyat." (QS. al-Ahzab: 10-11)
Keadaan
semakin buruk di mana orang-orang Yahudi membatalkan perjanjian mereka dengan
kaum Muslim dan mereka bergabung dengan al-Ahzab. Demikianlah Bani Quraizhah
membatalkan perjanjiannya dan mereka lupa terhadap pengkhianatan bani Nadhir dan
pembalasan Nabi saw terhadap mereka. Setiap hari keadaan semakin buruk.
Kaum
Muslim benar-benar mengalami ujian yang berat di mana fikiran mereka benar-benar
kacau. Ketika keadaan mencapai puncaknya kaum Muslim bertanya kepada Rasul saw,
"apa yang harus mereka katakan?" Rasulullah saw memberitahu agar mereka
mengatakan: "Ya Allah, kalahkanlah mereka dan tolonglah kami untuk mengatasi
mereka."
Doa
tersebut keluar dari mulut-mulut kaum yang telah melaksanakan kewajipan mereka
dan telah membuat mukjizat mereka dalam menghalau serangan. Jadi, mereka tidak
memiliki apa-apa selain doa dan Allah SWT lah Yang Maha Mendengar permintaan
hamba-Nya dan Dia yang mengabulkannya. Dia mengetahui orang yang melaksanakan
kewajipannya dan akan mengabulkan orang yang berdoa.
Akhirnya, kaum Muslim benar-benar mendapatkan rahmat Allah
SWT. Kemudian perjalanan pertempuran bergerak dengan cara yang tidak bisa
difahami. Para penyerang menyedari bahawa mereka sebenarnya telah kalah di mana
mereka telah menyerang selama tiga pekan namun serangan tersebut tidak
memberikan hasil apa pun. Mereka telah mencurahkan berbagai upaya namun tanpa
memberikan hasil yang diharapkan dan boleh jadi mereka akan tetap begini selama
tiga tahun.
Kemudian
datanglah suatu malam di mana kaum Muslim belum pernah melihat malam segelap itu
dan angin sekencang itu, bahkan saking kerasnya angin sampai-sampai suaranya
laksana halilintar. Bahkan saking gelapnya malam itu sehingga tak seorang pun di
antara umat Islam yang mampu melihat jari-jari tangannya atau berdiri dari
tempatnya kerana saking dinginnya cuaca. Kemudian Nabi saw datang menemui
Hudaifah bin Yaman. Beliau tidak mampu melihatnya meskipun beliau berdiri di
sebelahnya. Nabi saw bertanya: "Siapa ini?" Hudaifah menjawab: "Aku adalah
Hudaifah." Nabi saw berkata: "Oh, kamu Hudaifah." Hudaifah tetap tinggal di
tempatnya kerana ia khawatir jika ia berdiri ia akan tidak mampu kerana saking
dinginnya dan akan menabrak Rasul saw. Rasul saw berkata kepada Hudaifah, "Aku
kehilangan berita penting tentang keadaan kaum yang menyerang kita."
Hudaifah
sebagai mata-mata dari pasukan Islam merasakan ketakutan di mana ia tidak mampu
menahan cuaca yang begitu dingin, lalu bagaimana ia dapat berdiri dan keluar
dari Madinah menuju ke tempat pasukan musuh dan menyusup di tengah barisan
mereka lalu kembali kepada Nabi saw dengan membawa berita tentang mereka.
Hudaifah bangkit dari tempatnya ketika Nabi saw selesai dari pembicaraannya.
Nabi saw memberikan doa kebaikan kepadanya. Hudaifah pun pergi dan kehangatan
keimanannya mengalahkan kegelapan malam dan kedinginan cuaca. Ia keluar dari
Madinah dan menyusup di tengah-tengah pasukan musuh. Nabi saw memerintahkannya
untuk tidak melakukan tindakan apa pun selain mendapatkan berita dan kembali.
Inilah tugas utamanya. Hudaifah sampai di tengah-tengah musuh. Mereka berusaha
menyalakan api namun angin segera mematikannya sebelum menyala dan di dekat api
itu terdapat seorang lelaki yang berdiri sambil menghulurkan tangannya ke arah
api dengan maksud untuk menghangatkannya. Lelaki itu adalah pemimpin kaum
musyrik yaitu Abu Sofyan.
Melihat
itu, Hudaifah segera memasang anak panah pada busur yang dibawanya dan ia ingin
memanahnya. Seandainya ia berhasil membunuhnya, maka kaum Muslim dapat merasa
tenang dengannya, namun ia ingat pesan Rasulullah saw kepadanya agar ia tidak
melakukan tindakan apa pun. Kemudian ia kembali meletakkan anak panahnya dan
menyembunyikannya.
Abu
Sofyan berkata: "Wahai orang-orang Quraisy situasi saat ini tidak menguntungkan
bagi kalian, maka pergilah kalian kerana aku pun akan pergi." Abu Sofyan
melompat ke atas untanya lalu mendudukinya dan memukulnya sehingga unta itu
bangkit.
Hudaifah
kembali menemui Rasulullah saw dengan membawa berita mundurnya pasukan Ahzab dan
gagalnya serangan mereka. Ketika mendengar peristiwa penarikan mundur pasukan
musuh, Rasulullah saw berkata: "Sekarang kita akan menyerang mereka dan mereka
tidak akan menyerang kita." Belum lama pasukan Ahzab kembali ke negerinya dengan
tangan hampa sehingga beliau keluar dari Madinah bersama pasukannya menuju ke
kaum Yahudi Bani Quraizhah. Orang-orang Yahudi itu telah mengkhianati perjanjian
mereka bersama Nabi saw. Mereka menipu Islam di saat-saat genting. Oleh kerana
itu, mereka harus membayar biaya pengkhianatan mereka sekarang.
Nabi saw
memerintahkan agar para sahabat tidak melaksanakan solat Ashar kecuali di Bani
Quraizhah. Kaum Muslim memahami bahawa perintah tersebut bererti mereka akan
menerobos benteng kaum Yahudi sebelum matahari tenggelam.
Orang-orang Yahudi menelan kekalahan pahit lalu mereka
datang kepada Sa'ad bin Mu'ad agar ia memutuskan perkara mereka. Sa'ad adalah
pemimpin kaum Aus dan kaum Aus adalah sekutu orang-orang Yahudi Quraizhah di
masa jahiliah. Kaum Yahudi mengharap bahawa mereka dapat memanfaatkan hubungan
yang terjalin selama ini sebagaimana kaum Aus membayangkan bahawa tokoh mereka
akan memberikan keringanan terhadap sekutu-sekutu mereka. Sa'ad ketika itu
terluka dan ia sedang dirawat di khemahnya kerana terkena panah kauni Ahzab.
Sebahagian kaumnya membujuknya agar ia bersikap baik terhadap orang- orang
Yahudi, sekutu-sekutu mereka, dan orang-orang
Yahudi
membujuknya agar ia bersikap lembut terhadap mereka. Kemudian Sa'ad mengatakan
penyataannya yang terkenal: "Telah tiba waktunya bagi Sa'ad untuk memutuskan
hukum sesuai dengan kehendak Allah tanpa peduli dengan celaan para pencela."
Sa'ad memutuskan agar kaum lelaki dibunuh dan keturunannya ditawan serta
harta-harta mereka dibagi-bagikan. Nabi pun menyetujui keputusan tegas Sa'ad
itu. Beliau berkata kepadanya: "Sungguh engkau telah memutuskan kepada mereka
dengan keputusan Allah SWT dari tujuh langit."
Sa'ad
mengetahui bahawa perantaraan, permohonan, harapan, dan menjaga berbagai
pertimbangan lazim selayaknya berada di suatu genggaman, dan masa depan Islam
berada di genggaman yang lain. Yahudi Bani Quraizhah adalah penyebab
berkecamuknya peperangan Ahzab dan sumpah mereka dan berbagai tipu daya mereka
berusaha untuk memblokade Islam dan menghancurkannya. Oleh kerana itu, kini
telah tiba saatnya untuk mencabut pohon-pohon beracun dari akarnya tanpa
memperdulikan kasih sayang.
Demikianlah kaum Yahudi dibersihkan dari Madinah. Nabi saw
kembali melanjutkan pergelutannya. Puncak dari perjuangan politiknya adalah
perjanjian yang beliau lakukan bersama orang-orang Quraisy. Nabi saw berjalan
untuk melaksanakan umrah dan mengunjungi Baitul Haram. Beliau keluar bersama
seribu empat ratus kaum lelaki yang bertujuan untuk berziarah ke Baitul Haram
guna melaksanakan umrah. Ketika mereka sampai di Hudaibiyah pinggiran kota
Mekah, tiba-tiba unta yang ditunggangi Nabi duduk dan ia tidak mahu melangkah
menuju Mekah. Melihat itu para sahabat berkata: "Oh unta itu malas." Nabi saw
berkata: "Tidak Demikian namun ia ditahan oleh Zat yang menahan laju gajah
menuju Mekah. Sungguh jika hari ini orang Quraisy membuat suatu rencana dan
mereka meminta agar aku menyambung tali silaturahmi nescaya aku akan
menyetujuinya."
Nabi saw
memerintahkan para sahabat agar tetap tinggal di Hudaibiyah. Kaum Muslim
beristirahat di sana dengan harapan mereka dapat memasuki Mekah di waktu pagi.
Peristiwa itu bertepatan dengan bulan Haram. Mekah telah menetapkan agar tak
seorang pun dari kaum Muslim dapat memasukinya. Semua kaum Quraisy telah keluar
untuk memerangi kaum Muslim. Mereka mengutus utusan-utusan kepada Nabi saw lalu
beliau memberitahu mereka bahawa beliau tidak datang untuk berperang namun
beliau ingin melakukan umrah sebagai bentuk pujian dan syukur kepada Allah SWT
dan mengagumkan kemuliaan rumah-Nya yang suci. Mekah menetapkan untuk melakukan
perjanjian bersama kaum Muslim di mana mereka menginginkan agar jangan sampai
kaum Muslim memasuki Baitul Haram pada tahun ini kecuali setelah mereka kembali
pada tahun depan.
Datanglah juru runding kaum Quraisy lalu Rasul saw
menyambutnya dan mendengarkan ia menyampaikan syarat-syarat perjanjian yang
intinya pelaksanaan perdamaian dan penarikan mundur pasukan Muslim. Nabi saw
menyetujui semua syarat-syarat perjanjian meskipun tampak bahawa perjanjian
tersebut tidak menguntungkan kaum Muslim di mana itu dianggap sebagai titik
kemunduran politik dan militer kaum Muslim, dan yang menambah kebingungan kaum
Muslim adalah bahawa Rasul saw tidak melibatkan seseorang pun dari kalangan
sahabatnya untuk bermusyawarah dalam hal ini. Tidak biasanya beliau bersikap
demikian. Para sahabat menyaksikan beliau pergi menemui kaum musyrik dan
bersikap sangat lembut kepada mereka, dan beliau tidak kembali kecuali membawa
berita persetujuan dengan perjanjian yang ditandatangani orang-orang musyrik,
dan beliau pun membubuhkan tanda tangan di atasnya.
Para
sahabat bergerak untuk menentang Rasulullah saw. Mereka bertanya kepada beliau,
"bukankah engkau utusan Allah SWT? Bukankah kita kaum Muslim? Bukankah
musuh-musuh kita kaum musyrik?" Nabi saw hanya mengiyakan pertanyaan-pertanyaan
tersebut. Umar bin Khatab kembali bertanya: "Mengapa kita harus menerima
penghinaan dalam agama kita?" Umar ingin mengungkapkan sesuai dengan bahasa kita
saat ini, "mengapa kita harus mundur kalau kita berada di atas kebenaran?
Mengapa kita menerima syarat-syarat perjanjian yang justru menguntungkan kaum
musyrik? Apakah kita takut terhadap mereka?"
Mendengar berbagai protes yang disampaikan para sahabatnya,
Rasul saw justru menyampaikan jawapan yang unik bagi mereka di mana beliau
berkata: "Aku adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya dan aku tidak mungkin
menentang perintah-Nya dan Dia tidak mungkin akan menyia- nyiakan aku." Makna
dari kalimat beliau adalah, "taatilah apa yang telah aku lakukan tanpa perlu
memperdebatkannya dan hendaklah kalian sedikit bersabar."
Perjalanan hari menetapkan bahawa perjanjian yang
menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah sahabat itu justru membawa
kemenangan politik paling gemilang yang pernah dicapai oleh umat Islam.
Kemenangan tersebut diperoleh sebagai hasil dari kebijaksanaan sang Nabi saw
yang mengalahkan kelihaian politik kaum Quraisy. Kaum Quraisy telah memfokuskan
semua kelihaian-nya agar kaum Muslim kembali ke tempat mereka tanpa memasuki
Masjidil Haram pada tahun ini, namun hikmah Nabi saw justru mampu mencapai
pengelihatan yang tidak dapat dijangkau oleh kaum itu yang berkenaan dengan masa
depan. Jika saat ini perjanjian tersebut tampak membawa kekalahan bagi kaum
Muslim, maka setelah berlangsung beberapa bulan ia justru mendatangkan
kemenangan yang spektakuler.
Suhail
bin Amr adalah wakil dari delegasi kaum Quraisy dan Ali bin Abi Thalib adalah
juru tulis dalam perjanjian itu dari pihak Nabi saw. Rasulullah saw berkata
kepada Ali: "Tulislah dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."
Utusan Quraisy berkata, aku tidak mengenal ini. Tapi tulislah dengan nama-Mu, ya
Allah. Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Dengan nama-Mu, ya Allah." Sikap
keras kepala utusan Quraisy itu tidak bererti sama sekali kerana tidak ada
perbezaan yang mencolok antara dengan namamu Allah dan dengan nama Allah Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang selain niat si pembicara.
Nabi saw
berkata kepada Ali: "Ini adalah perundingan antara Muhammad saw utusan Allah dan
Suhail bin Amr." Mendengar itu dengan nada menentang Suhail bin Amr berkata:
"Seandainya aku bersaksi bahawa engkau adalah utusan Allah nescaya aku tidak
akan memerangimu, tetapi tulislah namamu dan nama ayahmu." Nabi berkata kepada
Ali tulislah: "Inilah kesepakatan antara Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin
Amr."
Tampaknya itu adalah kemunduran yang kedua dan dengan
pandangan yang sekilas tampak menjatuhkan kaum Muslim tetapi Nabi saw ingin
mewujudkan suatu tujuan yang penting yaitu tujuan yang belum terungkap saat itu.
Alhasil, semuanya terjadi dengan ilham dari Allah SWT. Ali kembali menulis
bahawa Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr sama-sama sepakat untuk
menghentikan peperangan selama sepuluh tahun di mana hendaklah masing-masing
mereka memberikan keamanan terhadap sesama mereka. Namun jika terdapat di antara
orang-orang Quraisy seseorang yang masuk Islam lalu ia datang kepada Muhammad
saw tanpa izin walinya hendaklah kaum Muslim mengembalikannya kepada kaum
Quraisy. Sebaliknya, jika ada orang yang murtad dari sahabat Muhammad saw, maka
tidak ada keharusan bagi orang Quraisy untuk mengembalikannya kepada Nabi.
Syarat
tersebut sangat menyakitkan kaum Muslim. Tampak bahawa orang-orang Quraisy
memaksakan kehendaknya dalam syarat-syarat perjanjian yang tidak adil itu. Ali
melanjutkan tulisannya, hendaklah Nabi saw pulang dari Mekah pada tahun ini dan
tidak memasukinya dan jika pada tahun depan orang-orang Quraisy keluar darinya,
maka beliau dapat memasukinya untuk melaksanakan umrah selama tiga hari dan
setelah itu beliau harus meninggalkannya. Pensyaratan tersebut sangat merugikan
kaum Muslim dan terkesan membingungkan.
Di
tengah-tengah perjanjian tersebut terjadi suatu peristiwa yang menambah
penderitaan dan kebingungan Muslimin di mana anak dari juru runding Quraisy
meminta perlindungan kepada kaum Muslim. Ia masuk Islam dan ingin bergabung
dengan kelompok Islam namun ayahnya, Suhail segera bangkit menyusulnya bahkan
memukulnya dan mengembalikannya kepada kaumnya. Orang Mukalaf itu segera
berteriak dan meminta pertolongan kepada kaum Muslim agar mereka
menyelamatkannya dari kejahatan kaum Quraisy sehingga mereka tidak mengubah
agamanya. Rasulullah saw berbicara
kepadanya dan meminta kepadanya untuk bersabar dan tegar dalam menanggung
penderitaan kerana Allah SWT akan menjadikannya dan orang-orang yang sepertinya
suatu jalan keluar dan kelapangan.
Nabi
memahamkannya bahawa beliau telah mengadakan suatu perjanjian dengan kaum
Quraisy dan bahawa kaum Muslim tidak mungkin melanggar perjanjian mereka.
Akhirnya, anak Muslim itu dikembalikan ke Mekah dalam
keadaan terseksa. Kemudian Selesailah penandatanganan perjanjian antara pihak
kaum Muslim dan pihak kaum musyrik. Setelah penandatanganan perjanjian itu,
Rasulullah saw memerintahkan para sahabatnya agar mereka memotong haiwan korban
dan mencukur rambut mereka (tahalul) dari umrah mereka dan kembali ke Madinah.
Namun tak seorang pun bangkit menyambut perintah tersebut, lalu beliau
mengulangi perintahnya ketiga kali. Di tengah-tengah kaum Muslim yang tampak
membisu kerana ketegangan dan kesedihan, beliau menyembelih unta dan memanggil
tukang cukurnya untuk mencukur rambutnya dan beliau tidak berbicara dengan
seorang pun. Ketika para sahabat mengetahui bahawa Nabi saw tampak marah dan
telah mendahului mereka dengan tahalul dari umrahnya, maka mereka bangkit untuk
menyembelih korban dan memotong rambut mereka.
Perjalanan hari menunjukkan bahawa perundingan tersebut
tidak seperti yang dibayangkan oleh kaum Muslim. Ia justru membawa kemenangan
dan bukan kekalahan. Persatuan kaum kafir di jazirah Arab mulai runtuh sejak
mereka menandatangani perjanjian itu. Kaum Quraisy di anggap sebagai pimpinan
kaum kafir dan pembawa bendera penentangan terhadap Islam, maka ketika tersebar
berita perjanjian mereka bersama kaum Muslim, maka padamlah fitnah-fitnah kaum
munafik yang bekerja untuk mereka dan bercerai-berailah kabilah-kabilah
penyembah patung di penjuru jazirah.
Saat
aktiviti kaum Quraisy terhenti, maka kaum Muslim mengalami peningkatan aktiviti
di mana mereka berhasil menarik orang-orang yang masih memiliki kemampuan untuk
melihat kebenaran. Sejak dua tahun dari masa penandatanganan perjanjian itu
jumlah penganut Islam semakin bertambah lebih dari jumlah sebelumnya. Bukti dari
itu adalah, bahawa saat Rasul saw keluar ke Hudaibiyah beliau ditemani dengan
seribu empat ratus Muslim namun ketika beliau keluar pada tahun penaklukan kota
Mekah beliau disertai dengan sepuluh ribu Muslim.
Penaklukan kota Mekah terjadi setelah dua tahun dari
perundingan tersebut. Penambahan jumlah kaum Muslim yang luar biasa ini adalah
dikeranakan hikmah sang Nabi saw dan kejauhan pandangannya. Nabi saw keluar
sebagai pemenang dalam pergelutan politiknya, dan syarat-syarat yang tadinya
merugikan kaum Muslim kini telah berubah menjadi syarat- syarat yang merugikan
kaum Quraisy. Barang siapa murtad dari kaum Muslim dan pergi ke kaum Quraisy,
maka hendaklah mereka melindunginya kerana Allah SWT telah memampukan Islam
darinya, dan barang siapa yang masuk Islam dari kaum kafir dan pergi ke kaum
Muslim, maka hendaklah mereka mengembalikannya ke kaum Quraisy di mana ia
tinggal di dalamnya sebagai mata-mata dari pihak Islam atau ia dapat lari dari
kaum Quraisy untuk menyatukan kelompok yang bertikai dan ia dapat hidup laksana
duri di tengah-tengah kaum Quraisy.
Belum
lama waktu berjalan sehingga kaum Quraisy mengutus utusannya kepada Nabi saw dan
mengharap kepada beliau agar melindungi orang Quraisy yang masuk Islam daripada
membiarkan mereka sebagai panah yang terbang menuju kaum Quraisy. Demikianlah
kaum Quraisy justru membatalkan syarat yang telah mereka diktekan dan Nabi saw
pun menerimanya dengan puas. Perundingan itu justru menguatkan barisan Nabi saw.
Demikianlah Nabi saw terus menjalani mata rantai pergelutan
yang tiada henti-hentinya di mana kehidupan beliau yang peribadi sekali pun
tidak sunyi dari penderitaan. Nabi saw menikahi sembilan orang isteri.
Perkahwinan beliau dengan sembilan isteri tersebut merupakan keistimewaan
peribadi yang hanya beliau miliki kerana berhubungan dengan sebab-sebab dakwah
Islam. Yaitu suatu dakwah yang membolehkan para pengikutnya untuk menikahi empat
orang isteri dengan syarat jika yang bersangkutan mampu menciptakan keadilan di
antara mereka, dan ia menganjurkan untuk hanya puas dengan satu isteri jika
seorang Muslim khawatir tidak dapat berbuat adil.
Kaum
orientalis dan musuh-musuh Islam mencuba untuk menghina Nabi dan memujukkannya,
dan salah satu cela yang mereka manfaatkan adalah perkahwinan beliau dengan
sembilan wanita. Kita mengetahui bahawa pernikahan-pernikahan beliau terlaksana
dengan sebab-sebab politik atau kemanusiaan yang berhubungan dengan dakwah
Islam. Dan yang terkenal dari sejarah Nabi saw adalah bahawa beliau menikah
dengan Sayidah Khadijah saat beliau berusia dua puluh lima tahun dan Khadijah
berusia empat puluh tahun. Semasa hidup Khadijah beliau tidak menikahi isteri
yang lain sampai Khadijah mencapai usia enam puluh lima tahun. Saat Khadijah
meninggal, Nabi berusia di atas lima puluh tahun. Beliau menikahi Khadijah
sebelum beliau diutus untuk menyebarkan Islam. Beliau tetap setia bersama
Khadijah sampai ia meninggal dan beliau diangkat menjadi Nabi. Namun beban
kenabian dan beratnya jihad, kasih sayangnya kepada manusia, pengorbanannya
terhadap Islam dan perintah Allah SWT semua itu memaksanya untuk menikah lebih
dari satu orang isteri sampai mencapai sembilan orang isteri. Perkahwinan beliau
dengan Aisyah yang saat itu masih belia merupakan usaha untuk menjalin ikatan
dengan Abu Bakar, ayah dari Aisyah dan perkahwinan beliau dengan Hafshah
meskipun ia sedikit kurang cantik merupakan usaha beliau untuk menjalin ikatan
dengan Umar, ayahnya. Beliau juga menikah dengan Ummu Salamah, janda dari
pemimpin pasukannya yang mati syahid di jalan Allah SWT dan wanita itu merasakan
penderitaan bersama beliau saat hijrah di Habasyah dan hijrah ke Madinah. Ketika
suaminya meninggal dan ia sendirian menghadapi berbagai persoalan kehidupan,
maka Nabi saw segera merangkulnya di rumah kenabian. Perkahwinan beliau dengan
Sawadah sebagai bentuk penghormatan terhadap keislaman wanita itu dan
kemuliaannya dari kaum lelaki serta kesendiriannya dalam menjalani kehidupan.
Sementara itu, pernikahan beliau dengan Zainab bin Jahasy
merupakan ujian berat bagi beliau di mana perintah pernikahan itu datang dari
Allah SWT untuk mengharamkan suatu tradisi yang terkenal di kalangan jahiliah
yaitu tradisi adopsi. Zainab termasuk kerabat Rasul. Jadi ia termasuk dari
kalangan bani Hasyim. Ia merasa bangga dengan nasab yang dimilikinya yang
kerananya ia menolak ketika ditawari untuk menikah dengan Zaid bin Harisah,
seorang budak Nabi yang telah beliau bebaskan, bahkan nasabnya telah beliau
nisbatkan kepada dirinya dan beliau telah mengadopsinya sehingga ia dipanggil
dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Namun Zainab akhirnya menyetujui pendapat Nabi
dan perintah Allah SWT sehingga ia menikah dengan Zaid:
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak
pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka.
Dan barang siapa menderhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat
dengan kesesatan yang nyata. " (QS. al-Ahzab: 36)
Sejak
semula tampak jelas bahawa pernikahan tersebut akan segera berakhir. Zainab
tidak menyukai Zaid dan Zaid pun bukan jenis lelaki yang mampu menahan kehidupan
bersama seorang wanita yang hatinya jauh darinya. Zaid datang kepada Nabi saw
guna mengadu kepada beliau dan meminta izin untuk menceraikan isterinya. Allah
SWT mewahyukan kepada Rasul-Nya agar membiarkan Zaid menceraikan isterinya, lalu
hendaklah beliau menikahinya. Nabi saw merasakan kesulitan yang luar biasa dan
beliau berbicara kepada Zaid agar ia terus melangsungkan kehidupannya dan
bersabar. Nabi saw membayangkan apa yang dikatakan manusia kepadanya bahawa ia
menikahi isteri dari anaknya tetapi apa yang dikhuatirkan oleh Nabi saw justru
merupakan sesuatu yang ingin dihapus oleh Allah SWT. Zaid bukanlah anaknya dan
dalam Islam tidak ada sistem adopsi. Oleh kerana itu, Zaid dapat mencerai
isterinya lalu Nabi dapat menikahi Zainab untuk menetapkan apa yang diinginkan
oleh Islam. Rasulullah saw mampu bersabar dan menahan diri saat mendengar
berbagai ocehan yang akan dikatakan oleh manusia kepadanya. Ini bukanlah
pengorbanan pertama dan terakhir yang beliau persembahkan untuk Islam. Berkenaan
dengan itu, Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang
Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat
kepadanya: 'Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah,' sedang kamu
menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut
kepada manusia, sedang Allah- lah yang lebih berhak kamu takuti. Maka tatkala
Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami
nikahkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang- orang mukmin
untuk (menikahi) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat
itu telah menyelesaikan keperluannya dari isterinya. Dan adalah ketetapan Allah
itu pasti terjadi. " (QS.
al-Ahzab:
37)
Pernikahan beliau dipenuhi dengan unsur politik dan usaha
untuk menyebarkan kebaikan dan rahmat serta penghormatan nilai-nilai yang tinggi
dan menggabungkannya di rumah kenabian. Sementara itu, Ummu Habibah binti Abu
Sofyan bin Harb, pemimpin Quraisy dalam memerangi Islam, berhijrah bersama
suaminya ke Habasyah.
Ia
berhadapan dengan keterasingan dan kekhuatiran dalam membela agama Allah SWT.
Kemudian suaminya mati meninggalkannya sendirian dalam menjalani kehidupan.
Sikapnya yang mulia demi menegakkan ajaran Islam dan hanya menentang ayahnya
merupakan nilai lebih yang menyebabkan Rasulullah saw tertarik untuk
menggabungkannya di rumah kenabian.
Pada
suatu hari, Abu Sofyan menemuinya saat ia telah menjadi isteri Rasulullah saw.
Abu Sofyan ingin duduk di atas tempat tidur Nabi lalu Ummu Habibah berusaha
menjauhkan tempat tidur itu dari ayahnya. Melihat sikap anaknya itu, ayahnya
bertanya kepadanya: "Apakah engkau mulai membenciku?" Dengan penuh keberanian ia
menjawab: "Ini adalah tempat tidur Rasulullah saw dan engkau adalah seorang
musyrik, maka engkau tidak boleh menyentuhnya."
Adapun
Shofiyah binti Huyay adalah anak seorang raja Yahudi. Sedangkan Juwairiyah binti
Haris, ayahnya seorang pemimpin kabilah Bani Musthaliq. Bani Musthaliq menelan
kekalahan saat berhadapan dengan kaum muslim lalu kedua anak perempuan raja dan
pemimpin kabilah itu jatuh menjadi tawanan. Pernikahan Nabi dengan kedua wanita
itu terkesan dipaksa oleh orang-orang yang kalah itu dan sebagai ajakan agar
kaum Muslim memperlakukan mereka dengan baik. Mula-mula kaum Muslim menolak
untuk bersikap lembut terhadap ipar-ipar Nabi, namun Nabi dengan kelembutan
sikapnya ingin menyingkap aspek kemanusiaan dalam peperangannya dan beliau
mengisyaratkan kepada kaum Muslim agar mereka menunjukkan persaudaraan sesama
manusia. Peperangan itu sendiri bukan sebagai tujuan namun ia sebagai usaha
mempertahankan Islam dan aspek tertinggi dari Islam adalah rahmat dan cinta.
Jadi
Nabi saw menikahi wanita-wanita dari orang-orang yang kalah itu dengan maksud
agar kebebasan dan kemuliaan kembali kepada keluarga mereka dan mereka dapat
masuk Islam secara puas dan sukarela. Kemudian beliau menikah dengan Maryam
al-Qibtiyah. Muqauqis telah memberikannya kepada Nabi sebagai budak di mana itu
merupakan simbol tali kasih yang diisyaratkan oleh Al-Qur'an antara Islam dan
Masihi dan sebagai bentuk hukum bagi kaum Muslim dengan dihalalkannya pernikahan
dengan wanita-wanita ahlul kitab.
Maryam
memberikan anak kepada Nabi saw yang bernama Ibrahim, nama dari datuknya, bapak
para nabi. Namun Ibrahim tidak hidup lama. Ia meninggal saat masih menyusu.
Kematiannya merupakan ujian bagi Nabi dan sebagai isyarat dari Ilahi bahawa
pewaris-pewaris Rasul dari kaum lelaki adalah para pengikut Al-Qur'an dan para
pembawa Islam, bukan anak-anak dari sulbinya.
Salah
jika ada orang yang membayangkan bahawa Rasul saw mempunyai banyak waktu untuk
mencari kesenangan meskipun halal. Kesenangan diperbolehkan bagi orang lain
namun beliau lebih memilih untuk merasakan penderitaan berjihad, menegakkan
hukum, dan kesabaran. Salah jika ada orang yang membayangkan bahawa Rasul saw
hidup di rumahnya dengan keadaan ekonomi yang lebih baik daripada orang yang
termiskin dari kalangan Muslim di zamannya.
Kehidupan beliau di rumahnya penuh dengan kezuhudan yang
luar biasa sehingga sebahagian isterinya mengeluhkan keadaan tersebut. Di antara
mereka ada yang berasal dari keluarga yang kaya seperti keluarga Abu Bakar atau
keluarga Umar bahkan sebahagian isterinya bersatu untuk meminta kepada beliau
agar beliau menambah nafkah mereka sehingga Nabi meninggalkan isteri-isterinya,
lalu tersebarlah isu yang menyatakan bahawa beliau telah menceraikan semua
isterinya. Kemudian turunlah ayat Takhyir (yaitu ayat yang memberikan pilihan
kepada isteri-isteri Nabi untuk tetap menjadi isteri beliau atau diceraikannya).
Turunlah Al- Qur'an al-Karim memberikan pilihan pada isteri-isteri Nabi antara
menjalani kehidupan di rumah kenabian dengan penuh kesederhanaan atau menerima
perceraian. Allah SWT berfirman:
"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: 'Jika kamu
sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya
kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika
kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di
negeri akhirat, maka Sesungguhnya Allah menyediakan siapa yang berbuat baik di
antaramu pahala yang besar. " (QS. al-Ahzab: 28-29)
Selesailah fitnah. Demikianlah pergelutan di rumah Rasul
saw. Akhirnya, isteri-isteri beliau memilih kehidupan zuhud dan bersabar serta
akhirat daripada kehidupan dunia. Permintaan isteri-isteri nabi tidak melebihi
hal-hal yang bersifat mubah, namun Rasul saw merupakan teladan bagi seluruh
umat, kerana itu beliau harus menjadi teladan bagi umat sehingga beliau dapat
menjadi cermin tertinggi yang layak di emban oleh seorang yang memegang tampuk
kepemimpinan Muslimin. Allah SWT telah membalas pengorbanan isteri-isteri Nabi
saw dalam bentuk mengangkat kedudukan mereka dan menjadikan mereka sebagai ibu
dari kaum mukmin. Allah SWT berfirman:
"Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin
dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka." (QS. al-
Ahzab: 6)
Dan,
sebagai penegasan terhadap keibuan spirituil ini, Islam mewajibkan hijab yang
teliti kepada mereka, yaitu suatu hijab yang tidak diperlakukan seperti itu
kepada Muslimah-Muslimah lain. Nabi saw melanjutkan dakwahnya. Beliau mengirim
surat ke raja-raja dan para penguasa di mana beliau ingin menunjukkan
universalitas ajaran Islam. Nabi saw mengajak Kaisar Romawi untuk mengikuti
Islam, lalu beliau mengirim utusan ke Amir Damaskus mengajaknya untuk memeluk
Islam, dan beliau mengutus utusan ke Amir Basrah bahagian dari wilayah Romawi
dan mengajaknya untuk mengikuti Islam, dan beliau juga mengirim surat ke
penguasa Qibti dan mengajaknya untuk masuk Islam, dan beliau juga menulis surat
ke Kisra, Raja Persia dan mengajaknya untuk mengikuti Islam. Beliau juga
mengirim utusan ke Amir Bahrain dan mengajaknya untuk mengikuti Islam.
Lalu
berbagai reaksi disampaikan berkenaan dengan surat-surat Nabi itu. Di antara
mereka ada yang berusaha menyampaikan kepada pembawa surat bahawa ia masuk Islam
dan mengembalikannya dengan hadiah, dan di antara mereka ada yang merobek-robek
surat itu dan di antara mereka ada yang membalas surat itu dengan jawapan yang
baik, dan di antara mereka ada yang menerima kebenaran. Demikianlah hari berlalu
dalam pergelutan yang tidak pernah padam, suatu pergelutan yang dipimpin oleh
Nabi sehingga beliau menaklukkan Mekah dan menyucikan jazirah Arab. Akhirnya,
manusia masuk dalam agama Allah SWT dalam keadaan berbondong-bondong, dan Allah
SWT menyempurnakan agama bagi kaum Muslim dan Nabi saw melaksanakan haji wada'
(haji yang terakhir) dan turunlah kepada beliau wahyu di Arafah sebagaimana
firman-Nya:
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
Ayat
tersebut dibacakan kepada Abu Bakar sehingga ia menangis. Allah SWT merasa
bahawa telah tiba waktunya untuk mengakhiri misi Rasul- Nya. Aisyah berkata
kepada anak-anak yang berteriak dan bermain-main di luar rumah: "Diamlah kalian
kerana Rasulullah saw sedang sakit." Anak- anak itu pun terdiam dan mereka
merasakan ketakutan yang luar biasa. Pada hari-hari terakhir, Rasulullah saw
tidak lagi bercanda dengan mereka sebagaimana yang biasa beliau lakukan.
Mereka
memperhatikan bahawa kepucatan yang aneh menyelimuti Nabi saw yang biasanya
wajah beliau dipenuhi dengan senyuman hingga wajahnya laksana lempengan emas.
Nabi saw yang terakhir masuk dalam rumahnya dan hampir saja beliau tidak kuat
menahan langkah kedua kakinya. Beliau memasuki rumahnya dan bersandar kepada
tangan Fadl bin Abbas dan Ali bin Abu Thalib. Beliau merasakan keletihan dan
kesakitan. Kemudian Aisyah menidurkan beliau di atas ranjangnya yang kasar dan
Aisyah meletakkan tangannya di atas kening beliau. Kepala beliau tampak panas
kerana saking hebatnya demam. Aisyah berkata dalam keadaan kedua matanya
mengucurkan air mata, "demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah apakah engkau
merasakan sakit?" Nabi saw tersenyum untuk menenangkan Aisyah lalu beliau
tertidur. Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw berbagai gambar hidup:
Jibril turun kepada beliau dengan membawa wahyu di gua Hira. Beliau telah
melewati waktu yang diberkati selama dua puluh tiga tahun, yang sekarang tampak
seperti mimpi. Bahkan empat puluh tahun yang mendahuluinya tampak seperti gambar
yang hanya dilukis sesaat.
Segala
sesuatu menjadi mudah bagi Allah SWT dan Rasulullah saw telah berhasil melalui
berbagai penderitaan dengan penuh kesabaran, bahkan beliau tidak pernah mengeluh
sekali pun. Beliau mengajarkan akidah kepada para pengikutnya dengan penuh
kemantapan. Akhirnya, Islam menjadi mulia dan benderanya semakin berkibar.
Kemudian beliau bangun kerana melihat tangisan yang tersembunyi dari Aisyah.
Beliau membuka kedua matanya dan melihat wajah Aisyah sambil beliau sendiri
berusaha melawan rasa pusing, demam, dan sakit yang dirasakannya. Beliau kembali
tersenyum untuk menenangkan Aisyah dan beliau kembali memejamkan matanya dan
tidak sedarkan diri. Apa gerangan yang menyebabkan Aisyah menangis? Tidakkah
Allah SWT memahkotai jihad Nabi saw yang berat dengan penaklukan Mekah dan
penyucian Baitul Haram?
Berbagai
gambar hidup dan aktual melayang-layang dalam memori Nabi saw. Beliau mengingat
bagaimana tindakan orang Quraisy ketika membantalkan perjanjian Hudaibiyah dan
mereka memerangi Khaza'ah yang saat itu bersekutu dengan kaum Muslim dan
akhirnya mereka membunuh semua sekutu kaum Muslim di Baitul Haram. Kemudian
beliau berjalan bersama pasukan yang berjumlah sepuluh ribu di mana semua
pasukan telah siap, dan tentera Muslim turun dari gunung Mekah laksana air bah
yang tidak berhenti sedikit pun. Telah lewatlah masa para pembawa tombak, panah,
dan pedang; telah lewatlah masa di mana Rasulullah saw memimpin pasukan yang di
dalamnya terdapat kaum Muhajirin dan Anshar. Di tengah-tengah pasukan besar
tersebut yang berhasil menaklukkan Mekah, Nabi saw menunggangi untanya dan
beliau menundukkan kepalanya dengan penuh rendah diri di hadapan Allah SWT
sampai-sampai kepalanya hampir menyentuh punggung unta yang dinaiki. Pintu Mekah
terbuka untuk pasukan ini.
Para
pemimpin Mekah dan pengikut-pengikut mereka menyerahkan diri. Kalimat Allah SWT
semakin meninggi di dalamnya. Nabi saw memasuki Baitul Haram lalu beliau
berkeliling di sekitar Ka'bah. Beliau menghancurkan berbagai patung yang
berbaris di sekitarnya, lalu beliau memukulnya dengan kapaknya. Kemudian
patung-patung itu berjatuhan dan hancur. Setelah beliau membersihkan masjid dari
berbagai patung dan mengembalikannya sebagaimana yang diciptakan oleh Allah SWT
sebagai rumah tauhid yang mutlak, beliau menoleh kepada orang Quraisy dan
memaafkan mereka dan mengajak mereka untuk kembali ke jalan Allah SWT. Kemudian
tibalah waktu solat, lalu Bilal naik di atas punggung Ka'bah dan mengumandangkan
Azan. Penduduk Mekah mendengarkan panggilan baru ini di mana gemanya
berputar-putar di antara gunung:
"Allah
Maha Besar. Aku bersaksi bahawa tiada Tuhan selain Allah. Aku bersaksi bahawa
Muhammad utusan Allah. Marilah melaksanakan solat. Marilah menuju keberuntungan.
Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain Allah."
Akhirnya, rumah itu dikembalikan kehormatannya dan
kemuliaannya. Kemudian lagi-lagi arus berbagai gambar terlintas dalam memorinya:
itulah peperangan Hunain dengan kekalahannya, kemenangannya, dan ganimahnya;
Itulah Nabi saw yang memberikan ganimah terhadap orang- orang yang bergabung
dengan Islam hanya dua hari dari penduduk Mekah, dan mencegah untuk memberi
ganimah Hunaian kepada kaum Anshar yang telah memberikan segalanya untuk Islam.
Salah seorang di antara mereka berkata: "Demi Allah, Rasulullah saw telah
menemui kaumnya." Sa'ad bin 'Ubadah berjalan ke arah Rasulullah saw dan
memberitahunya bahawa kaum Anshar sedang marah. Rasul saw bertanya: "Mengapa
marah?" Sa'ad menjawab: "Mereka protes saat engkau membagikan ganimah ini pada
kaummu dan pada seluruh orang Arab namun mereka tidak mendapatkan apa-apa."
Rasulullah saw bertanya kepada Sa'ad bin Ubadah: "Kamu sendiri bagaimana
pendapatmu wahai Sa'ad?" Sa'ad berkata: "Aku tidak lain kecuali seseorang dari
kaumku." Rasulullah saw berkata: "Kumpulkanlah kepadaku kaummu untuk masalah
yang penting ini dan jika kalian telah berkumpul, maka beritahulah aku."
Sa'ad
mengumpulkan seluruh kaum Anshar lalu ia memberitahu Rasul saw bahawa ia telah
mengumpulkan mereka. Rasulullah saw keluar menemui mereka dan berdiri di hadapan
mereka sambil memuji Allah SWT dan kemudian berkata: "Wahai orang-orang Anshar,
tidakkah aku datang kepada kalian saat kalian dalam keadaan sesat lalu Allah SWT
memberikan petunjuk kepada kalian, dan kalian menjadi orang-orang yang fakir
lalu Allah SWT memampukan kalian, dan kalian dalam keadaan bermusuhan lalu Allah
SWT menyatukan hati kalian?" Mereka menjawab: "Benar." Rasulullah saw berkata:
"Mengapa kalian tidak menjawab wahai kaum Anshar?" Mereka berkata: "Apa yang
kita akan katakan wahai Rasulullah dan dengan apa kita akan menjawabnya. Sungguh
segala kurnia hanya milik Allah SWT dan Rasul-Nya."
Rasulullah saw berkata: "Demi Allah, seandainya kalian mahu
nescaya kalian akan mengatakan dan benar apa yang kalian katakan: Engkau datang
kepada kami sebagai seorang yang terusir, maka kami melingdungimu dan engkau
datang dalam keadaan miskin lalu kami menghiburmu dan engkau datang dalam
keadaan ketakutan lalu kami mengamankanmu dan engkau datang dalam keadaan
teraniaya lalu kami menolongmu." Mereka berkata: "Segala puji dan kurnia bagi
Allah SWT dan Rasul-Nya." Rasulullah saw berkata: "Wahai kaum Anshar, apakah
kalian akan marah terhadap harta yang telah aku berikan kepada suatu kaum dengan
harapan agar keimanan meresap dalam hati mereka dan kalian justru melupakan
kurnia yang telah Allah SWT berikan kepada kalian dalam bentuk nikmat Islam.
Tidakkah kalian wahai kaum Anshar merasa puas ketika manusia pergi untuk
melakukan perjalanan di musim dingin sedangkan kalian pergi dengan Rasulullah
saw. Maka demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya manusia melalui suatu
jalan dan kaum Anshar melalui jalan yang lain nescaya aku akan melalui jalan
kaum Anshar. Ya Allah, rahmatilah kaum Anshar dan anak-anak kaum Anshar dan cucu
kaum Anshar."
Mendengar doa itu, kaum tersebut menangis sehingga janggut
mereka terbasahi dengan air mata dan mereka berkata: "Kami rela dengan Allah SWT
sebagai Tuhan dan sangat puas dengan pembahagian Rasulullah saw." Kemudian Nabi
saw pun meninggalkan mereka dan mereka pergi dalam keadaan puas. Orang-orang
Anshar memahami bahawa Muslim yang hakiki di dunia adalah seorang yang datang di
dunia untuk memberi, bukan untuk mengambil. Nabi saw terbangun dan beliau
mendapati dirinya sendirian di kamar. Suhu tubuh beliau meningkat kerana demam,
lalu beliau memanggil Aisyah dan meminta kepadanya untuk membawa air yang dapat
digunakannya untuk mendinginkan tubuhnya. Aisyah mulai menuangkan air kepada
Rasulullah saw sampai demam beliau beransur- ansur sedikit menurun. Tampak
bahawa waktu berlalu cukup lambat dan berat. Sakit Rasulullah saw semakin
meningkat.
Beliau
mulai merasa bahawa tidak mampu lagi untuk solat bersama para sahabat, lalu
beliau memerintahkan Abu Bakar untuk solat bersama mereka. Pada saat Nabi
mengalami antara keadaan terjaga dan tidur, beliau selalu berfikir apa gerangan
yang belum disampaikannya kepada manusia. Beliau telah menyampaikan segala
sesuatu dan telah mengajari mereka segala sesuatu serta telah meninggalkan
sebuah Kitab yang siapa pun berpegangan dengannya ia tidak akan sesat.
Rasul
saw mulai mengantuk dan berbagai nostalgia terlintas di kepalanya. Beliau
melihat dirinya di haji Wada'. Selesailah perjanjian yang diberikan kepada kaum
musyrik dan mereka telah dilarang untuk memasuki Masjidil Haram dan sekarang
Nabi saw keluar sebagai pemimpin haji dan mengajari kaum Muslim cara manasiknya.
Rasulullah saw memperhatikan ribuan orang-orang yang bertauhid saat mereka
menuju Baitul Haram dalam keadaan memenuhi panggilan Tuhan dan tunduk kepadanya.
Mereka menghidupkan memori datuk mereka, Ibrahim Khalilullah. Nabi saw berdiri
dan berpidato di tengah-tengah keramaian itu. Nabi saw mulai merasakan bahawa
kehidupannya di dunia sebentar lagi akan berakhir. Beliau mengetahui bahawa
kafilah ini akan pergi sendirian dalam menjalani kehidupan. Beliau kembali
menanamkan nilai- nilai Islam dan wasiat dakwah di jalan Allah SWT. Setelah
berjuang selama dua puluh tiga tahun menegakkan agama Allah SWT, beliau bertanya
kepada mereka: "Apakah aku telah menyampaikan amanat Tuhan?" Lalu manusia yang
hadir saat itu menyatakan bahawa beliau benar-benar telah menyampaikan dakwah.
Beliau memanggil Mu'ad bin Jabal dan mengajarinya bagaimana berdakwah kepada
manusia di jalan Allah SWT dan bagaimana mengenalkan agama kepada mereka.
Kemudian
beliau berwasiat kepada Mu'ad saat ia menunggangi kenderaannya sedangkan
Rasulullah saw berjalan di sebelah untanya: "Sesungguhnya orang yang paling
utama di sisiku adalah orang-orang yang bertakwa, siapa pun mereka dan di mana
pun mereka." Nabi saw adalah rahmat bagi semua manusia dan sebagai cermin yang
tertinggi dari cermin persaudaraan dan kepatuhan. Beliau menegakkan Al-Qur'an di
tengah-tengah umat Islam namun beliau menolak segala bentuk penampilan yang
biasa melekat pada seorang penguasa atau raja atau pemimpin apa pun. Beliau
berkata kepada para sahabatnya: "Aku hanya seorang hamba Allah SWT dan
Rasul-Nya."
Beliau
keluar menemui sekelompok sahabatnya lalu sebagai bentuk penghormatan kepada
beliau mereka berdiri. Kemudian beliau memerintahkan kepada mereka agar tidak
berdiri. Ketika beliau keluar untuk menemui sahabat-sahabatnya dan
murid-muridnya, maka beliau duduk bersama mereka di tempat terakhir yang
ditemukannya. Beliau sangat bersahabat dan ramah dengan para sahabatnya, bahkan
beliau bercanda dengan anak-anak mereka dan mendudukkan mereka di ruangannya.
Beliau memenuhi panggilan orang dewasa mahupun anak- anak. Beliau membesuk
orang-orang yang sakit meskipun berada di tempat yang jauh. Beliau menerima
alasan orang yang mempunyai uzur. Beliau mendahului orang yang ditemuinya dengan
salam bahkan beliau mendahului berjabat tangan dengan para sahabatnya.
Ketika
seseorang datang untuk menemuinya saat beliau solat, maka beliau mempersingkat
solatnya dan menanyakan keperluan orang itu. Setelah menyelesaikan keperluan
manusia, beliau kembali menyelesaikan solatnya. Beliau selalu menebar senyum
kepada kawan dan lawan dan memiliki keperibadian yang paling baik. Ketika beliau
berada di rumahnya, beliau melayani keluarganya. Beliau mencuci bajunya. Beliau
memperbaiki sandalnya dan memberi minum unta. Beliau makan bersama pembantu.
Beliau memenuhi kebutuhan orang yang lemah, orang yang sedih, dan orang yang
miskin. Bahkan kebaikan beliau dan kasih sayangnya sampai pada tingkat di mana
beliau membiarkan cucunya menaiki punggungnya saat beliau sedang solat.
Kasih
sayang beliau tidak hanya terbatas kepada manusia bahkan juga tertuju pada
binatang dan pohon. Beliau memberi makan binatang dengan tangannya sendiri
bahkan beliau pernah merawat anjing yang sakit. Beliau memerintahkan pasukan
Islam saat berperang demi menegakkan keadilan Islam agar mereka tidak membunuh
anak kecil, orang tua, kaum wanita dan hendaklah mereka tidak mencabut pohon dan
tidak pula merobohkan rumah.
Apa yang
dibawa oleh Nabi saw bukan hanya suatu undang-undang yang mengatur hubungan
antara manusia dan manusia yang lain, dan apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan
hanya berisi suatu sistem untuk meningkatkan kualiti kehidupan dan kemajuannya,
ini semua adalah hal relatif namun beliau datang dengan membawa peradaban yang
abadi yang mengatur hubungan antara manusia dan alam, dan mengembalikan
keserasian di alam wujud sehingga semua berjalan secara seimbang dan mencapai
kesempurnaan menuju Allah SWT. Meskipun pada titik terakhir dari kehidupannya,
beliau masih sibuk mengurus masa depan dakwah dan beliau sangat cemas terhadap
masa depan agama dan sangat peduli dengan masalah kaum Muslim. Beliau khawatir
suatu saat Islam hanya tinggal namanya namun hakikatnya telah lenyap. Namun
sebelum beliau meninggal, Allah SWT telah memperlihatkan kepada beliau sesuatu
yang membuat hati beliau menjadi tenang. Dan di hari Senin dari bulan Rabiul
Awal yang mulia, beliau kembali kepada Tuhannya dalam keadaan ridha dan
diridhai.
Salam
kepadamu ya Rasulullah dan kepada keluarga serta sahabat yang setia bersamamu.