TEMBIKAR SENI INDONESIA KUNO DAN MODERN - TERTAWA DAN MENAGIS

Monday 21 March 2016

TEMBIKAR SENI INDONESIA KUNO DAN MODERN

 TEMBIKAR SENI INDONESIA KUNO DAN MODERN
Indonesia memiliki kekayaan tradisi pembuatan tembikar sejak masa prasejarab. Tradisi itu telah memenubi kebutuhan masyarahat atas perhakas sehari-bari dan benda-bendaupacara selama berabad-abad. Semua wadah dihasilkan dengan cara sederhana, menggunakan peralatan dan tehnologi dasar Di masa lampau, seperti juga sekarang, tanah liat dibentuk dengan tangan dan dibakar dengan pembakaran terbuka di halaman rumah, sehingga menghasilkan benda-benda berwarna kemerahan yang dinamakan tembikar. Cara sederhana ini sama sekali tidak menghalangi daya cipta

pengrajin membuat tempat air yang dibentuk dengan sangat bagus, benda-benda upacara yang dihias rumit, atau guci yang indah. Tidak jelas mengapa Indonesia tidak pernah mengembangkan barang keramik bakaran yang lebih tinggi seperti yang dihasilkan Cina. Desa tembikar tersebar di seluruh Indonesia, retapi beberapa desa mulai menggunakan teknologi yang lebih maju untuk menyesuaikan pasar yang berubah modern.
Benda tembikar tertua yang ditemukan di Indonesia  bertanggal antara 3500-2500 SM. Benda-benda itu terdiri atas beberapa kendi dari Melolo, Sumba, Indonesia timur,  dan juga beberapa benda tanah liat yang sangat kaya hiasan dengan ragam hias bangun berulang dari Kalumpang,  Sulawesi Selatan.  Daya cipta dan daya khayal pembuat tembikar mencapai puncaknya pada masa kerajaan Majapahir, Jawa  Timur, abad ke-14. Pada masa itu tanah liat tidak hanya digunakan untuk membuat perkakas sehari-hari, namun juga benda-benda seperti celengan, relief hiasan bangunan,

dan patung-patung. Teknik yang digunakan sejenis dengan reknik penghiasan candi-candi Sumatera. Daya cipta pengrajin rembikar Indonesia lebih tampak pada penjelajahan bentuk daripada pengembangan teknik pembakaran. Pembakaran dilakukan dengan api terbuka, tanpa bangunan tungku yang hanya memungkinkan pengumpulan panas maksimum 900 derajar Celsius dan menghasilkan benda tembikar yang masih belum kedap air dan berwarna kemerahan.

Desa Tembikar Tradisional
Banyak desa tembikar Indonesia yang juga cenderung merupakan masyarakar petani. Hidup berdampingan ini penting. Bahan bakar untuk pembakaran tembikar diperoleh dari sisa-sisa pertanian, seperti jerami, kulit padi, alang-alang, dan daun kering. Bahan bakar lain seperti kayu atau minyak terlalu mahal, sehingga tanpa sisa-sisa pertanian tembikar akan berhenti. Seluruh pekerjaan mungkin dipandang sebagai suatu keakraban lingkungan. tanah liat diperoleh di sekitaran, bahan bakar diperoleh sebagai hasil perranian, dan abu pembakaran digunakan sebagai pupuk sawah.

Desa tembikar dapat ditemukan di seluruh Indonesia kecuali Irian Jaya. Banyak desa seperti Gala Gandang di Payakumbuh-Sumatera Barat, Kayu Agung di Sumatera Selatan, Ciruas di Banten, dan Kampung Anjun di Indramayu-Jawa Barat, Bayar dan Dolon di Klaten-Jawa Tengah, serta Banyumulek, Panunjak, dan Mastagik di Pulau Lombok masih menghasilkan tembikar tradisional yang menggunakan teknik lama.