SENI GUCI ANTIK SUKU DAYAK - TERTAWA DAN MENAGIS

Monday 21 March 2016

SENI GUCI ANTIK SUKU DAYAK

Cerita menarik dibalik Guci.
Memiliki guci, sampai ratusan buah, membutuhkan usaha yang sangat serius,penuh kesabaran dan tidak mungkin bisa mendapat  guci sebanyak itu  hanya dengan mengandalkan kemampuan financial.

Tidak semua pemilik guci mau menjual, atau menerima pinangan seseorang (istilah yang biasa digunakan pemilik benda kuno, warisan dari leluhurnya dalam penyerahan benda miliknya), hanya karena tergiur oleh nilai uang,. Mereka hanya mau menyerahkan benda benda antik tersebut, apabila dia yakin bahwa benda-benda tersebut akan dimiliki oleh orang yang dapat merawatnya dengan baik.

Selain itu  kadang kadang harus sabar menunggu belasan tahun sampai pemiliknya bersedia melepaskan.
Penulis pernah mengalami hal tersebut, baru mendapatkan guci, setelah pemiliknya meninggal. DR. Boedi malahan lebih dari itu, sebuah guci antik nan indah yang dimiliki suku dayak baru dapat dipinang (diserahkan) setelah tidak ada generasi penerus  sang ketua suku ( Bayangkan!!).

Guci tersebut pernah sebagai syarat perdamaian,  karena pada masyarakat dayak jika terjadi perang antar suku, maka suku yang dianggap salah, harus menyerahkan guci, jika menghendaki perdamaian. Jika tidak maka peperangan akan tetap terjadi sepanjang hayat.

Penantian untuk mendapatkan guci itu  memang sesuatu yang tidak sia-sia, karena guci tersebut memang indah serta terawat baik dan mungkin hanya satu-satunya di dunia. Disamping guci tersebut, ada juga guci yang belum pernah ditemui ditempat lain, dan hanya ada dimusium Victoria di Jerman.
Selain berkaitan dengan sejarah suku, guci sangat dipercaya berkaitan dengan nasib pemiliknya, baik dari aspek financial maupun kesehatan.